Liputan6.com, Jakarta Baru-baru ini Bandung dihebohkan dengan banyaknya penemuan kasus HIV. Menurut Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) di Bandung ada lebih dari 5.943 kasus positif HIV selama periode 1991-2021, 11 persen di antaranya adalah Ibu Rumah Tangga (IRT).
HIV bisa menimbulkan komplikasi salah satunya Cytomegalovirus (CMV) yang bisa berujung pada kondisi disabilitas netra. Ini adalah virus yang umum dan berhubungan dengan virus herpes yang memberikan penyakit herpes oral (pada mulut).
Orang dengan sistem kekebalan tubuh yang baik tidak mengalami masalah besar terkait virus ini. Hampir 8 dari 10 orang memiliki virus ini pada tubuh mereka saat berusia 40 tahun.
Advertisement
Sedangkan, pada penderita HIV/AIDS, CMV dapat menyebabkan infeksi serius. Pasien dapat terinfeksi CMV melalui mata, hidung, atau mulut setelah kontak dengan air liur, sperma, cairan vagina, darah, urine, dan air susu ibu. Pasien dapat mengalami infeksi mata serius yang disebut retinitis dan berujung pada disabilitas netra seperti mengutip Klik Dokter, Selasa (30/8/2022).
Maraknya kasus HIV di Bandung disebabkan seks bebas yang dilakukan para laki-laki dengan Pekerja Seks Komersial (PSK).
Tak jarang laki-laki yang melakukan hubungan terlarang ini sudah memiliki istri. Mereka pun melakukan hubungan intim dengan istrinya sehingga para ibu rumah tangga ikut tertular.
Menurut dokter spesialis penyakit dalam subspesialis hematologi-onkologi Zubairi Djoerban, selain IRT dan suaminya, kelompok usia muda termasuk mahasiswa juga menjadi penyumbang terbanyak kasus HIV/ AIDS.
Masa-Masa Ingin Coba
Mahasiswa adalah kelompok usia muda 18 hingga sekitar 25 tahun. Ini merupakan kelompok yang mudah terkena HIV/ AIDS.
Hal ini dikarenakan para pemuda dan pemudi cenderung ingin mencoba segala sesuatu yang baru.
Masyarakat usia muda juga rentan terpengaruh oleh teman sebaya. Banyak dari mereka yang mencoba konsumsi narkoba hingga seks bebas.
“Ada juga masalah ekonomi, banyak remaja-remaja yang berasal dari keluarga yang kurang beruntung yang memerlukan dukungan ekonomi. Itu yang kemudian menimbulkan prostitusi anak,” ujar pria yang dikenal sebagai pionir penemu kasus HIV pertama Indonesia saat ditemui di Jakarta Pusat, Selasa (30/8/2022).
Terkait penularan HIV melalui hubungan seks, pria yang akrab disapa Prof Beri mengatakan, jika laki-laki menikah dengan satu perempuan dan tidak ada kegiatan seks dengan orang lain lagi maka risiko penularan HIV bisa dikatakan nol.
“Jadi jika semua setia pada pasangan, baik poligami maupun monogami ya tidak tertular jadi tidak hanya poligami, tapi monogami dengan hanya hubungan seksual dengan satu orang saja tentu tidak akan tertular kalau dua-duanya setia,” katanya.
Advertisement
Bisa Dikontrol dengan Obat
Ia juga mengatakan bahwa pada prinsipnya, cara penularan HIV itu beragam termasuk akibat penggunaan narkotika.
“Jadi walaupun setia tapi menggunakan narkotika ya tetap bisa tertular,” katanya.
“Tapi tolong diingat, seolah-olah ini gawat banget, enggak, sekarang ini hampir semua pasien yang berobat dengan teratur dan tidak putus obat itu HIV-nya akan terkontrol dengan baik.”
Menurut pengalamannya merawat pasien HIV, cukup banyak yang tetap hidup produktif dan aktif di atas 20 tahun, ada juga yang tetap sehat setelah konsumsi obat 28 tahun.
Artinya, lanjut Prof Beri, HIV/ AIDS bisa dikontrol dengan minum obat secara rutin. Dengan demikian, maka pasien tidak akan merasa sakit dan tidak memerlukan lagi rawat inap.
“Bisa juga menikah, bisa punya anak dan anaknya tidak tertular. Intinya, HIV/ AIDS bisa ditatalaksana dengan baik dan benar.”
Masalahnya, selalu ada pasien yang putus obat. Jika putus obat maka berbahaya bagi diri pasien. Jika pengobatan lini pertama gagal maka masih bisa pengobatan lini kedua. Dan jika kini kedua gagal masih ada beberapa obat yang bisa dimodifikasi.
Jika Semua Obat Gagal
Namun, lanjutnya, jika semua obat yang ada di Indonesia gagal maka terpaksa pasien harus beli sendiri di luar negeri biasanya di Bangkok, Thailand.
“Dan itu mahal, 25 hingga 30 juta per bulan. Padahal kalau berobat teratur di Indonesia itu gratis total. Luar biasa pemerintah menyediakan obat HIV/ AIDS dengan gratis.”
Syarat agar pengobatan berhasil adalah disiplin minum obat, tidak putus obat, dan secara berkala diperiksa kadar jumlah virusnya.
“Ini memang perlu konseling, perlu pendampingan, dan perlu dukungan. Orang HIV jangan sampai terstigmatisasi, justru harus selalu didukung.”
Pada anak muda, faktor risiko yang banyak menyebabkan HIV adalah seksual terutama heteroseksual dan homoseksual. Faktor narkotika juga banyak terjadi.
“Berbagai penelitian menunjukkan, narkotik masih menjadi masalah serius di Jakarta dan masih menjadi masalah serius di Indonesia,” pungkas Prof Beri.
Advertisement