Pengertian Riba dalam Islam
Liputan6.com, Jakarta Riba merupakan salah satu konsep penting dalam ekonomi Islam yang perlu dipahami secara mendalam. Secara bahasa, riba berasal dari kata Arab "ziyadah" yang berarti tambahan atau kelebihan. Dalam konteks syariah, riba didefinisikan sebagai tambahan yang diambil atas suatu transaksi tanpa adanya padanan yang dibenarkan.
Menurut para ulama, riba secara istilah adalah pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam. Tambahan ini dianggap batil karena pemilik harta mengambil keuntungan tanpa memberikan nilai tambah yang setara kepada pihak lain.
Beberapa definisi riba menurut para ahli:
Advertisement
- Imam An-Nawawi: "Tambahan atas harta pokok karena adanya unsur waktu"
- Ibnu Al-Arabi: "Setiap penambahan yang diambil tanpa adanya transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah"
- Raghib Al-Isfahani: "Penambahan atas harta pokok tanpa melalui akad jual beli"
Dari berbagai definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa inti dari riba adalah adanya unsur eksploitasi atau ketidakadilan dalam suatu transaksi ekonomi. Islam melarang riba karena dianggap merugikan salah satu pihak dan menciptakan kesenjangan ekonomi dalam masyarakat.
Dasar Hukum Pelarangan Riba dalam Islam
Pelarangan riba dalam Islam memiliki landasan yang kuat berdasarkan Al-Qur'an, hadits, dan ijma ulama. Berikut adalah beberapa dalil utama yang menjadi dasar pelarangan riba:
1. Al-Qur'an
Allah SWT dengan tegas mengharamkan riba dalam beberapa ayat Al-Qur'an, di antaranya:
- Surat Al-Baqarah ayat 275: "Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba"
- Surat Al-Baqarah ayat 278-279: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu"
- Surat Ali Imran ayat 130: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan"
2. Hadits
Rasulullah SAW juga menegaskan larangan riba dalam beberapa hadits, antara lain:
- Dari Jabir RA, Rasulullah SAW melaknat pemakan riba, pemberi makan riba, penulisnya, dan dua orang saksinya. Beliau bersabda, "Mereka semua sama" (HR. Muslim)
- Dari Abdullah bin Mas'ud RA, Nabi SAW bersabda: "Riba itu mempunyai 73 pintu, yang paling ringan seperti seorang laki-laki menikahi ibunya sendiri" (HR. Ibnu Majah)
3. Ijma Ulama
Para ulama telah bersepakat (ijma) bahwa riba hukumnya haram dan termasuk dosa besar. Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang keharaman riba secara umum, meskipun terdapat perbedaan dalam beberapa detail penerapannya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pelarangan riba dalam Islam memiliki landasan yang sangat kuat dan tidak dapat dibantah. Umat Islam diwajibkan untuk menjauhi segala bentuk praktik riba dalam kehidupan ekonomi mereka.
Advertisement
Jenis-jenis Riba dalam Fiqh Muamalah
Dalam fiqh muamalah, riba diklasifikasikan menjadi beberapa jenis berdasarkan bentuk transaksi dan objek yang terlibat. Pemahaman tentang jenis-jenis riba ini penting untuk menghindari praktik riba dalam berbagai bentuk transaksi ekonomi. Berikut adalah penjelasan detail tentang jenis-jenis riba:
1. Riba Qardh
Riba qardh adalah tambahan atau kelebihan yang disyaratkan dalam akad utang-piutang. Contohnya, seseorang meminjamkan uang sebesar Rp 1 juta dengan syarat pengembalian sebesar Rp 1,2 juta dalam jangka waktu tertentu. Tambahan Rp 200 ribu tersebut termasuk riba qardh.
Riba jenis ini diharamkan karena mengeksploitasi kebutuhan peminjam dan menciptakan ketidakadilan. Islam mengajarkan bahwa pinjaman seharusnya diberikan atas dasar tolong-menolong, bukan untuk mencari keuntungan.
2. Riba Fadhl
Riba fadhl terjadi dalam pertukaran barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda. Riba jenis ini umumnya terjadi pada enam jenis barang ribawi yang disebutkan dalam hadits, yaitu emas, perak, gandum, jelai, kurma, dan garam.
