PBB: Hukuman Mati untuk Ikhwanul Muslimin Memalukan

Menurut Komisaris HAM PBB Navi Pillay, selain memalukan, pengadilan massal itu juga melanggar undang-undang internasional.

oleh Muhammad Ali diperbarui 30 Apr 2014, 00:40 WIB
Diterbitkan 30 Apr 2014, 00:40 WIB
Mesir Hukum Mati 529 Ikhwanul Muslimin Pendukung Morsi
Massa Ikhwanul Muslimin pendukung Morsi (Huffington Post)

Liputan6.com, Jakarta Komisaris HAM PBB Navi Pillay menyebut saran hukuman mati atas 600 lebih warga Mesir sebagai hal yang memalukan. Komentar itu menanggapi rekomendasi seorang hakim di Mesir yang menjatuhkan hukuman mati terhadap 683 anggota Ikhwanul Muslimin, termasuk pemimpinnya, Mohammed Badie.

Para pendukung Ikhwanul Muslimin yang sudah dilarang itu didakwa dengan menyerang satu kantor polisi dan membunuh seorang polisi. Keputusan akhir kini berada di tangan Ulama Besar Mesir.

Menurut Navi Pillay, selain memalukan, pengadilan massal itu juga melanggar undang-undang internasional.

"Memalukan untuk kedua kalinya dalam waktu dua bulan, Majelis Keenam Pengadikan Kriminal di Al-Minya menerapkah hukuman mati atas sekelompok terdakwa lewat pengadilan yang tidak sungguh-sungguh," tegasnya dalam sebuah pernyataan seperti dikutip BBC, Rabu (30/4/2014).

Hukuman mati itu, tambah Pilay, tidak bisa diterapkan secara kelompok karena setiap individu dinyatakan tidak bersalah sampai terbukti bersalah.

Bulan Maret lalu, pengadilan menjatuhkan hukuman atas sekitar 500 anggota Ikhwanul Muslimin namun pada hari Senin diringankan menjadi hukuman seumur hidup, kecuali untuk 37 terdakwa yang tetap dihukum mati.

Menurut beberapa kalangan di Mesir, hukuman mati untuk Badie bisa dipastikan akan memicu ketegangan baru di Negeri Piramida tersebut.

Sementara itu, vonis mati untuk 37 terpidana telah berkekuatan hukum tetap. Mereka merupakan bagian dari 529 pendukung Ikhwanul Muslimin yang dijatuhi hukuman mati pada Maret lalu. Sisanya, 492 orang, akhirnya menempuh vonis hukuman seumur hidup.

Vonis mati untuk Badie ini akan diteruskan ke Mufti, otoritas keagamaan tertinggi di Mesir. Kendati demikian, pendapatnya tidak mengikat secara hukum dan dapat diabaikan pengadilan.

Persidangan terbesar dalam sejarah modern Mesir ini, membuahkan kekhawatiran di antara kelompok-kelompok hak asasi manusia, bahwa pemerintah yang didukung militer dan hakim anti-Islam bertekad menghancurkan kaum oposisi.

Pihak berwenang Mesir mencap Ikhwanul Muslimin sebagai kelompok teroris. Meski tuduhan itu dibantah kelompok tersebut.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya