Apa Itu Money Laundering Adalah: Pengertian, Modus, dan Pencegahannya

Money laundering adalah tindak pidana pencucian uang untuk menyembunyikan asal-usul harta hasil kejahatan. Pelajari pengertian, modus, dan pencegahannya.

oleh Liputan6 diperbarui 13 Nov 2024, 08:55 WIB
Diterbitkan 13 Nov 2024, 08:55 WIB
money laundering adalah
money laundering adalah ©Ilustrasi dibua AI
Daftar Isi

Pengertian Money Laundering

Liputan6.com, Jakarta Money laundering atau pencucian uang adalah suatu upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang atau harta kekayaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana. Tujuannya adalah agar uang hasil kejahatan tersebut tampak seolah-olah berasal dari sumber yang sah atau legal.

Secara lebih spesifik, money laundering dapat didefinisikan sebagai proses dimana seseorang menyembunyikan keberadaan, sumber ilegal, atau penggunaan ilegal dari pendapatan, dan kemudian menyamarkan pendapatan tersebut untuk membuatnya tampak legal. Pelaku tindak pidana pencucian uang berusaha untuk mengubah uang "kotor" hasil kejahatan menjadi uang yang tampak "bersih" dan sah di mata hukum.

Beberapa poin penting terkait pengertian money laundering:

  • Merupakan tindak pidana lanjutan (follow up crime) dari tindak pidana asal (predicate crime)
  • Bertujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan
  • Harta kekayaan yang dicuci berasal dari hasil tindak pidana
  • Dilakukan melalui berbagai transaksi keuangan yang kompleks
  • Berusaha membuat uang hasil kejahatan tampak legal

Dengan demikian, esensi dari money laundering adalah upaya untuk memutus hubungan antara uang hasil kejahatan dengan tindak pidana yang menghasilkannya. Hal ini dilakukan agar pelaku kejahatan dapat menikmati hasil kejahatannya tanpa dicurigai oleh penegak hukum.

Sejarah Money Laundering

Istilah money laundering atau pencucian uang pertama kali muncul dan dikenal pada tahun 1920-an di Amerika Serikat. Pada masa itu, kelompok mafia di AS mendapatkan uang dalam jumlah besar dari berbagai kegiatan ilegal seperti pemerasan, perjudian, prostitusi, dan penjualan minuman keras ilegal selama era Prohibition.

Para mafia tersebut kemudian berusaha menyembunyikan asal-usul uang haram mereka dengan cara menginvestasikannya ke dalam bisnis-bisnis yang sah. Salah satu bisnis yang populer saat itu adalah usaha laundry atau pencucian pakaian. Dari sinilah kemudian muncul istilah "money laundering" atau pencucian uang.

Beberapa poin penting dalam sejarah perkembangan money laundering:

  • 1970: Bank Secrecy Act dikeluarkan di AS, mewajibkan lembaga keuangan melaporkan transaksi tunai di atas $10.000
  • 1980-an: Perang melawan narkoba mendorong penguatan regulasi anti pencucian uang
  • 1989: Financial Action Task Force (FATF) dibentuk oleh G7 untuk memerangi pencucian uang global
  • 1990-an: Banyak negara mulai mengeluarkan undang-undang anti pencucian uang
  • 2001: Pasca 9/11, fokus anti pencucian uang diperluas ke pendanaan terorisme
  • 2010: Indonesia mengeluarkan UU No. 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU

Seiring waktu, modus operandi pencucian uang semakin canggih seiring perkembangan teknologi dan sistem keuangan global. Hal ini mendorong upaya pemberantasan yang lebih komprehensif di tingkat nasional maupun internasional.

Tahapan Money Laundering

Proses pencucian uang umumnya dilakukan melalui tiga tahapan utama, yaitu:

1. Placement (Penempatan)

Tahap placement merupakan upaya menempatkan uang tunai yang berasal dari tindak pidana ke dalam sistem keuangan, terutama sistem perbankan. Beberapa metode yang sering digunakan antara lain:

  • Memecah uang dalam jumlah besar menjadi jumlah kecil-kecil (smurfing)
  • Menggabungkan uang tunai dengan uang hasil usaha yang sah
  • Mendirikan perusahaan boneka yang seolah-olah memiliki pendapatan sah
  • Memanfaatkan bisnis yang banyak menggunakan uang tunai seperti restoran
  • Menempatkan uang pada bank di negara yang longgar pengawasannya

Tahap ini merupakan tahap paling berisiko karena uang masih dalam bentuk tunai dalam jumlah besar, sehingga rawan terdeteksi oleh otoritas.

2. Layering (Pelapisan)

Pada tahap layering, pelaku berusaha memisahkan hasil tindak pidana dari sumbernya melalui beberapa tahap transaksi keuangan yang kompleks. Tujuannya adalah untuk menyamarkan dan menghilangkan jejak sumber dana tersebut. Beberapa metode yang umum digunakan:

  • Mentransfer dana ke berbagai rekening di berbagai bank
  • Penggunaan shell company atau perusahaan cangkang
  • Pembelian instrumen-instrumen keuangan seperti saham atau obligasi
  • Transaksi properti dengan harga yang dimanipulasi
  • Penggunaan fasilitas transfer elektronik (wire transfer)

Tahap ini merupakan tahap yang paling kompleks karena dapat melibatkan transaksi internasional yang berlapis-lapis.

3. Integration (Integrasi)

Tahap integration adalah upaya menggunakan harta kekayaan yang telah tampak sah untuk dinikmati langsung, diinvestasikan ke dalam berbagai bentuk kekayaan material maupun keuangan, atau dipergunakan untuk membiayai kegiatan bisnis yang sah. Pada tahap ini, uang hasil kejahatan telah tercuci dan sulit dibedakan dari uang yang sah. Beberapa contoh metode integrasi:

  • Investasi di pasar modal atau properti
  • Mendirikan atau mengembangkan usaha yang sah
  • Membeli barang-barang mewah
  • Meminjamkan uang kepada pihak lain
  • Menyumbang ke yayasan atau organisasi amal

Dengan memahami ketiga tahapan ini, upaya pencegahan dan pemberantasan pencucian uang dapat dilakukan secara lebih efektif dan terarah.

Modus Operandi Money Laundering

Para pelaku pencucian uang terus mengembangkan berbagai modus operandi yang semakin canggih untuk menghindari deteksi. Berikut beberapa modus operandi money laundering yang umum digunakan:

1. Smurfing

Smurfing adalah upaya memecah transaksi besar menjadi beberapa transaksi kecil untuk menghindari pelaporan. Pelaku menggunakan banyak rekening atau orang (smurfs) untuk melakukan transaksi dalam jumlah kecil yang tidak mencurigakan.

2. Structuring

Mirip dengan smurfing, structuring adalah upaya memecah transaksi besar menjadi beberapa transaksi kecil, namun dilakukan oleh satu pelaku yang sama. Tujuannya untuk menghindari batas pelaporan transaksi.

3. U-Turn

Modus U-Turn melibatkan transfer dana ke luar negeri, kemudian dana tersebut dikembalikan lagi ke negara asal melalui transaksi yang berbeda. Hal ini untuk mengaburkan asal-usul dana.

4. Cuckoo Smurfing

Pelaku memanfaatkan transaksi transfer dana internasional yang sah. Dana hasil kejahatan disisipkan ke dalam transfer yang dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak menyadari bahwa dana yang diterimanya adalah hasil tindak pidana.

5. Trade-Based Money Laundering

Pencucian uang dilakukan melalui transaksi perdagangan internasional dengan cara memanipulasi harga, jumlah, atau kualitas barang yang diperdagangkan.

6. Penggunaan Nominee

Pelaku menggunakan nama orang lain (nominee) untuk menyimpan atau mentransaksikan uang hasil kejahatan. Biasanya melibatkan kerabat atau orang kepercayaan.

7. Pembelian Aset Mewah

Uang hasil kejahatan digunakan untuk membeli aset-aset bernilai tinggi seperti properti, kendaraan mewah, atau perhiasan, yang kemudian dapat dijual kembali.

