Liputan6.com, Jakarta Playing victim atau berperan sebagai korban adalah perilaku di mana seseorang secara konsisten menempatkan dirinya sebagai pihak yang dirugikan atau menjadi korban dalam berbagai situasi, meskipun kenyataannya tidak selalu demikian. Perilaku ini dapat berdampak negatif pada hubungan interpersonal, kesehatan mental, dan kualitas hidup secara keseluruhan. Mari kita telusuri lebih dalam tentang fenomena playing victim ini.
Arti Playing Victim
Playing victim dapat didefinisikan sebagai kecenderungan seseorang untuk selalu memposisikan diri sebagai korban dalam berbagai situasi, bahkan ketika mereka sebenarnya bukan korban atau memiliki peran dalam masalah yang terjadi. Individu yang menunjukkan perilaku ini sering kali menghindari tanggung jawab atas tindakan mereka sendiri dan lebih memilih untuk menyalahkan orang lain atau keadaan eksternal atas kesulitan yang mereka alami.
Perilaku ini dapat muncul dalam berbagai konteks, seperti hubungan pribadi, lingkungan kerja, atau bahkan dalam interaksi sosial sehari-hari. Orang yang playing victim cenderung memandang diri mereka sebagai pihak yang selalu dirugikan, tidak berdaya, atau tidak mampu mengubah situasi mereka. Mereka mungkin sering mengeluh tentang ketidakadilan hidup, menggunakan manipulasi emosional untuk mendapatkan simpati, atau menolak untuk mengambil tindakan proaktif untuk memperbaiki keadaan mereka.
Penting untuk dipahami bahwa playing victim berbeda dengan menjadi korban yang sebenarnya. Korban sejati mengalami peristiwa traumatis atau situasi yang benar-benar di luar kendali mereka, sementara orang yang playing victim sering kali memilih untuk melihat diri mereka sebagai korban meskipun mereka memiliki kemampuan untuk mengubah situasi mereka.
Advertisement
Ciri-Ciri Perilaku Playing Victim
Mengenali ciri-ciri perilaku playing victim sangat penting untuk memahami dan mengatasi masalah ini. Berikut adalah beberapa karakteristik umum yang sering ditunjukkan oleh individu yang cenderung berperan sebagai korban:
- Selalu menyalahkan orang lain: Mereka jarang mengakui kesalahan sendiri dan lebih suka mencari kambing hitam untuk masalah yang mereka hadapi.
- Menolak tanggung jawab: Orang yang playing victim sering menghindari tanggung jawab atas tindakan dan keputusan mereka sendiri.
- Mencari perhatian dan simpati: Mereka cenderung melebih-lebihkan masalah mereka untuk mendapatkan perhatian dan dukungan dari orang lain.
- Pesimisme kronis: Mereka sering memiliki pandangan negatif tentang hidup dan merasa tidak berdaya untuk mengubah situasi mereka.
- Manipulasi emosional: Menggunakan rasa bersalah, malu, atau rasa kasihan untuk memanipulasi orang lain agar memenuhi keinginan mereka.
- Ketidakmampuan untuk menerima kritik: Mereka sangat sensitif terhadap kritik dan sering menganggapnya sebagai serangan pribadi.
- Kecenderungan untuk membesar-besarkan masalah: Masalah kecil sering dibuat seolah-olah menjadi bencana besar dalam hidup mereka.
- Kurangnya inisiatif: Mereka jarang mengambil langkah proaktif untuk menyelesaikan masalah atau memperbaiki situasi mereka.
- Pola pikir "semua atau tidak sama sekali": Mereka cenderung melihat situasi dalam ekstrem, tanpa nuansa atau area abu-abu.
- Ketergantungan berlebihan pada orang lain: Mereka sering bergantung pada orang lain untuk dukungan emosional dan pemecahan masalah.
Memahami ciri-ciri ini dapat membantu kita mengidentifikasi perilaku playing victim, baik dalam diri sendiri maupun orang lain. Penting untuk diingat bahwa seseorang mungkin tidak menunjukkan semua ciri-ciri ini, dan intensitas perilaku dapat bervariasi dari satu individu ke individu lain.
Penyebab Seseorang Menjadi Playing Victim
Perilaku playing victim tidak muncul begitu saja, melainkan sering kali berakar dari berbagai faktor psikologis dan pengalaman hidup. Memahami penyebab di balik perilaku ini sangat penting untuk mengatasinya secara efektif. Berikut adalah beberapa faktor yang dapat berkontribusi pada kecenderungan seseorang untuk berperan sebagai korban:
- Pengalaman masa kecil yang traumatis: Individu yang mengalami pelecehan, pengabaian, atau trauma di masa kecil mungkin mengembangkan pola pikir korban sebagai mekanisme pertahanan.
- Pola asuh yang tidak sehat: Orang tua yang terlalu melindungi atau sebaliknya, yang tidak memberikan dukungan emosional yang cukup, dapat mempengaruhi perkembangan kemandirian dan tanggung jawab anak.
- Rendahnya harga diri: Individu dengan harga diri rendah mungkin merasa tidak mampu mengatasi tantangan hidup dan lebih memilih untuk mengambil peran korban.
- Kecemasan dan depresi: Kondisi kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi dapat membuat seseorang merasa tidak berdaya dan cenderung melihat diri mereka sebagai korban keadaan.
- Kurangnya keterampilan coping: Ketidakmampuan untuk mengatasi stres dan tantangan hidup secara efektif dapat mendorong seseorang untuk mengadopsi perilaku playing victim.
- Pengalaman viktimisasi sebelumnya: Orang yang pernah menjadi korban sebenarnya dalam situasi tertentu mungkin terus mempertahankan identitas korban bahkan setelah situasi berubah.
- Kebutuhan akan perhatian dan validasi: Beberapa orang mungkin menggunakan perilaku playing victim sebagai cara untuk mendapatkan perhatian dan dukungan emosional dari orang lain.
- Pola pikir pesimis: Pandangan hidup yang sangat negatif dapat membuat seseorang cenderung melihat diri mereka sebagai korban dari keadaan.
- Kurangnya rasa tanggung jawab pribadi: Beberapa individu mungkin merasa lebih nyaman menyalahkan orang lain daripada mengambil tanggung jawab atas hidup mereka sendiri.