Contoh riba fadhl adalah menukar 1 kg emas 24 karat dengan 1,1 kg emas 22 karat. Meskipun objeknya sama (emas), perbedaan kadar atau berat menjadikannya riba. Untuk menghindari riba fadhl, pertukaran barang sejenis harus dilakukan dengan kadar dan jumlah yang sama serta diserahterimakan secara langsung (tunai).
3. Riba Nasi'ah
Riba nasi'ah adalah tambahan yang disyaratkan karena adanya penangguhan waktu pembayaran atau penyerahan barang. Jenis riba ini sering terjadi dalam transaksi jual-beli atau utang-piutang yang pembayarannya ditunda.
Contohnya, menjual 1 kg beras seharga Rp 10.000 secara tunai, tetapi jika dibayar sebulan kemudian harganya menjadi Rp 11.000. Tambahan Rp 1.000 karena penundaan waktu pembayaran termasuk riba nasi'ah.
4. Riba Yad
Riba yad terjadi karena adanya penundaan serah terima kedua barang yang dipertukarkan atau salah satunya dalam jual-beli barang ribawi. Misalnya, menukar emas dengan perak tetapi salah satu pihak menunda penyerahan barangnya.
Untuk menghindari riba yad, pertukaran barang ribawi harus dilakukan secara tunai dan langsung diserahterimakan di tempat transaksi (majlis akad).
5. Riba Jahiliyah
Riba jahiliyah adalah tambahan yang dikenakan karena keterlambatan pembayaran utang. Praktik ini umum terjadi pada masa jahiliyah sebelum Islam datang. Contohnya, seseorang berutang 100 dirham dengan janji akan membayar dalam setahun. Jika tidak mampu membayar saat jatuh tempo, jumlah utang akan ditambah menjadi 200 dirham untuk tahun berikutnya.
Islam melarang keras praktik riba jahiliyah karena sangat memberatkan dan dapat menjerat peminjam dalam lingkaran utang yang berkepanjangan.
Pemahaman tentang berbagai jenis riba ini penting agar umat Islam dapat menghindari praktik riba dalam berbagai bentuk transaksi ekonomi. Setiap muslim dituntut untuk berhati-hati dan memastikan bahwa transaksi yang dilakukan bebas dari unsur riba.
Dampak Negatif Riba dalam Kehidupan Sosial dan Ekonomi
Praktik riba memiliki dampak yang sangat serius, tidak hanya bagi individu pelakunya, tetapi juga bagi masyarakat dan sistem ekonomi secara keseluruhan. Berikut adalah penjelasan detail tentang dampak negatif riba:
1. Dampak Spiritual dan Moral
Riba dapat merusak spiritualitas dan moralitas pelakunya. Beberapa dampak spiritual dan moral dari riba antara lain:
- Menjauhkan diri dari rahmat Allah SWT
- Menumbuhkan sifat tamak dan cinta berlebihan terhadap harta
- Menghilangkan rasa kasih sayang dan kepedulian terhadap sesama
- Melemahkan nilai-nilai kemanusiaan seperti gotong royong dan tolong-menolong
2. Dampak Ekonomi
Riba memiliki dampak yang sangat merusak terhadap sistem ekonomi, di antaranya:
- Menciptakan kesenjangan ekonomi yang semakin lebar antara yang kaya dan miskin
- Menghambat pertumbuhan sektor riil karena modal terkonsentrasi pada sektor keuangan
- Meningkatkan inflasi karena biaya produksi naik akibat beban bunga
- Menyebabkan krisis ekonomi karena sistem berbasis bunga rentan terhadap guncangan
- Menghambat investasi produktif karena pengusaha lebih memilih menyimpan uang di bank untuk mendapatkan bunga
3. Dampak Sosial
Praktik riba juga berdampak negatif terhadap kehidupan sosial masyarakat, seperti:
- Meningkatkan angka kemiskinan dan pengangguran
- Memicu konflik sosial akibat kesenjangan ekonomi
- Merusak hubungan kekeluargaan dan persaudaraan
- Menimbulkan sikap individualistis dan kurang peduli terhadap sesama
- Meningkatkan kriminalitas karena tekanan ekonomi
4. Dampak Psikologis
Riba juga dapat berdampak buruk terhadap kondisi psikologis, baik bagi pemberi maupun penerima riba:
- Stress dan kecemasan akibat beban utang yang terus bertambah
- Depresi karena tekanan untuk melunasi utang
- Hilangnya rasa percaya diri dan harga diri
- Ketakutan dan kegelisahan akan masa depan
5. Dampak terhadap Stabilitas Ekonomi Global
Dalam skala yang lebih luas, sistem ekonomi berbasis riba (bunga) telah terbukti menjadi penyebab utama krisis ekonomi global. Beberapa contoh dampaknya:
- Krisis utang di negara-negara berkembang
- Krisis keuangan global tahun 2008 yang dipicu oleh kredit macet
- Ketidakstabilan nilai tukar mata uang
- Eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan untuk membayar utang
Dengan memahami berbagai dampak negatif riba ini, diharapkan umat Islam semakin sadar akan bahaya riba dan berusaha menghindarinya dalam segala bentuk transaksi ekonomi. Islam menawarkan sistem ekonomi berbasis bagi hasil dan kerjasama yang lebih adil dan berkelanjutan sebagai alternatif dari sistem berbasis riba.
Advertisement
Cara Menghindari Riba dalam Kehidupan Sehari-hari
Menghindari riba dalam kehidupan sehari-hari memang bukan hal yang mudah, terutama di tengah sistem ekonomi konvensional yang masih dominan. Namun, dengan pemahaman dan tekad yang kuat, seorang muslim dapat mengambil langkah-langkah konkret untuk menjauhi praktik riba. Berikut adalah beberapa cara praktis untuk menghindari riba:
1. Beralih ke Perbankan Syariah
Salah satu langkah paling mendasar adalah beralih dari bank konvensional ke bank syariah. Bank syariah menawarkan berbagai produk keuangan yang bebas riba, seperti:
- Tabungan dengan akad wadiah atau mudharabah
- Pembiayaan berbasis bagi hasil (mudharabah, musyarakah)
- Pembiayaan jual-beli (murabahah)
- Pembiayaan sewa (ijarah)
Dengan menggunakan layanan bank syariah, kita dapat memastikan bahwa transaksi keuangan kita bebas dari unsur riba.
2. Hindari Kartu Kredit Konvensional
Kartu kredit konvensional umumnya mengandung unsur riba karena adanya bunga atas keterlambatan pembayaran. Sebagai alternatif, gunakan kartu debit atau kartu kredit syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
3. Pilih Investasi Syariah
Untuk berinvestasi, pilihlah instrumen investasi yang sesuai syariah, seperti:
- Saham syariah
- Sukuk (obligasi syariah)
- Reksadana syariah
- Emas
- Properti
Pastikan untuk melakukan due diligence dan memahami akad yang digunakan dalam setiap investasi.
4. Hindari Pinjaman Berbasis Bunga
Jika membutuhkan dana, hindari meminjam dari lembaga keuangan konvensional atau rentenir yang menerapkan sistem bunga. Sebagai alternatif:
- Gunakan pembiayaan dari bank syariah
- Pinjam dari keluarga atau teman tanpa bunga
- Manfaatkan koperasi syariah atau BMT (Baitul Mal wat Tamwil)
- Gunakan layanan peer-to-peer lending berbasis syariah
5. Terapkan Prinsip Jual-Beli yang Adil
Dalam transaksi jual-beli, pastikan untuk menerapkan prinsip-prinsip syariah, seperti:
- Transparansi harga dan kualitas barang
- Tidak ada unsur gharar (ketidakjelasan) atau maysir (perjudian)
- Tidak menjual barang yang belum dimiliki
- Menghindari jual-beli inah (hilah ribawiyah)
6. Edukasi Diri dan Keluarga
Terus tingkatkan pemahaman tentang ekonomi syariah dan bahaya riba. Beberapa langkah yang bisa dilakukan:
- Ikuti seminar atau workshop tentang ekonomi syariah
- Baca buku-buku tentang fiqh muamalah
- Konsultasi dengan ahli ekonomi syariah atau ustadz
- Diskusikan isu-isu ekonomi syariah dalam keluarga
7. Dukung Usaha dan Produk Halal
Prioritaskan untuk mendukung usaha dan produk yang jelas kehalalannya. Ini tidak hanya terbatas pada makanan, tetapi juga mencakup berbagai sektor ekonomi lainnya.