8. Penggunaan Mata Uang Virtual

Cryptocurrency seperti Bitcoin dimanfaatkan karena sifatnya yang anonim dan sulit dilacak. Pelaku dapat dengan mudah mentransfer dana lintas negara tanpa terdeteksi.

9. Mingling

Pelaku mencampurkan uang hasil kejahatan dengan uang dari bisnis yang sah, sehingga sulit dibedakan mana yang merupakan hasil tindak pidana.

10. Underground Banking

Penggunaan sistem perbankan informal atau alternatif yang beroperasi di luar sistem keuangan resmi, seperti hawala atau hundi.

Pemahaman terhadap berbagai modus operandi ini penting bagi penegak hukum dan lembaga keuangan untuk dapat mendeteksi dan mencegah upaya pencucian uang secara lebih efektif.

Dampak Money Laundering

Tindak pidana pencucian uang memiliki dampak yang sangat luas dan serius, tidak hanya bagi perekonomian suatu negara, tetapi juga bagi aspek sosial dan politik. Berikut adalah beberapa dampak utama dari praktik money laundering:

1. Dampak Ekonomi

  • Merusak integritas sistem keuangan dan perbankan
  • Mengganggu stabilitas ekonomi makro
  • Menimbulkan distorsi dan ketidakefisienan dalam alokasi sumber daya
  • Menurunkan pendapatan negara dari sektor pajak
  • Meningkatkan risiko ketidakstabilan ekonomi
  • Menurunkan kepercayaan investor asing

2. Dampak Sosial

  • Meningkatkan kesenjangan sosial dan ekonomi
  • Mendorong peningkatan kejahatan lainnya
  • Merusak nilai-nilai moral dan etika dalam masyarakat
  • Menurunkan kualitas hidup masyarakat secara umum

3. Dampak Politik

  • Melemahkan integritas lembaga-lembaga demokrasi
  • Meningkatkan korupsi di kalangan pejabat publik
  • Mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap sistem politik
  • Mempengaruhi proses pengambilan kebijakan publik

4. Dampak Internasional

  • Merusak reputasi negara di mata internasional
  • Menghambat kerjasama ekonomi internasional
  • Meningkatkan risiko sanksi internasional
  • Mendukung pendanaan terorisme dan kejahatan transnasional

5. Dampak Terhadap Sektor Swasta

  • Menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat
  • Merusak integritas sektor-sektor ekonomi tertentu
  • Meningkatkan risiko bagi lembaga keuangan

Mengingat besarnya dampak negatif yang ditimbulkan, upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang menjadi sangat penting dan mendesak untuk dilakukan. Diperlukan kerjasama yang erat antara pemerintah, lembaga keuangan, dan masyarakat untuk memerangi praktik money laundering secara efektif.

Regulasi Money Laundering di Indonesia

Indonesia telah memiliki kerangka hukum yang komprehensif untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Berikut adalah beberapa regulasi utama terkait money laundering di Indonesia:

1. Undang-Undang No. 8 Tahun 2010

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang merupakan landasan hukum utama dalam upaya memerangi pencucian uang di Indonesia. Beberapa poin penting dalam UU ini:

  • Mendefinisikan tindak pidana pencucian uang
  • Mengatur tentang pelaporan transaksi keuangan mencurigakan
  • Membentuk Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
  • Mengatur kewenangan penyidik, penuntut umum, dan hakim
  • Menetapkan sanksi pidana bagi pelaku pencucian uang

2. Peraturan Bank Indonesia

Bank Indonesia telah mengeluarkan beberapa peraturan terkait pencegahan pencucian uang, antara lain:

  • PBI No. 14/27/PBI/2012 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum
  • PBI No. 19/10/PBI/2017 tentang Penerapan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Selain Bank dan Penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank

3. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

OJK juga telah mengeluarkan beberapa peraturan terkait pencegahan pencucian uang di sektor jasa keuangan, seperti:

  • POJK No. 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan
  • POJK No. 23/POJK.01/2019 tentang Perubahan atas POJK No. 12/POJK.01/2017

4. Peraturan Kepala PPATK

PPATK sebagai lembaga intelijen keuangan Indonesia juga mengeluarkan berbagai peraturan teknis, antara lain:

  • Peraturan Kepala PPATK No. 11 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyampaian Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan bagi Penyedia Jasa Keuangan
  • Peraturan Kepala PPATK No. 5 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyampaian Laporan Transaksi Keuangan Tunai bagi Penyedia Jasa Keuangan

5. Kerjasama Internasional

Indonesia juga telah meratifikasi beberapa konvensi internasional terkait pencucian uang, seperti:

  • United Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances (1988)
  • United Nations Convention against Transnational Organized Crime (2000)
  • United Nations Convention against Corruption (2003)

Kerangka regulasi ini terus diperkuat dan disempurnakan seiring dengan perkembangan modus operandi pencucian uang. Implementasi yang efektif dari regulasi-regulasi ini menjadi kunci dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia.

Upaya Pencegahan Money Laundering

Pencegahan tindak pidana pencucian uang membutuhkan upaya yang komprehensif dan melibatkan berbagai pihak. Berikut adalah beberapa langkah penting dalam upaya pencegahan money laundering:

1. Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer)

Lembaga keuangan wajib menerapkan prinsip KYC untuk mengidentifikasi dan memverifikasi identitas nasabah serta memantau transaksi mereka. Langkah-langkah KYC meliputi:

  • Identifikasi dan verifikasi calon nasabah
  • Pengumpulan informasi terkait profil, pekerjaan, dan sumber dana nasabah
  • Pemantauan transaksi nasabah secara berkesinambungan
  • Pelaporan transaksi mencurigakan kepada PPATK

2. Peningkatan Pengawasan Transaksi

Lembaga keuangan dan penyedia jasa keuangan lainnya harus meningkatkan pengawasan terhadap transaksi-transaksi yang berpotensi terkait dengan pencucian uang, seperti:

  • Transaksi dalam jumlah besar yang tidak sesuai profil nasabah
  • Transaksi yang tidak memiliki tujuan ekonomi atau bisnis yang jelas
  • Transaksi yang melibatkan negara-negara berisiko tinggi
  • Transaksi yang menggunakan instrumen pembayaran anonim

3. Penerapan Sistem Manajemen Risiko

Lembaga keuangan perlu menerapkan sistem manajemen risiko yang efektif untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko pencucian uang. Hal ini meliputi:

  • Penilaian risiko nasabah, produk, dan wilayah geografis
  • Pengembangan kebijakan dan prosedur internal anti pencucian uang
  • Pelatihan karyawan secara berkala
  • Audit internal dan eksternal untuk mengevaluasi efektivitas program anti pencucian uang

4. Kerjasama Antar Lembaga

Diperlukan kerjasama yang erat antara berbagai lembaga untuk mencegah dan memberantas pencucian uang, termasuk:

  • Kerjasama antara PPATK, OJK, Bank Indonesia, dan lembaga penegak hukum
  • Pertukaran informasi antar lembaga keuangan
  • Kerjasama internasional dalam pertukaran informasi dan bantuan hukum timbal balik

5. Pemanfaatan Teknologi

Penggunaan teknologi canggih dapat membantu dalam upaya pencegahan pencucian uang, seperti:

  • Sistem deteksi transaksi mencurigakan berbasis kecerdasan buatan
  • Analisis big data untuk mengidentifikasi pola-pola transaksi mencurigakan
  • Blockchain untuk meningkatkan transparansi transaksi

6. Edukasi Publik

Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya pencucian uang dan cara melaporkan aktivitas mencurigakan melalui:

  • Kampanye edukasi publik
  • Pelatihan dan seminar untuk profesional di sektor keuangan
  • Integrasi materi anti pencucian uang dalam kurikulum pendidikan

7. Penguatan Regulasi

Pemerintah perlu terus memperkuat dan memperbarui regulasi terkait pencegahan pencucian uang, termasuk:

  • Memperluas cakupan pihak pelapor
  • Meningkatkan sanksi bagi pelanggar
  • Menyesuaikan regulasi dengan standar internasional

Dengan menerapkan langkah-langkah pencegahan ini secara komprehensif dan konsisten, diharapkan upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang di Indonesia dapat berjalan lebih efektif.