- Pengaruh sosial dan budaya: Beberapa lingkungan sosial atau budaya mungkin secara tidak langsung mendorong perilaku playing victim sebagai norma yang diterima.
Penting untuk dicatat bahwa penyebab playing victim sering kali kompleks dan melibatkan kombinasi dari beberapa faktor ini. Memahami akar penyebab dapat membantu dalam mengembangkan strategi yang efektif untuk mengatasi perilaku ini, baik dalam diri sendiri maupun ketika berhadapan dengan orang lain yang menunjukkan kecenderungan playing victim.
Advertisement
Dampak Negatif Playing Victim
Perilaku playing victim dapat memiliki konsekuensi yang signifikan dan merugikan bagi individu yang melakukannya serta orang-orang di sekitarnya. Memahami dampak negatif ini penting untuk menyadari pentingnya mengatasi perilaku tersebut. Berikut adalah beberapa dampak negatif dari playing victim:
- Hubungan interpersonal yang terganggu: Playing victim dapat merusak hubungan dengan keluarga, teman, dan rekan kerja. Orang lain mungkin merasa lelah atau frustrasi menghadapi keluhan dan sikap negatif yang terus-menerus.
- Penurunan kesehatan mental: Perilaku ini dapat memperkuat perasaan tidak berdaya dan depresi, menciptakan siklus negatif yang sulit diputus.
- Hambatan dalam pengembangan diri: Dengan selalu memposisikan diri sebagai korban, seseorang mungkin kehilangan kesempatan untuk belajar, tumbuh, dan berkembang dari pengalaman hidup.
- Kesulitan dalam karir: Di lingkungan kerja, perilaku playing victim dapat menghambat kemajuan karir dan mengganggu dinamika tim.
- Ketergantungan emosional: Orang yang playing victim sering bergantung pada orang lain untuk dukungan emosional, yang dapat menjadi beban bagi orang-orang terdekat mereka.
- Penurunan kualitas hidup: Fokus yang terus-menerus pada aspek negatif dapat menghalangi seseorang dari menikmati dan menghargai hal-hal positif dalam hidup.
- Kesulitan dalam pemecahan masalah: Dengan selalu menyalahkan faktor eksternal, individu mungkin tidak mengembangkan keterampilan pemecahan masalah yang efektif.
- Isolasi sosial: Seiring waktu, perilaku playing victim dapat membuat orang lain menjauh, menyebabkan isolasi sosial.
- Peningkatan stres: Persepsi terus-menerus sebagai korban dapat meningkatkan tingkat stres dan kecemasan.
- Kehilangan kesempatan: Sikap pesimis dan pasif yang sering menyertai perilaku playing victim dapat menyebabkan seseorang melewatkan peluang positif dalam hidup.
Menyadari dampak negatif ini dapat menjadi motivasi kuat bagi individu untuk mengubah pola pikir dan perilaku mereka. Penting untuk diingat bahwa meskipun mengubah kebiasaan playing victim mungkin sulit, manfaat jangka panjangnya sangat besar bagi kesejahteraan mental, emosional, dan sosial seseorang.
Cara Mengatasi Perilaku Playing Victim
Mengatasi perilaku playing victim membutuhkan kesadaran diri, komitmen untuk berubah, dan seringkali dukungan dari orang lain. Berikut adalah beberapa strategi yang dapat membantu seseorang mengatasi kecenderungan untuk berperan sebagai korban:
- Mengakui perilaku: Langkah pertama adalah mengenali dan mengakui bahwa Anda memiliki kecenderungan untuk playing victim. Ini membutuhkan kejujuran dan introspeksi yang mendalam.
- Mengembangkan pola pikir bertanggung jawab: Mulailah mengambil tanggung jawab atas tindakan dan keputusan Anda sendiri. Fokus pada apa yang dapat Anda kontrol, bukan pada hal-hal di luar kendali Anda.
- Praktikkan pemikiran positif: Cobalah untuk melihat sisi positif dari situasi dan fokus pada solusi daripada masalah. Ini dapat membantu mengubah perspektif Anda secara keseluruhan.
- Belajar keterampilan coping yang sehat: Kembangkan strategi yang efektif untuk mengatasi stres dan tantangan hidup, seperti meditasi, olahraga, atau hobi yang menenangkan.
- Tetapkan tujuan dan ambil tindakan: Mulailah dengan tujuan kecil dan dapat dicapai, lalu ambil langkah-langkah konkret untuk mencapainya. Ini dapat membangun rasa percaya diri dan kemandirian.
- Praktikkan empati: Cobalah untuk memahami perspektif orang lain dan hindari asumsi bahwa orang lain selalu bermaksud buruk.
- Belajar dari pengalaman: Alih-alih melihat kegagalan sebagai bukti ketidakmampuan, anggaplah sebagai kesempatan untuk belajar dan tumbuh.
- Cari dukungan profesional: Terapi atau konseling dapat sangat membantu dalam mengatasi akar penyebab perilaku playing victim dan mengembangkan strategi coping yang lebih sehat.
- Praktikkan penerimaan: Terima bahwa hidup terkadang tidak adil, tetapi fokus pada bagaimana Anda dapat merespons secara konstruktif terhadap tantangan.
- Kembangkan harga diri: Fokus pada kekuatan dan prestasi Anda, sekecil apapun itu. Bangun citra diri yang positif dan realistis.
- Latih asertivitas: Belajarlah untuk mengekspresikan kebutuhan dan perasaan Anda secara jelas dan hormat, tanpa menyalahkan orang lain.
- Praktikkan rasa syukur: Luangkan waktu setiap hari untuk mengakui hal-hal positif dalam hidup Anda, tidak peduli seberapa kecil.
Ingatlah bahwa mengubah pola pikir dan perilaku yang sudah lama tertanam membutuhkan waktu dan kesabaran. Jangan ragu untuk mencari dukungan dari teman, keluarga, atau profesional kesehatan mental dalam perjalanan Anda menuju pola pikir yang lebih positif dan bertanggung jawab.
Advertisement
Tips Menghindari Perilaku Playing Victim
Menghindari perilaku playing victim adalah langkah penting dalam meningkatkan kualitas hidup dan hubungan interpersonal. Berikut adalah beberapa tips praktis yang dapat membantu Anda menghindari kecenderungan untuk berperan sebagai korban:
- Praktikkan kesadaran diri: Perhatikan pikiran dan perasaan Anda. Ketika Anda mulai merasa seperti korban, tanyakan pada diri sendiri apakah persepsi ini akurat dan membantu.
- Ubah narasi internal: Ganti pernyataan negatif seperti "Ini selalu terjadi padaku" dengan yang lebih realistis dan konstruktif seperti "Ini adalah tantangan, tapi aku bisa mengatasinya."
- Fokus pada solusi: Alih-alih terpaku pada masalah, arahkan energi Anda untuk mencari solusi. Tanyakan pada diri sendiri, "Apa yang bisa aku lakukan untuk memperbaiki situasi ini?"
- Praktikkan rasa syukur: Luangkan waktu setiap hari untuk mencatat hal-hal yang Anda syukuri. Ini dapat membantu mengubah fokus dari negatif ke positif.
- Ambil tanggung jawab: Akui peran Anda dalam situasi yang Anda hadapi. Tanyakan pada diri sendiri, "Bagaimana kontribusiku dalam situasi ini?"
- Tetapkan batasan yang sehat: Belajarlah untuk mengatakan "tidak" dan menetapkan batasan dengan orang lain. Ini dapat membantu Anda merasa lebih berdaya.
- Praktikkan empati: Cobalah untuk memahami perspektif orang lain. Ini dapat membantu Anda menghindari asumsi bahwa orang lain selalu bermaksud buruk.
- Jaga kesehatan fisik: Olahraga teratur, tidur yang cukup, dan makan makanan bergizi dapat meningkatkan suasana hati dan ketahanan mental Anda.
- Kembangkan hobi dan minat: Memiliki kegiatan yang Anda nikmati dapat meningkatkan rasa percaya diri dan memberikan perspektif yang lebih luas tentang hidup.
- Belajar dari kegagalan: Lihat kegagalan sebagai kesempatan untuk belajar dan tumbuh, bukan sebagai bukti ketidakmampuan Anda.
- Praktikkan penerimaan: Terima bahwa ada hal-hal dalam hidup yang di luar kendali Anda. Fokus pada apa yang dapat Anda kontrol.
- Cari dukungan positif: Kelilingi diri Anda dengan orang-orang yang mendukung dan menginspirasi Anda untuk menjadi versi terbaik dari diri Anda.
- Tetapkan tujuan realistis: Buat tujuan yang dapat dicapai dan bekerja secara bertahap untuk mencapainya. Ini dapat membangun rasa pencapaian dan kemandirian.
- Praktikkan self-compassion: Perlakukan diri Anda dengan kebaikan dan pengertian, terutama saat menghadapi kesulitan.
- Lakukan refleksi reguler: Luangkan waktu untuk merefleksikan tindakan dan keputusan Anda. Ini dapat membantu Anda mengidentifikasi pola perilaku dan membuat perubahan yang diperlukan.
Ingatlah bahwa menghindari perilaku playing victim adalah proses yang berkelanjutan. Diperlukan kesabaran dan latihan konsisten untuk mengubah pola pikir dan perilaku yang sudah lama tertanam. Jangan ragu untuk mencari bantuan profesional jika Anda merasa kesulitan mengatasi kecenderungan ini sendiri.
Perbedaan Playing Victim dan Korban Sebenarnya
Memahami perbedaan antara playing victim dan menjadi korban sebenarnya sangat penting untuk mengenali dan mengatasi perilaku yang tidak sehat. Berikut adalah beberapa perbedaan kunci antara keduanya:
- Situasi objektif:
- Korban sebenarnya: Mengalami peristiwa atau situasi yang secara objektif merugikan atau berbahaya, seperti kejahatan, bencana alam, atau pelecehan.
- Playing victim: Cenderung melebih-lebihkan atau bahkan menciptakan situasi di mana mereka merasa dirugikan, meskipun secara objektif situasinya mungkin tidak seburuk yang mereka gambarkan.
- Respon terhadap bantuan:
- Korban sebenarnya: Umumnya menerima bantuan dengan tulus dan berusaha untuk pulih atau mengatasi situasi mereka.
- Playing victim: Mungkin menolak bantuan atau solusi yang ditawarkan, lebih memilih untuk mempertahankan status mereka sebagai "korban".
- Pola perilaku:
- Korban sebenarnya: Pengalaman sebagai korban biasanya terbatas pada insiden atau periode tertentu.
- Playing victim: Menunjukkan pola konsisten merasa dan bertindak sebagai korban dalam berbagai situasi hidup.
- Tanggung jawab:
- Korban sebenarnya: Umumnya tidak bertanggung jawab atas situasi yang mereka alami.
- Playing victim: Sering menghindari tanggung jawab atas tindakan atau keputusan mereka sendiri yang mungkin berkontribusi pada situasi mereka.
- Fokus:
- Korban sebenarnya: Cenderung fokus pada pemulihan dan bergerak maju setelah pengalaman traumatis.
- Playing victim: Sering terpaku pada perasaan ketidakadilan dan terus-menerus mencari simpati atau perhatian.
- Dampak pada orang lain:
- Korban sebenarnya: Orang lain umumnya merasa empati dan ingin membantu.
- Playing victim: Seiring waktu, perilaku ini dapat membuat orang lain merasa lelah, frustrasi, atau bahkan menjauh.
- Perubahan seiring waktu:
- Korban sebenarnya: Biasanya menunjukkan perkembangan dan pemulihan seiring berjalannya waktu.
- Playing victim: Cenderung mempertahankan peran korban bahkan ketika situasi atau waktu telah berubah.
- Perspektif:
- Korban sebenarnya: Mungkin memiliki pandangan yang lebih realistis tentang situasi mereka dan kemampuan mereka untuk mengatasinya.
- Playing victim: Sering memiliki pandangan yang sangat negatif atau terdistorsi tentang situasi dan kemampuan mereka.
Penting untuk diingat bahwa perbedaan ini tidak selalu jelas dan tegas. Seseorang yang pernah menjadi korban sebenarnya mungkin mengembangkan perilaku playing victim sebagai mekanisme coping. Sebaliknya, seseorang yang cenderung playing victim mungkin juga mengalami situasi di mana mereka benar-benar menjadi korban. Memahami nuansa ini penting untuk memberikan dukungan yang tepat dan mendorong pola pikir dan perilaku yang lebih sehat.
Advertisement
Playing Victim dalam Hubungan
Perilaku playing victim dapat memiliki dampak yang signifikan pada hubungan interpersonal, baik itu hubungan romantis, persahabatan, atau hubungan keluarga. Berikut adalah beberapa aspek penting tentang playing victim dalam konteks hubungan:
- Dampak pada pasangan atau teman:
- Kelelahan emosional: Pasangan atau teman dari orang yang playing victim sering merasa terkuras secara emosional karena harus terus-menerus memberikan dukungan dan validasi.
- Frustrasi: Mereka mungkin merasa frustrasi karena upaya mereka untuk membantu atau memberikan solusi sering diabaikan atau ditolak.
- Rasa bersalah: Playing victim dapat membuat orang lain merasa bersalah, bahkan untuk hal-hal yang bukan tanggung jawab mereka.
- Dinamika hubungan yang tidak sehat:
- Ketidakseimbangan: Hubungan dapat menjadi tidak seimbang, dengan satu pihak selalu berperan sebagai "penyelamat" dan yang lain sebagai "korban".
- Manipulasi emosional: Playing victim dapat digunakan sebagai alat untuk memanipulasi perasaan dan tindakan orang lain.
- Kurangnya intimasi: Fokus yang terus-menerus pada masalah dan keluhan dapat menghambat perkembangan intimasi yang sehat dalam hubungan.
- Komunikasi yang terganggu:
- Dialog satu arah: Percakapan sering didominasi oleh keluhan dan masalah dari pihak yang playing victim.
- Kesulitan dalam penyelesaian konflik: Playing victim dapat menghalangi resolusi konflik yang konstruktif karena satu pihak selalu merasa benar atau dirugikan.
- Dampak jangka panjang:
- Erosi kepercayaan: Seiring waktu, perilaku playing victim dapat mengikis kepercayaan dalam hubungan.
- Jarak emosional: Pasangan atau teman mungkin mulai menjauh secara emosional untuk melindungi diri mereka sendiri.
- Berakhirnya hubungan: Dalam kasus yang ekstrem, perilaku ini dapat menyebabkan berakhirnya hubungan.
- Cara mengatasi dalam hubungan:
- Komunikasi terbuka: Diskusikan perasaan dan kekhawatiran secara jujur dan tanpa menyalahkan.
- Tetapkan batasan: Pasangan atau teman perlu menetapkan batasan yang jelas tentang apa yang dapat mereka terima dan lakukan.
- Dorong tanggung jawab: Bantu individu yang playing victim untuk mengambil tanggung jawab atas tindakan dan perasaan mereka sendiri.
- Fokus pada solusi: Alihkan fokus dari masalah ke solusi dan tindakan positif yang dapat diambil.
- Pertimbangkan terapi pasangan atau keluarga: Bantuan profesional dapat membantu mengatasi pola perilaku yang tidak sehat dalam hubungan.
Mengenali dan mengatasi perilaku playing victim dalam hubungan membutuhkan kesabaran, komunikasi yang jujur, dan seringkali bantuan profesional. Penting bagi kedua belah pihak untuk bekerja sama dalam menciptakan dinamika hubungan yang lebih sehat dan seimbang.
Playing Victim di Lingkungan Kerja
Perilaku playing victim di lingkungan kerja dapat memiliki dampak signifikan pada produktivitas, dinamika tim, dan atmosfer kerja secara keseluruhan. Berikut adalah beberapa aspek penting tentang playing victim dalam konteks pekerjaan:
- Manifestasi di tempat kerja:
- Mengeluh berlebihan: Selalu mengeluhkan beban kerja, rekan kerja, atau kebijakan perusahaan tanpa mengambil tindakan konstruktif.
- Menghindari tanggung jawab: Sering menyalahkan orang lain atau keadaan atas kegagalan atau kesalahan mereka sendiri.
- Resistensi terhadap perubahan: Melihat seti ap perubahan sebagai ancaman atau ketidakadilan terhadap mereka.
- Mencari perhatian: Berusaha mendapatkan simpati dari rekan kerja atau atasan dengan melebih-lebihkan kesulitan yang mereka hadapi.
- Dampak pada tim dan organisasi:
- Penurunan moral tim: Sikap negatif dapat menyebar dan mempengaruhi semangat kerja seluruh tim.
- Hambatan produktivitas: Waktu dan energi yang seharusnya digunakan untuk pekerjaan terbuang untuk menangani keluhan dan drama.
- Konflik interpersonal: Perilaku ini dapat menciptakan ketegangan dan konflik dengan rekan kerja.
- Hambatan inovasi: Resistensi terhadap perubahan dapat menghambat kreativitas dan inovasi dalam organisasi.
- Tantangan bagi manajemen:
- Kesulitan dalam memberikan umpan balik: Karyawan yang playing victim mungkin sangat sensitif terhadap kritik konstruktif.
- Pengelolaan kinerja: Sulit untuk meningkatkan kinerja ketika karyawan tidak mengakui peran mereka dalam masalah yang terjadi.
- Dampak pada evaluasi: Perilaku ini dapat mempengaruhi penilaian kinerja dan peluang promosi.
- Strategi mengatasi di tempat kerja:
- Komunikasi yang jelas: Tetapkan ekspektasi dan tanggung jawab dengan jelas untuk menghindari kesalahpahaman.
- Fokus pada solusi: Dorong karyawan untuk mengusulkan solusi daripada hanya mengeluhkan masalah.
- Pembinaan dan mentoring: Bantu karyawan mengembangkan keterampilan pemecahan masalah dan resiliensi.
- Penghargaan atas inisiatif: Berikan pengakuan kepada karyawan yang mengambil tanggung jawab dan menunjukkan sikap proaktif.
- Pelatihan keterampilan interpersonal: Sediakan pelatihan tentang komunikasi efektif dan manajemen konflik.
- Menciptakan budaya kerja positif:
- Transparansi: Pastikan ada komunikasi terbuka tentang kebijakan dan keputusan perusahaan.
- Dukungan: Ciptakan lingkungan di mana karyawan merasa didukung untuk menghadapi tantangan.
- Akuntabilitas: Terapkan sistem yang mendorong akuntabilitas personal dan tim.
- Pengembangan profesional: Tawarkan peluang untuk pertumbuhan dan pengembangan keterampilan.
Mengatasi perilaku playing victim di tempat kerja membutuhkan pendekatan yang seimbang antara empati dan ketegasan. Penting bagi manajemen untuk mengenali pola perilaku ini sejak dini dan mengambil langkah-langkah proaktif untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih positif dan produktif. Dengan menerapkan strategi yang tepat, organisasi dapat membantu karyawan mengembangkan pola pikir yang lebih konstruktif dan bertanggung jawab, yang pada akhirnya akan menguntungkan individu maupun perusahaan secara keseluruhan.
Advertisement
Playing Victim dalam Keluarga
Perilaku playing victim dalam konteks keluarga dapat memiliki dampak yang mendalam dan jangka panjang pada dinamika keluarga dan kesejahteraan emosional setiap anggota keluarga. Berikut adalah beberapa aspek penting tentang playing victim dalam lingkungan keluarga:
- Manifestasi dalam keluarga:
- Manipulasi emosional: Menggunakan rasa bersalah atau simpati untuk mendapatkan perhatian atau kontrol.
- Menghindari tanggung jawab: Selalu menyalahkan anggota keluarga lain atas masalah pribadi atau keluarga.
- Dramatisasi: Melebih-lebihkan masalah kecil menjadi krisis besar.
- Ketergantungan berlebihan: Mengandalkan anggota keluarga lain untuk menyelesaikan masalah pribadi.
- Dampak pada anggota keluarga:
- Stres dan kecemasan: Anggota keluarga lain mungkin merasa terus-menerus khawatir atau cemas tentang "korban".
- Rasa bersalah: Sering merasa bersalah karena tidak dapat "menyelamatkan" atau membantu cukup.
- Frustrasi: Merasa frustrasi karena upaya untuk membantu sering diabaikan atau tidak dihargai.
- Konflik: Dapat menyebabkan perselisihan antara anggota keluarga yang mendukung dan yang frustrasi dengan perilaku tersebut.
- Pola intergenerasi:
- Pembelajaran sosial: Anak-anak mungkin meniru perilaku playing victim yang mereka lihat dari orang tua atau saudara.
- Siklus disfungsional: Perilaku ini dapat menciptakan siklus disfungsional yang berlanjut dari satu generasi ke generasi berikutnya.
- Dampak pada hubungan keluarga:
- Ketidakseimbangan: Satu anggota keluarga mungkin selalu menjadi fokus perhatian, mengabaikan kebutuhan anggota lain.
- Erosi kepercayaan: Perilaku manipulatif dapat merusak kepercayaan antar anggota keluarga.
- Hambatan komunikasi: Komunikasi yang sehat menjadi sulit ketika satu pihak selalu memposisikan diri sebagai korban.
- Strategi mengatasi dalam keluarga:
- Komunikasi terbuka: Dorong diskusi jujur tentang perasaan dan kekhawatiran setiap anggota keluarga.
- Tetapkan batasan: Anggota keluarga perlu menetapkan batasan yang jelas tentang perilaku yang dapat diterima.
- Fokus pada solusi: Alihkan fokus dari masalah ke solusi dan tindakan positif yang dapat diambil.
- Terapi keluarga: Pertimbangkan untuk mencari bantuan profesional untuk mengatasi pola perilaku yang tidak sehat.
- Pemberdayaan: Dorong kemandirian dan tanggung jawab pribadi pada setiap anggota keluarga.
- Peran orang tua:
- Modeling: Orang tua harus menunjukkan perilaku yang bertanggung jawab dan resilient.
- Konsistensi: Terapkan konsekuensi yang konsisten untuk perilaku playing victim.
- Penguatan positif: Berikan pujian dan penghargaan untuk perilaku yang bertanggung jawab dan proaktif.
- Membangun resiliensi keluarga:
- Keterampilan coping: Ajarkan dan praktikkan keterampilan mengatasi masalah yang sehat.
- Dukungan emosional: Ciptakan lingkungan di mana anggota keluarga merasa aman untuk mengekspresikan perasaan mereka.
- Fleksibilitas: Kembangkan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan dan tantangan.
- Perspektif positif: Fokus pada kekuatan keluarga dan kemampuan untuk mengatasi kesulitan bersama.
Mengatasi perilaku playing victim dalam keluarga membutuhkan kesabaran, konsistensi, dan seringkali bantuan profesional. Penting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung di mana setiap anggota keluarga merasa dihargai dan didorong untuk mengambil tanggung jawab atas tindakan dan perasaan mereka sendiri. Dengan upaya bersama, keluarga dapat membangun dinamika yang lebih sehat dan mendukung pertumbuhan emosional setiap anggotanya.
Mengenali Diri Sendiri: Apakah Saya Playing Victim?
Mengenali perilaku playing victim dalam diri sendiri adalah langkah penting menuju perubahan positif dan pengembangan diri. Berikut adalah beberapa cara untuk mengevaluasi apakah Anda mungkin terlibat dalam perilaku playing victim:
- Tanda-tanda perilaku playing victim:
- Selalu merasa tidak berdaya: Anda sering merasa bahwa Anda tidak memiliki kontrol atas hidup Anda.
- Menyalahkan orang lain: Anda cenderung menyalahkan orang lain atau keadaan atas masalah Anda.
- Pesimisme kronis: Anda selalu mengharapkan yang terburuk dan merasa bahwa hal-hal buruk selalu terjadi pada Anda.
- Mencari simpati: Anda sering menceritakan masalah Anda kepada orang lain dengan harapan mendapatkan simpati.
- Menolak solusi: Ketika orang lain menawarkan saran atau solusi, Anda cenderung menolaknya atau menemukan alasan mengapa itu tidak akan berhasil.
- Ketergantungan emosional: Anda sangat bergantung pada dukungan emosional orang lain.
- Menghindari tanggung jawab: Anda sering menghindari mengambil tanggung jawab atas keputusan atau tindakan Anda.
- Pertanyaan reflektif untuk diri sendiri:
- Apakah saya sering merasa bahwa hidup tidak adil khususnya terhadap saya?
- Apakah saya sering membandingkan diri saya dengan orang lain dan merasa bahwa mereka selalu lebih beruntung?
- Apakah saya kesulitan menerima kritik konstruktif tanpa merasa diserang secara pribadi?
- Apakah saya sering merasa bahwa saya tidak memiliki pilihan dalam situasi sulit?
- Apakah saya cenderung melihat diri saya sebagai korban dalam sebagian besar interaksi atau situasi?
- Mengakui perilaku:
- Kejujuran diri: Berani untuk jujur dengan diri sendiri tentang pola pikir dan perilaku Anda.
- Menerima tanggung jawab: Akui bahwa Anda memiliki peran dalam situasi yang Anda hadapi.
- Mengenali pola: Perhatikan situasi atau trigger yang sering memicu respons playing victim.
- Langkah-langkah menuju perubahan:
- Praktikkan mindfulness: Sadari pikiran dan perasaan Anda tanpa menghakimi.
- Ubah narasi internal: Ganti pikiran negatif dengan yang lebih realistis dan konstruktif.
- Fokus pada apa yang dapat dikontrol: Identifikasi aspek-aspek dalam hidup Anda yang dapat Anda pengaruhi dan fokus pada itu.
- Kembangkan resiliensi: Belajar keterampilan coping yang sehat untuk menghadapi tantangan.
- Tetapkan tujuan: Buat tujuan kecil yang dapat dicapai dan bekerja menuju pencapaiannya.
- Mencari bantuan profesional:
- Terapi: Pertimbangkan untuk berkonsultasi dengan terapis atau konselor untuk membantu Anda mengatasi pola pikir dan perilaku yang tidak sehat.
- Grup dukungan: Bergabung dengan grup dukungan dapat memberikan perspektif dan dorongan dari orang lain yang menghadapi tantangan serupa.
- Membangun harga diri:
- Afirmasi positif: Praktikkan afirmasi positif untuk memperkuat citra diri yang sehat.
- Merayakan keberhasilan: Akui dan rayakan pencapaian Anda, sekecil apapun itu.
- Belajar keterampilan baru: Mengembangkan keterampilan baru dapat meningkatkan rasa percaya diri dan kemandirian.
- Mengembangkan pola pikir bertumbuh:
- Lihat tantangan sebagai peluang: Ubah perspektif Anda tentang kesulitan menjadi kesempatan untuk belajar dan tumbuh.
- Praktikkan rasa syukur: Fokus pada hal-hal positif dalam hidup Anda dapat membantu mengubah pola pikir negatif.
- Belajar dari kegagalan: Lihat kegagalan sebagai bagian dari proses pembelajaran, bukan sebagai bukti ketidakmampuan.
Mengenali dan mengakui perilaku playing victim dalam diri sendiri membutuhkan keberanian dan kejujuran. Ingatlah bahwa perubahan adalah proses yang membutuhkan waktu dan kesabaran. Dengan komitmen untuk pertumbuhan pribadi dan dukungan yang tepat, Anda dapat mengembangkan pola pikir yang lebih positif dan bertanggung jawab, yang akan membawa dampak positif pada berbagai aspek kehidupan Anda.
Advertisement
Cara Membantu Orang Lain yang Playing Victim
Membantu seseorang yang menunjukkan perilaku playing victim dapat menjadi tantangan, tetapi dengan pendekatan yang tepat, Anda dapat mendukung mereka untuk mengembangkan pola pikir yang lebih sehat. Berikut adalah beberapa strategi untuk membantu orang lain yang cenderung berperan sebagai korban:
- Mendengarkan dengan empati:
- Berikan perhatian penuh: Dengarkan tanpa menghakimi untuk memahami perspektif mereka.
- Validasi perasaan: Akui bahwa perasaan mereka valid, meskipun Anda mungkin tidak setuju dengan interpretasi mereka tentang situasi.
- Hindari interupsi: Biarkan mereka mengekspresikan diri sepenuhnya sebelum merespons.
- Mendorong perspektif alternatif:
- Ajukan pertanyaan reflektif: Bantu mereka melihat situasi dari sudut pandang yang berbeda dengan pertanyaan yang mendorong pemikiran kritis.
- Tawarkan sudut pandang lain: Dengan lembut, sajikan interpretasi alternatif tentang situasi yang mereka hadapi.
- Fokus pada solusi: Alihkan percakapan dari masalah ke potensi solusi atau tindakan yang dapat diambil.
- Mendukung kemandirian:
- Dorong pengambilan keputusan: Bantu mereka mengidentifikasi pilihan yang mereka miliki dan mendukung mereka dalam membuat keputusan sendiri.
- Berikan pujian atas inisiatif: Akui dan puji setiap langkah positif yang mereka ambil, sekecil apapun itu.
- Hindari menyelesaikan masalah untuk mereka: Alih-alih memberikan solusi langsung, bantu mereka mengembangkan keterampilan pemecahan masalah mereka sendiri.
- Menetapkan batasan yang sehat:
- Komunikasikan batasan Anda: Jelaskan dengan jelas apa yang dapat dan tidak dapat Anda lakukan untuk membantu.
- Konsisten: Pertahankan batasan yang telah Anda tetapkan untuk menghindari enabling perilaku playing victim.
- Praktikkan self-care: Pastikan Anda menjaga kesejahteraan emosional Anda sendiri saat membantu orang lain.
- Mendorong tanggung jawab pribadi:
- Tanyakan tentang peran mereka: Dengan lembut, dorong mereka untuk merefleksikan bagaimana tindakan mereka mungkin berkontribusi pada situasi.
- Fokus pada apa yang dapat dikontrol: Bantu mereka mengidentifikasi aspek-aspek situasi yang dapat mereka pengaruhi atau ubah.
- Dorong penetapan tujuan: Bantu mereka menetapkan tujuan realistis dan rencana tindakan untuk mencapainya.
- Memberikan dukungan praktis:
- Tawarkan sumber daya: Berikan informasi tentang layanan dukungan, buku self-help, atau sumber daya lain yang mungkin bermanfaat.
- Modelkan perilaku positif: Tunjukkan cara mengatasi tantangan dengan sikap yang konstruktif dan bertanggung jawab.
- Ajak untuk aktivitas positif: Dorong mereka untuk terlibat dalam kegiatan yang dapat meningkatkan mood dan harga diri.
- Mengenali keterbatasan:
- Akui bahwa perubahan membutuhkan waktu: Bersabarlah dan ingat bahwa mengubah pola pikir yang sudah lama tertanam membutuhkan waktu.
- Jangan memaksa perubahan: Perubahan harus datang dari dalam diri mereka sendiri; Anda hanya dapat mendukung dan mendorong.
- Ketahui kapan merujuk ke profesional: Jika situasinya tampak terlalu kompleks atau berat, sarankan mereka untuk mencari bantuan profesional.
