Liputan6.com, Jakarta Pada awal abad ke-20, seperti dijelaskan dalam sebuah artikel The Guardian tertanggal 16 Januari 2015, golongan model fesyen profesional mula-mula mendapat julukan `Living Mannequins`. Jika klien sebuah rumah mode bertanya pada seorang model tentang namanya, ia tak akan menjawab dengan nama aslinya, melainkan dengan nama busana yang dibawakan – dan dengan tatapan yang nanar sebagaimana ia memainkan peran menjadi boneka peraga.
Dalam perkembangan sejarahnya, profesi ini bergerak melampaui fungsi dasarnya sebagai media bagi busana rancangan desainer untuk diperagakan. Seperangkat kriteria yang harus dipenuhi untuk bisa menekuni bidang karir ini berbicara tentang optimalisasi eksposisi keindahan karya desainer fesyen melalui figur ideal (yang kemudian menjadi satu isu kemanusiaan tersendiri). Pada profesi model nyatalah nature dari fesyen sebagai realita estetika kolaboratif dimana hasil karya perancang mode mencapai keutuhannya kala `dihidupkan` oleh sang pemakai.
Mengemban tugas untuk secara representatif mengutuhkan kreasi desainer, para model antar sesamanya diukur dari bagaimana ia mampu memberi nafas atau spirit busana dengan pose untuk halaman majalah maupun lenggak-lenggoknya di fashion show. Ayu Gani, model asal Indonesia kelahiran tahun 1991, membuktikan kehandalannya dalam memenuhi semua hal itu di ajang Asia’s Next Top Model (AsNTM) cycle 3. Berjuang hingga final yang ditayangkan di Star World pada Rabu malam, 17 Juni 2015, Gani berhasil melampaui 2 finalis lain, yakni Monika Sta. Maria dari Filipina dan Aimee Cheng-Bradshaw dariSingapura.
Advertisement
Senin, 29 Juni 2015, Gani akan bertolak ke London untuk memulai kontraknya selama setahun dengan agensi model ternama Storm Model Management, sebagai salah satu hadiah kemenangan di AsNTM (selain hadiah menjadi model untuk produk TRESemme dan hadiah mobil Subaru XV STI).“Aku sangat suka dengan fesyen dans uka modeling. Aku serius dengan profesi ini dan selalu berusaha professional,”ucap dara bernama lengkap Ayu Lestari Putri Gani saat ditemui Liputan6.com di kantor Fox International Channels Indonesia yang berada di gedung Sampoerna Strategic Square pada Jumat, 19 Juni 2015.
Rambutnya kala itu digelung cukup tinggi. Mengenakan kaos putih bertuliskan `INDONESIA ON TOP` dan dipadu dengan celana kapri hitam dan loafers berwarna sama, Gani tampak begitu santai berbincang walau ada sedikit ekspresi malu-malu di wajahnya. Dalam intonasi suara yang innocent, gadis yang berhasil mengungguli 13 kontestan AsNTM 2015 lainnya – termasuk di antaranya adalah Tahlia Raji dan Rani Ramadhany asal Indonesia – mengungkap ketakutan terbesarnya dalam membangun karir di dunia model.
“Aku bilang ke booker, `Nathan but I am short, how can I make it in London?`”demikian Gani mereka-ulang percakapannya dengan Nathan Toth, pencari bakat dari Storm Model Management sekaligus juri di final AsNTM cycle 3. Berdasar pengakuannya, ketakutan dari mahasiswi Fashion Business LaSalle College Jakarta dan lulusan Sastra Inggris Universitas Sanata Dharma tersebut sudah ada sejak terjun ke dunia model.“Sejak awal aku terjun ke dunia model aku tidak percaya diri. Aku merasa pendek dan tidak merasa cantik. Waktu pengumuman pemenang aku sudah siap kalah,” kata Gani.
Selain bentuk tubuh yang ramping, bentang tubuh yang jenjang memang pada akhirnya menjadi bagian dari set kriteria sosok model fesyen. Di Storm Model Management tempat Gani dikontrak, model bertinggi tubuh 180 centimeter seperti Behati Prinsloo dan Jourdan Dunn jamak ditemui. Akan tetapi, berkaca dari sejarah dunia model fesyen itu sendiri, perlu dibatalkan penyimpulan tentang kesuksesan seorang model dengan “problem” tinggi tubuhnya.Apa yang sesungguhnya membuat seorang model menjadi ikonik, setidaknya untuk masanya sendiri?
Jean Shrimpton, model ternama 1960an asal Inggris yang memiliki reputasi sebagai supermodel generasi pertama, menjadi legendaris karena karakter modelingnya yang “melawan” kesan aristokratik yang ditampilkan paraperagawati 1950an. Pun demikian dengan Kate Moss yang tergolong anti-mainstream permodelan 1990an di antara barisan Supermodel berlekuk tubuh sekelas Naomi Campbell dan Cindy Crawford. “Ia lebih pendek dari model lain tapi dengan pesona yang luar biasa,” ucap Fabien Baron yang waktu itu mengontrak Kate Moss untuk Calvin Klein dengan iklannya yang legendaris, seperti dikutip dari artikel Vanity Fair berjudul The Riddle of Kate Moss tahun 2012.