Contoh Kasus Money Laundering di Indonesia

Indonesia telah menghadapi berbagai kasus money laundering yang melibatkan jumlah uang yang sangat besar. Berikut beberapa contoh kasus pencucian uang yang pernah terjadi di Indonesia:

1. Kasus Bank Century (2008)

Kasus ini melibatkan penyalahgunaan dana talangan (bailout) dari pemerintah sebesar Rp 6,7 triliun. Diduga terjadi pengaliran dana secara ilegal ke rekening-rekening pribadi pejabat bank dan pihak-pihak terkait. Kasus ini melibatkan berbagai modus pencucian uang termasuk transfer dana ke luar negeri.

2. Kasus E-KTP (2011-2012)

Proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun ini diwarnai dugaan korupsi dan pencucian uang. Dana yang dikorupsi diduga mencapai Rp 2,3 triliun dan dilakukan pencucian melalui berbagai rekening dan investasi properti. Beberapa pejabat tinggi negara terlibat dalam kasus ini.

3. Kasus First Travel (2017)

Perusahaan travel umrah First Travel terlibat kasus penipuan dan pencucian uang. Pemilik perusahaan diduga mencuci uang hasil penipuan jamaah umrah senilai Rp 905 miliar melalui pembelian aset mewah dan transfer ke rekening keluarga.

4. Kasus Jiwasraya (2019)

PT Asuransi Jiwasraya terlibat dalam skandal gagal bayar polis nasabah. Diduga terjadi pencucian uang melalui investasi pada saham-saham berkinerja buruk dan reksa dana. Total kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 16,81 triliun.

5. Kasus Asabri (2020)

PT Asabri, perusahaan asuransi untuk TNI, Polri, dan PNS Kementerian Pertahanan, diduga terlibat kasus korupsi dan pencucian uang. Modus yang digunakan mirip dengan kasus Jiwasraya, yaitu melalui investasi pada saham-saham berkinerja buruk. Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 23,73 triliun.

6. Kasus Pajak Dhana Widyatmika (2012)

Pegawai pajak Dhana Widyatmika terlibat kasus pencucian uang dari hasil korupsi pengurusan pajak. Ia diduga mencuci uang senilai Rp 60 miliar melalui pembelian properti dan kendaraan mewah.

7. Kasus BLBI (1998-2004)

Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) melibatkan penyalahgunaan dana talangan untuk bank-bank bermasalah pasca krisis 1998. Diduga terjadi pencucian uang dalam jumlah triliunan rupiah melalui transfer ke luar negeri dan investasi properti.

Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa tindak pidana pencucian uang di Indonesia sering kali berkaitan erat dengan kasus-kasus korupsi besar. Modus yang digunakan pun beragam, mulai dari transfer dana ke luar negeri, investasi properti, hingga pembelian aset-aset mewah. Hal ini menegaskan pentingnya upaya pencegahan dan pemberantasan money laundering yang lebih efektif di Indonesia.

Perbedaan Money Laundering dengan Kejahatan Keuangan Lainnya

Meskipun money laundering sering dikaitkan dengan berbagai bentuk kejahatan keuangan lainnya, terdapat beberapa perbedaan mendasar yang perlu dipahami. Berikut perbandingan antara money laundering dengan beberapa jenis kejahatan keuangan lainnya:

1. Money Laundering vs Korupsi

  • Money Laundering: Proses menyembunyikan asal-usul uang hasil kejahatan
  • Korupsi: Penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi
  • Perbedaan: Korupsi sering menjadi predicate crime untuk money laundering

2. Money Laundering vs Penggelapan

  • Money Laundering: Menyamarkan sumber uang ilegal agar tampak legal
  • Penggelapan: Menyalahgunakan atau mengambil aset yang dipercayakan
  • Perbedaan: Penggelapan bisa menjadi sumber dana yang kemudian dicuci

3. Money Laundering vs Penipuan

  • Money Laundering: Proses membersihkan uang hasil kejahatan
  • Penipuan: Tindakan menipu untuk mendapatkan keuntungan ilegal
  • Perbedaan: Penipuan bisa meng
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya