Liputan6.com, Richmond - Para penggemar film baru-baru ini disuguhi Film 'Noah' -- di tengah segala kontroversinya -- tentang sebuah kisah epik kepahlawanan dan pengorbanan dalam Perjanjian Lama, di mana sang tokoh utama mendapatkan wahyu untuk membangun sebuah kapal besar atau bahtera untuk menyelamatkan manusia dan makhluk Bumi lainnya.
Lepas dari layar lebar, spekulasi dan misteri tak berujung berseliweran selama beberapa dekade. Tentang di mana sisa-sisa bahtera Nabi Nuh berada. Apakah kapal itu berada di ketinggian Gunung Ararat di Turki -- di sebuah titik yang diketahui sebagai 'anomali Ararat'?
Porcher Taylor, seorang profesor studi paralegal pada School of Professional and Continuing Studies di University of Richmond sudah lama memimpin pencarian bahtera Nuh di Ararat. Dan ia bukan satu-satunya.
Advertisement
"Asal-usul kognitif perjalanan saya dimulai pada tahun 1973, sekitar 41 tahun lalu, saat masih menjadi kadet yunior di West Point," kata dia kepada situs sains SPACE.com, seperti dikutip oleh Liputan6.com, Senin (23/6/2014).
Kala itu Taylor mendengar rumor yang menyebar di akademinya bahwa satelit CIA tak sengaja menangkap penampakan "haluan kapal yang mencuat keluar dari selimut es di Gunung Ararat."
Dan dua dekade kemudian, Taylor berinisiatif melakukan penyelidikan berdasarkan data satelit rahasia itu. Untuk menguak anomali Ararat. Ia juga telah mempresentasikan temuannya secara diam-diam pada Pentagon dan US Naval Surface Warfare Center.
Taylor juga berhasil meyakinkan Badan Intelijen Pertahanan atau Defense Intelligence Agency pada 1995 untuk membuka 5 foto udara, yang diambil Angkatan Udara AS pada 1949. Selain itu, berkat undangan Taylor, sejumlah pakar selama bertahun-tahun telah melakukan analisis citra satelit tersebut.
Kini, di usianya yang sepuh, Taylor ingin melanjutkan petualangannya. Kali ini menggunakan citra satelit yang disediakan DigitalGlobe.
"Citra satelit resolusi tinggi DigitalGlobe mungkin secara definitif mengubah anomali itu ke dalam sebuah entitas yang dikenal: mungkin fenomena geologi atau jangan-jangan, sesuai apa yang tertera dalam Injil," kata dia.
Pesawat angkasa luar WorldView-3 yang canggih dan kuat milik DigitalGlobe dijadwalkan akan diluncurkan dari Pangkalan Udara Vandenberg, California pada musim panas 2014. Tak hanya memenuhi kebutuhan konsumennya, satelit juga menghasilkan resolusi pankromatik 31 centimeter -- membuatnya menjadi satelit komersial beresolusi paling tinggi di dunia.
"Satelit DigitalGlobe pasti bikin iri Indiana Jones," kata Taylor. "Saya bersyukur bahwa DigitalGlobe menerbangkan sejumlah misi memindai Ararat secara cuma-cuma untuk saya selama dekade terakhir, khususnya misi satelit QuickBird pada Februari 2003 yang menangkap formasi mirip kapal dari ketinggian 15 ribu kaki."
Selain memakai data satelit, Taylor juga dibantu peneliti penginderaan jauh dan kandidat Ph.D dari Department of Electrical, Electronic and Computer Engineering dari University of Pretoria, Afrika Selatan, Francois Luus.
Analisis tekstur Luus akan membantu mengidentifikasi identitas sesungguhnya dari anomali di Gunung Ararat.
Kayu Kapal
Diyakini, ketika air surut, bahtera Nuh berada di atas Gunung. Meski tiga agama besar -- Islam, Kristen, Yahudi -- mengabarkan mukjizat Nabi Nuh, tak ada penjelasan sama sekali, di mana persisnya perahu itu menyelesaikan misinya.
Pada 26 April 2010, organisasi Noah's Ark Ministries Internationa mengumumkan temuan diduga bahtera Nabi Nuh di Turki.
Mereka mengklaim menemukan sisa-sisa perahu Nabi Nuh berada di ketinggian 4.000 meter di Gunung Agri atau Gunung Ararat, di Turki Timur. Mereka bahkan mengklaim berhasil masuk ke dalam perahu itu, mengambil foto dan beberapa spesimen untuk membuktikan klaim mereka.
Menurut para peneliti, specimen yang mereka ambil memiliki usia karbon 4.800 tahun, cocok dengan apa yang digambarkan dalam sejarah.
Jika klaim mereka benar, para peneliti Evangelis itu telah menemukan perahu paling terkenal dalam sejarah. "Kami belum yakin 100 persen bahwa ini benar perahu Nuh, tapi keyakinan kami sudah 99 persen," kata salah satu anggota tim yang bertugas membuat film dokumenter, Yeung Wing, seperti dimuat laman berita Turki, National Turk.
Mereka juga memamerkan spesimen fosil kapal yang diduga perahu Nuh, berupa tambang, paku, dan pecahan kayu.
Seperti yang dijelaskan para peneliti, tambang dan paku diduga digunakan untuk menyatukan kayu-kayu hingga menjadi kapal. Tambang juga digunakan untuk mengikat hewan-hewan yang diselamatkan dari terjangan bah -- begitu juga dengan potongan kayu yang dibuat bersekat untuk menjaga keamanan hewan-hewan.
Namun belakangan, para ilmuwan menepis klaim mereka. Perburuan bahtera Nabi Nuh terus berlanjut... (Tnt)