Sebagaimana Kate Moss di Storm Model Management dengan tinggi tubuh hanya 173 centimeter (sepertiGani), model asal Inggris Cara Delevingne yang dikabarkan baru saja berhenti dari agensi model itu juga mampu bersinar di tengah masifnya cahaya Supermodel Gisele Bundchen walau tidak tergolong tinggi untuk ukuran model. Dalam artikel All Runways Lead to Cara Delevingne di The Independent pada tahun 2013, editor Vogue British Alexandra Shulman mengatakan, “Cara adalah salah seorang perempuan yang mengombinasikan energi, ketajaman, antusiasme, dan kecantikan edgy yang membuatnya berkilau di antara model-model cantik lainnya”.
Gani perlu dan tampaknya tengah menumbuhkan pemahaman tentang hal-hal tersebut, tentang bagaimana seorang model menampilkan kharismanya.“Kata Nathan, `If we contract you then it means we trust you `. Dari situ aku mulai membangun keyakinan akan kemampuan diriku,”ucap Gani yang dalam kesempatan itu juga bercerita tentang kisahnya memasuki dunia fesyen dan masa kecilnya.
Kisah bullying masa kecil hingga jadi model juara
Kisah bullying masa kecil hingga jadi model juara
Rambutnya tampak terhempas dan tatapannya mempertegas keglamoran posenya untuk sampul Harper’s Bazaar Singapore edisi Juli 2015 (hadiah lain dari AsNTM). Apa yang ditampilkan Gani di sana dengan merah bibirnya dan tubuh berbalut lingerie hitam bertali serta aksesori berbentuk ular bicara banyak tentang potensinya sebagai model fesyen. Siapa sangka bahwa gadis tersebut tumbuh dari masa kecil yang diisi dengan cemooh teman-teman sebayanya?
“Aku sudah di-bully dari SD. Tiap aku jalan, aku dilempari botol. Dulu aku dipangggil `Kecoa`.Waktu SMP aku tidak punya teman,” kenang perempuan dengan hobi memasak ini dengan nada bicara yang tetap santai seolah tak tersulut dengan memori buruk masa kecilnya.Gani bercerita bahwa ia mulai memiliki banyak teman pada saat SMA.
Ketertarikan Gani pada dunia fesyen tumbuh saat mengikuti pertukaran pelajar di Amerika. Katanya, “Di sana banyak teman yang gayanya menarik dan berbeda. Dari situ aku mulai tertarik sama fesyen.” Sepulang dari Amerika ke Indonesia, model yang sebelum mengikuti AsNTM telah tampil di berbagai majalah seperti Surface, Grazia, dan lainnya ini ingin kuliah fesyen namun tak mendapat restu dari ibunda. Akan tetapi justru sang mama lah yang menyuruhnya untuk ikut lomba Wajah Femina.
“Aku kemudian ikut lomba itu dan ternyata aku terpilih sebagai juara favorit,” kisah Gani. Sejak saat itu, model yang lahir di Solo dan tumbuh di Yogyakarta ini menjalankan profesi model secara paruh waktu, bolak-balik satu atau dua kali seminggu ke Jakarta. Peran ibu dalam karir model dari putrinya itu tak berhenti pada Wajah Femina. Melihat potensi anaknya yang besar, ibunda Gani menyuruhnya untuk ikut ajang Asia’s Next Top Model.
“Mama ku bilang, `Kamu coba deh ikut Asia’s Next Top Model`. Mama sudah bilang hal ini sejak AsNTM cycle 2 tapi waktu itu aku masih belum mau. Akhirnya tahun ini aku ikut,” cerita Gani. Sosok yang kini juga tengah menggarap bisnis kacamata ini mengaku mendapat banyak pelajaran di reality show kreasi top model Tyra Banks itu, misalnya tentang pemotretan untuk foto komersial maupun editorial.
“Rasanya seperti liburan,”jawab Gani saat ditanya soal hal paling menyenangkan dalam mengikuti AsNTM, selain juga menyebut pengalaman masak bareng 13 kontestan AsNTM sebagai pengalaman menyenangkan lainnya. Diungkap oleh Gani bahwa ia dan teman-temannya itu hingga kini masih dekat. Kemenangan di Asia’s Next Top Model tentu bukan puncak dari karir model Gani. Babak barunya dalam mengisi halaman majalah-majalah fesyen dan berjalan di berbagai peragaan busana bersama Storm Management justru baru akan dimulai.
“Aku bangga bisa membawa nama Indonesia dengan kemenangan ini. Yang sekarang jadi pertanyaan adalah tentang karir aku ke depan. Itu adalah bentuk tanggung jawab untuk membuktikan bahwa aku memang layak memenangkan ajang tersebut,” pungkas Gani seraya berharap agar karirnya semakin berkembang setelah ini.
Advertisement