8. Manfaatkan Teknologi Finansial Syariah
Saat ini telah banyak berkembang aplikasi dan platform fintech syariah yang menawarkan berbagai layanan keuangan berbasis syariah. Manfaatkan teknologi ini untuk memudahkan transaksi keuangan yang sesuai syariah.
9. Aktif dalam Ekonomi Berbasis Masjid
Banyak masjid yang mulai mengembangkan aktivitas ekonomi berbasis syariah, seperti koperasi masjid atau wakaf produktif. Berpartisipasi dalam kegiatan ini dapat membantu menguatkan ekonomi umat yang bebas riba.
10. Utamakan Qardh Hasan
Jika memiliki kelebihan harta, utamakan untuk memberikan pinjaman tanpa bunga (qardh hasan) kepada orang yang membutuhkan. Ini tidak hanya menghindari riba, tetapi juga mendatangkan pahala dan keberkahan.
Dengan menerapkan langkah-langkah di atas secara konsisten, seorang muslim dapat secara bertahap membebaskan diri dari jeratan riba dan berkontribusi dalam membangun sistem ekonomi yang lebih adil dan sesuai syariah.
Alternatif Sistem Keuangan Bebas Riba dalam Ekonomi Islam
Islam tidak hanya melarang riba, tetapi juga menawarkan alternatif sistem keuangan yang adil dan bebas dari eksploitasi. Sistem keuangan Islam didasarkan pada prinsip-prinsip syariah yang menekankan keadilan, kerjasama, dan pembagian risiko yang seimbang. Berikut adalah beberapa alternatif sistem keuangan bebas riba dalam ekonomi Islam:
1. Sistem Bagi Hasil (Profit-Loss Sharing)
Sistem bagi hasil merupakan inti dari keuangan Islam. Dalam sistem ini, keuntungan dan kerugian dibagi antara pemilik modal dan pengelola usaha berdasarkan kesepakatan. Dua akad utama dalam sistem bagi hasil adalah:
- Mudharabah: Kerjasama di mana satu pihak menyediakan modal (shahibul maal) dan pihak lain mengelola usaha (mudharib). Keuntungan dibagi sesuai nisbah yang disepakati, sedangkan kerugian ditanggung oleh pemilik modal selama bukan akibat kelalaian pengelola.
- Musyarakah: Kerjasama di mana dua pihak atau lebih berkontribusi modal dan keahlian. Keuntungan dan kerugian dibagi sesuai proporsi kontribusi modal atau kesepakatan.
2. Jual Beli (Bay')
Transaksi jual beli yang sesuai syariah menjadi alternatif untuk pembiayaan berbasis riba. Beberapa bentuk akad jual beli dalam keuangan Islam antara lain:
- Murabahah: Jual beli di mana penjual menyebutkan harga pokok barang dan keuntungan yang diambil. Pembayaran bisa dilakukan secara tunai atau cicilan.
- Salam: Jual beli dengan pembayaran di muka untuk barang yang akan diserahkan kemudian (biasanya untuk produk pertanian).
- Istishna: Jual beli pesanan untuk barang yang akan diproduksi, dengan pembayaran bisa di muka, cicilan, atau di akhir.
3. Sewa (Ijarah)
Akad ijarah menjadi alternatif untuk pembiayaan sewa atau leasing. Dalam ijarah, penyewa membayar sewa atas manfaat yang diperoleh dari aset yang disewakan. Variasi dari ijarah adalah ijarah muntahiya bittamlik, di mana di akhir masa sewa, aset yang disewa bisa dialihkan kepemilikannya kepada penyewa.
4. Sukuk (Obligasi Syariah)
Sukuk merupakan alternatif dari obligasi konvensional yang berbasis bunga. Sukuk merepresentasikan kepemilikan atas aset, usaha, atau investasi tertentu. Keuntungan yang diberikan kepada pemegang sukuk berasal dari kinerja aset atau usaha yang mendasarinya, bukan dari bunga.
5. Takaful (Asuransi Syariah)
Takaful beroperasi berdasarkan prinsip tolong-menolong (ta'awun) dan saling menanggung (takaful) antar peserta. Premi yang dibayarkan peserta dibagi menjadi dana tabarru' (dana kebajikan) dan dana investasi. Surplus underwriting dibagikan kembali kepada peserta, bukan menjadi keuntungan perusahaan.
6. Wakaf Produktif
Wakaf produktif merupakan inovasi dalam pengelolaan aset wakaf agar dapat menghasilkan manfaat ekonomi secara berkelanjutan. Hasil dari wakaf produktif dapat digunakan untuk membiayai berbagai kegiatan sosial dan ekonomi umat.
7. Qardh Hasan
Qardh hasan adalah pinjaman kebajikan tanpa bunga yang diberikan untuk tujuan sosial. Peminjam hanya berkewajiban mengembalikan pokok pinjaman, tanpa tambahan apapun.
8. Zakat, Infaq, dan Shadaqah
Sistem zakat, infaq, dan shadaqah menjadi mekanisme redistribusi kekayaan dalam ekonomi Islam. Selain berfungsi sosial, dana ZIS juga dapat dikelola secara produktif untuk memberdayakan ekonomi umat.
9. Pasar Modal Syariah
Pasar modal syariah menyediakan berbagai instrumen investasi yang sesuai syariah, seperti saham syariah, sukuk, dan reksadana syariah. Screening process dilakukan untuk memastikan emiten dan aktivitas usahanya sesuai dengan prinsip syariah.
10. Fintech Syariah
Perkembangan teknologi finansial (fintech) juga merambah ke sektor syariah. Berbagai platform fintech syariah menawarkan layanan seperti crowdfunding syariah, peer-to-peer lending syariah, dan payment gateway syariah.
Sistem keuangan Islam dengan berbagai alternatifnya ini bertujuan untuk menciptakan ekonomi yang lebih adil, inklusif, dan berkelanjutan. Dengan menerapkan prinsip-prinsip syariah, sistem ini tidak hanya menghindari riba, tetapi juga mempromosikan nilai-nilai etika dan sosial dalam aktivitas ekonomi.
Advertisement
Kesimpulan
Pemahaman tentang riba dan upaya untuk menghindarinya merupakan aspek penting dalam kehidupan ekonomi seorang muslim. Riba, dengan berbagai jenisnya, telah jelas diharamkan dalam Islam karena dampak negatifnya yang signifikan, baik secara individual maupun sosial. Larangan riba bukan sekadar aturan agama, tetapi memiliki hikmah yang mendalam dalam mewujudkan keadilan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Islam tidak hanya melarang riba, tetapi juga menawarkan berbagai alternatif sistem keuangan yang adil dan bebas eksploitasi. Sistem bagi hasil, jual beli syariah, sewa, dan berbagai instrumen keuangan syariah lainnya memberikan pilihan yang luas bagi umat Islam untuk bertransaksi secara halal. Perkembangan ekonomi syariah, termasuk perbankan syariah dan fintech syariah, semakin memudahkan masyarakat untuk menghindari riba dalam kehidupan sehari-hari.
Menghindari riba memang membutuhkan komitmen dan upaya yang konsisten. Namun, dengan pemahaman yang benar dan tekad yang kuat, setiap muslim dapat secara bertahap membebaskan diri dari jeratan riba. Langkah ini tidak hanya bermanfaat secara spiritual, tetapi juga berkontribusi dalam membangun sistem ekonomi yang lebih adil dan berkelanjutan.
Pada akhirnya, upaya menghindari riba dan menerapkan prinsip-prinsip ekonomi syariah bukan hanya tentang kepatuhan terhadap aturan agama, tetapi juga merupakan langkah nyata dalam mewujudkan maqashid syariah (tujuan syariah), yaitu menjaga harta dan menciptakan kemaslahatan bagi umat manusia. Dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip ini, umat Islam dapat berkontribusi dalam membangun peradaban ekonomi yang lebih baik dan sesuai dengan nilai-nilai Islam.