- Merayakan kemajuan:
- Akui langkah-langkah kecil: Berikan pengakuan atas setiap upaya positif yang mereka lakukan, sekecil apapun itu.
- Dorong refleksi positif: Bantu mereka mengenali dan menghargai kemajuan yang telah mereka buat.
- Berikan dukungan berkelanjutan: Tunjukkan bahwa Anda menghargai upaya mereka dan akan terus mendukung mereka dalam perjalanan pertumbuhan mereka.
Membantu seseorang yang menunjukkan perilaku playing victim membutuhkan kesabaran, empati, dan konsistensi. Ingatlah bahwa perubahan harus datang dari dalam diri mereka sendiri, dan peran Anda adalah untuk mendukung dan mendorong, bukan untuk "memperbaiki" mereka. Dengan pendekatan yang tepat dan dukungan yang konsisten, Anda dapat membantu mereka mengembangkan pola pikir yang lebih positif dan bertanggung jawab, yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas hidup mereka secara keseluruhan.
Terapi dan Pengobatan untuk Playing Victim
Meskipun playing victim bukanlah diagnosis klinis, perilaku ini sering terkait dengan masalah kesehatan mental yang lebih luas dan dapat ditangani melalui berbagai pendekatan terapi. Berikut adalah beberapa metode terapi dan pengobatan yang dapat membantu individu mengatasi kecenderungan playing victim:
- Terapi Kognitif-Perilaku (CBT):
- Fokus: CBT membantu individu mengidentifikasi dan mengubah pola pikir negatif yang mendasari perilaku playing victim.
- Teknik: Melibatkan restrukturisasi kognitif, di mana klien belajar menantang dan mengubah pikiran tidak rasional.
- Manfaat: Efektif dalam mengurangi gejala depresi dan kecemasan yang sering menyertai perilaku playing victim.
- Terapi Penerimaan dan Komitmen (ACT):
- Fokus: ACT mengajarkan individu untuk menerima pikiran dan perasaan sulit tanpa penilaian, sambil berkomitmen pada tindakan yang selaras dengan nilai-nilai mereka.
- Teknik: Menggunakan mindfulness dan strategi penerimaan untuk mengurangi penderitaan psikologis.
- Manfaat: Membantu individu mengembangkan fleksibilitas psikologis dan mengurangi kecenderungan untuk terjebak dalam peran korban.
- Terapi Dialektika Perilaku (DBT):
- Fokus: DBT menggabungkan teknik mindfulness dengan strategi regulasi emosi dan toleransi distres.
- Teknik: Melibatkan pelatihan keterampilan dalam empat area utama: mindfulness, toleransi distres, regulasi emosi, dan efektivitas interpersonal.
- Manfaat: Sangat membantu bagi individu yang mengalami kesulitan mengelola emosi intens dan hubungan interpersonal.
- Psikoterapi Psikodinamik:
- Fokus: Menelusuri akar penyebab perilaku playing victim dalam pengalaman masa lalu dan hubungan awal.
- Teknik: Melibatkan eksplorasi mendalam tentang pikiran dan perasaan yang tidak disadari.
- Manfaat: Dapat membantu individu memahami dan mengatasi pola perilaku yang berakar dari pengalaman masa kecil.
- Terapi Naratif:
- Fokus: Membantu individu mengidentifikasi dan mengubah narasi negatif tentang diri mereka dan kehidupan mereka.
- Teknik: Melibatkan penulisan ulang "cerita" hidup seseorang dengan perspektif yang lebih positif dan pemberdayaan.
- Manfaat: Efektif dalam membantu individu melihat diri mereka sebagai penulis aktif dari kehidupan mereka, bukan sebagai korban pasif.
- Terapi Kelompok:
- Fokus: Menyediakan lingkungan yang mendukung di mana individu dapat berbagi pengalaman dan belajar dari orang lain.
- Teknik: Dapat melibatkan berbagai pendekatan terapi dalam format kelompok.
- Manfaat: Membantu mengurangi isolasi, memberikan perspektif baru, dan mempraktikkan keterampilan interpersonal.
- Mindfulness dan Meditasi:
- Fokus: Mengajarkan individu untuk hadir sepenuhnya di saat ini dan mengamati pikiran dan perasaan tanpa penilaian.
- Teknik: Melibatkan latihan pernapasan, meditasi, dan praktik kesadaran lainnya.
- Manfaat: Dapat membantu mengurangi kecemasan, meningkatkan regulasi emosi, dan mengembangkan perspektif yang lebih seimbang.
- Pengobatan Farmakologis:
- Fokus: Meskipun tidak ada obat khusus untuk playing victim, pengobatan mungkin diresepkan untuk mengatasi kondisi yang mendasarinya seperti depresi atau kecemasan.
- Jenis: Antidepresan, anti-kecemasan, atau stabilisator mood mungkin dipertimbangkan tergantung pada gejala spesifik.
- Manfaat: Dapat membantu mengurangi gejala yang memperburuk kecenderungan playing victim, memungkinkan individu untuk lebih efektif terlibat dalam terapi.
Penting untuk dicatat bahwa pendekatan terapi yang paling efektif sering kali melibatkan kombinasi dari beberapa metode, disesuaikan dengan kebutuhan spesifik individu. Selain itu, keberhasilan terapi sangat bergantung pada kemauan dan komitmen individu untuk berubah. Terapi harus dilakukan di bawah bimbingan profesional kesehatan mental yang berkualifikasi, yang dapat menilai kebutuhan spesifik klien dan merancang rencana perawatan yang sesuai.
Advertisement
Mitos dan Fakta Seputar Playing Victim
Terdapat banyak miskonsepsi seputar perilaku playing victim yang dapat menghambat pemahaman dan penanganan yang efektif. Berikut adalah beberapa mitos umum dan fakta yang perlu diketahui:
- Mitos: Playing victim selalu disengaja dan manipulatif.
- Fakta: Meskipun beberapa orang mungkin secara sadar menggunakan perilaku ini untuk memanipulasi, banyak yang melakukannya tanpa sadar sebagai mekanisme coping yang telah tertanam dalam.
- Penjelasan: Perilaku ini sering berakar dari pengalaman masa lalu atau pola pikir yang telah berkembang seiring waktu, bukan selalu tindakan yang disengaja.
- Mitos: Orang yang playing victim hanya mencari perhatian.
