Tahun ini "Holland Flower Festival" digelar di Wervershoof dengan menampilkan tak kurang dari 150 ribu jenis bunga aneka bentuk dan warna. Primadona pameran kali ini tetap bunga Tulip.
Industri bunga potong di Belanda memang sudah tumbuh menjadi tulang punggung ekonomi negara. Belanda meraup devisa US$ 2,4 miliar hanya dari ekspor langsung bunga. Angka ini melonjak menjadi US$ 13 hingga 20 miliar bila nilai penjualan melalui sistem lelang digabungkan.
Sentra perkebunan Tulip terletak di wilayah utara Negeri Kincir Angin. Hampir tiap tahun lahir varian baru bunga Tulip, di antaranya menggunakan nama orang terkenal. Namun di balik kesuksesan itu ada kekhawatiran industri bunga Belanda tidak ramah lingkungan.
Advertisement
Penelitian ilmuwan Universitas Cranfield menyebutkan kebun mawar yang dibudidayakan di Kenya memiliki emisi karbon lima kali lebih rendah ketimbang kebun bunga di Belanda. Pasalnya industri bunga di Belanda menggunakan banyak energi untuk menghangatkan rumah kaca, sedangkan di Kenya petani cukup mengandalkan panas alam.
Petani bunga Belanda menilai hasil penelitian itu adil. Apalagi pohon mawar membutuhkan suhu hangat untuk tumbuh. Tak hanya itu, menurut mereka, mawar hanya menyumbang tak lebih dari 20 persen industri bunga Belanda.
Kini untuk mengatasi masalah emisi karbon itu, pemerintah Belanda memperkenalkan penggunaan rumah kaca baru. Rumah ini mampu menyimpan panas saat musim panas untuk digunakan pada musim dingin. Caranya dengan mengubah panas menjadi listrik. Dengan metode ini Belanda yakin dalam 5 hingga 10 tahun ke depan, industri bunga Belanda akan menghasilkan produk ramah lingkungan.(ICH)