Liputan6.com, Jakarta Meningitis adalah infeksi otak langka yang disebabkan bakteri dan bisa menyebabkan disabilitas. Infeksi memengaruhi selaput halus yang disebut meninges yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang.
“Bakteri meningitis dapat mengakibatkan kerusakan otak, gangguan pendengaran, atau disabilitas belajar (learning disability) pada 10 sampai 20 persen pasien yang selamat,” mengutip keterangan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Selasa (21/2/2023).
Baca Juga
Data WHO menunjukkan, dari 1 November 2022 hingga 27 Januari 2023, total ada 559 kasus meningitis yang dilaporkan dari Wilayah Zinder, tenggara Niger, Afrika Barat. 111 di antaranya dikonfirmasi laboratorium.
Advertisement
Hingga 8 Februari 2023 ada 18 kematian (3,2 persen) yang telah dilaporkan. Sebagian besar kasus yang dikonfirmasi laboratorium (104/111 atau 93,7 persen) disebabkan oleh Neisseria meningitidis serogrup C (NmC). Ini adalah salah satu jenis bakteri penyebab meningitis yang ditemukan pada 1887.
Sejauh ini, kampanye vaksinasi reaktif dengan vaksin polisakarida meningokokus ACW trivalen telah dilaksanakan.
Niger memang dikenal sebagai negara di Afrika yang mengalami wabah musiman berulang setiap tahun. Namun, wabah yang sedang berlangsung menunjukkan peningkatan jumlah kasus dan tingkat pertumbuhan yang meningkat dibandingkan dengan musim sebelumnya.
WHO menilai risiko yang ditimbulkan oleh wabah meningitis saat ini di Niger tinggi di tingkat nasional, sedang di tingkat regional, dan rendah di tingkat global.
Penularan Bakteri Meningitis
WHO juga menjelaskan, beberapa bakteri yang berbeda dapat menyebabkan meningitis, tapi Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis (N. meningitis) adalah yang paling sering. Dan ditularkan dari orang ke orang melalui tetesan sekresi pernapasan atau tenggorokan dari orang yang terinfeksi.
Sebanyak 12 serogrup (variasi bakteri) N. meningitidis telah diidentifikasi, enam di antaranya A, B, C, W, X dan Y dapat menyebabkan epidemi meningitis meningokokus.
Masa inkubasi rata-rata adalah empat hari tetapi dapat berkisar antara dua dan 10 hari.
Gejala meningitis yang paling umum adalah leher kaku, demam tinggi, kepekaan terhadap cahaya, kebingungan, sakit kepala, dan muntah.
Bahkan meski dengan diagnosis dini dan pengobatan yang memadai, 5 sampai 10 persen pasien tetap tidak tertolong. Pasien umumnya meninggal dalam waktu 24 sampai 48 jam setelah timbulnya gejala.
Advertisement
Akibatkan Kerusakan Otak
Seperti disampaikan sebelumnya, bakteri meningitis dapat mengakibatkan kerusakan otak, gangguan pendengaran atau disabilitas belajar pada 10 sampai 20 persen pasien yang selamat.
Bentuk penyakit meningokokus yang kurang umum, tetapi bahkan lebih parah (dan seringkali fatal), adalah septikemia meningokokus. Penyakit ini ditandai dengan ruam hemoragik atau ruam perdarahan dengan benjolan-benjolan kemerahan di kulit.
Beban penyakit tertinggi terlihat di wilayah Afrika sub-Sahara, yang dikenal sebagai Sabuk Meningitis Afrika (The African Meningitis Belt). Wilayah ini secara khusus dikenal berisiko tinggi dalam penularan meningitis.
Vaksin Meningitis
Niger sendiri sebagian besar terletak di sabuk meningitis Afrika, di mana epidemi meningitis biasanya mengikuti pola musiman sekitar Januari hingga Juni dengan keparahan yang bervariasi dari tahun ke tahun.
Pada 2015, wabah meningitis besar yang dikaitkan dengan NmC terjadi, memengaruhi hampir 10.000 orang. Pada tahun 2009 dan 2006, wabah meningitis yang disebabkan oleh N. meningitidis serogrup A (NmA) dan X (NmX), juga dilaporkan.
Vaksin berlisensi untuk penyakit yang disebabkan bakteri meningitis seperti meningokokus, pneumokokus dan haemophilus influenzae telah tersedia selama bertahun-tahun.
Bakteri meningitis dikenal memiliki beberapa galur atau variasi yang berbeda (dikenal sebagai serotipe atau serogrup) dan vaksin dirancang untuk melindungi dari galur yang paling berbahaya.
Seiring waktu, ada peningkatan besar dalam cakupan strain dan ketersediaan vaksin, tetapi tidak ada vaksin universal untuk melawan infeksi ini.
Advertisement