- Fakta: Meskipun mencari perhatian bisa menjadi bagian dari perilaku, seringkali ada kebutuhan emosional yang lebih dalam yang tidak terpenuhi.
- Penjelasan: Perilaku ini mungkin merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan akan validasi, keamanan, atau koneksi yang tidak terpenuhi dengan cara yang lebih sehat.
- Mitos: Playing victim adalah tanda kelemahan karakter.
- Fakta: Perilaku ini lebih sering merupakan hasil dari pengalaman hidup yang sulit atau pola pikir yang telah tertanam, bukan refleksi dari karakter seseorang secara keseluruhan.
- Penjelasan: Banyak individu yang menunjukkan perilaku ini sebenarnya memiliki kekuatan dan potensi yang belum terealisasi.
- Mitos: Orang yang playing victim tidak pernah menjadi korban sebenarnya.
- Fakta: Beberapa individu yang menunjukkan perilaku playing victim mungkin pernah menjadi korban sebenarnya dalam situasi tertentu.
- Penjelasan: Pengalaman viktimisasi masa lalu dapat berkontribusi pada perkembangan pola pikir korban yang berlanjut bahkan setelah situasi berubah.
- Mitos: Playing victim tidak dapat diubah.
- Fakta: Dengan kesadaran, dukungan yang tepat , dan kemauan untuk berubah, perilaku playing victim dapat diatasi dan diubah.
- Penjelasan: Terapi, pengembangan keterampilan coping yang sehat, dan perubahan pola pikir dapat membantu individu mengatasi kecenderungan ini.
- Mitos: Membantu seseorang yang playing victim selalu berarti memenuhi semua keinginan mereka.
- Fakta: Bantuan yang efektif seringkali melibatkan penetapan batasan yang sehat dan mendorong kemandirian.
- Penjelasan: Memenuhi semua keinginan seseorang yang playing victim dapat memperkuat perilaku tersebut alih-alih membantu mereka mengembangkan keterampilan coping yang lebih sehat.
- Mitos: Playing victim hanya terjadi pada orang dewasa.
- Fakta: Perilaku ini dapat muncul pada berbagai usia, termasuk anak-anak dan remaja.
- Penjelasan: Pola perilaku ini sering berkembang sejak dini dan dapat dipengaruhi oleh dinamika keluarga, pengalaman sekolah, atau faktor lingkungan lainnya.
- Mitos: Orang yang sukses tidak mungkin playing victim.
- Fakta: Kesuksesan eksternal tidak menjamin kesehatan emosional internal. Individu yang tampak sukses dari luar mungkin masih berjuang dengan pola pikir korban.
- Penjelasan: Perilaku playing victim dapat muncul dalam berbagai aspek kehidupan, terlepas dari pencapaian profesional atau status sosial seseorang.
- Mitos: Playing victim selalu mudah dikenali.
- Fakta: Perilaku ini dapat muncul dalam berbagai bentuk, beberapa di antaranya mungkin lebih halus dan sulit dideteksi.
- Penjelasan: Beberapa individu mungkin menunjukkan perilaku playing victim secara tidak langsung, seperti melalui pasif-agresivitas atau penghindaran tanggung jawab yang halus.
- Mitos: Mengkritik seseorang yang playing victim akan membantu mereka menyadari perilaku mereka.
- Fakta: Kritik langsung seringkali kontraproduktif dan dapat memperkuat perasaan menjadi korban.
- Penjelasan: Pendekatan yang lebih efektif melibatkan empati, dukungan, dan dorongan lembut untuk melihat situasi dari perspektif yang berbeda.
Memahami mitos dan fakta seputar playing victim sangat penting untuk mengatasi perilaku ini secara efektif, baik dalam diri sendiri maupun ketika berinteraksi dengan orang lain. Dengan pemahaman yang lebih akurat, kita dapat mengembangkan empati yang lebih besar dan strategi yang lebih efektif untuk mendukung perubahan positif. Penting untuk diingat bahwa setiap individu unik, dan pendekatan yang berhasil untuk satu orang mungkin perlu disesuaikan untuk orang lain. Kesabaran, pemahaman, dan dukungan yang konsisten adalah kunci dalam membantu seseorang mengatasi kecenderungan playing victim dan mengembangkan pola pikir yang lebih sehat dan berdaya.
Kesimpulan
Memahami dan mengatasi perilaku playing victim adalah langkah penting dalam pengembangan diri dan menciptakan hubungan yang lebih sehat. Melalui eksplorasi mendalam tentang arti, penyebab, dan dampak playing victim, kita telah melihat bahwa perilaku ini sering berakar dari pengalaman masa lalu, pola pikir yang tertanam, dan kebutuhan emosional yang tidak terpenuhi.
Penting untuk diingat bahwa playing victim bukanlah karakter tetap seseorang, melainkan pola perilaku yang dapat diubah. Dengan kesadaran diri, kemauan untuk berubah, dan dukungan yang tepat, individu dapat mengatasi kecenderungan ini dan mengembangkan pola pikir yang lebih positif dan berdaya.
Beberapa poin kunci yang perlu diingat:
- Playing victim dapat muncul dalam berbagai konteks kehidupan, dari hubungan pribadi hingga lingkungan kerja.
- Perilaku ini sering kali merupakan mekanisme coping yang tidak disadari, bukan selalu tindakan manipulatif yang disengaja.
- Mengenali tanda-tanda playing victim dalam diri sendiri adalah langkah pertama menuju perubahan positif.
- Terapi, pengembangan keterampilan komunikasi, dan praktik mindfulness dapat menjadi alat yang efektif dalam mengatasi perilaku ini.
- Dukungan dari orang-orang terdekat dan profesional kesehatan mental dapat sangat membantu dalam proses perubahan.
- Mengubah pola pikir dari korban menjadi pelaku aktif dalam hidup sendiri dapat membuka pintu menuju pertumbuhan pribadi dan hubungan yang lebih memuaskan.
Akhirnya, penting untuk mempraktikkan empati dan kesabaran, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain yang mungkin menunjukkan perilaku playing victim. Perubahan membutuhkan waktu dan usaha, tetapi hasilnya sangat berharga. Dengan mengembangkan pola pikir yang lebih positif dan bertanggung jawab, kita tidak hanya meningkatkan kualitas hidup kita sendiri tetapi juga berkontribusi pada menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan mendukung bagi orang-orang di sekitar kita.
Advertisement