Kontroversi Planet 9 'Penyebab Kiamat', antara Ada dan Tiada

Sekelompok tim peneliti menduga telah menemukan tanda-tanda keberadaan Planet 9, benda ruang angkasa yang diduga dapat menyebabkan kiamat.

oleh Citra Dewi diperbarui 12 Apr 2016, 13:37 WIB
Diterbitkan 12 Apr 2016, 13:37 WIB
Ilustrasi Planet 9 (Foto: Caltech).
Ilustrasi Planet 9 (Foto: Caltech).

Liputan6.com, Houston - Pada awal tahun ini, sebuah tim peneliti memperkirakan keberadaan sebuah planet misterius. Benda angkasa luar itu diduga akan menjadi planet ke sembilan di tata surya kita yang menggantikan posisi Pluto.

Planet tersebut dijuluki Planet 9 dan diduga memiliki ukuran 10 kali lebih besar dari Bumi. Planet 9 diduga berjarak paling jauh dari Matahari, walaupun lokasi pastinya belum diketahui.

Planet 9 juga dijuluki dengan Planet X yang sering dikaitkan sebagai penyebab kiamat Bumi.

Diduga, Planet X memiliki jalur orbital yang dekat dengan Bumi yang konon dapat memicu tsunami, gempa, dan membangunkan gunung-gunung berapi.

Bahkan New York Post pada tanggal 7 April 2016 mengeluarkan sebuah video juga mengklaim bahwa Planet 9 membawa asteroid dan komet yang dapat menyerang Bumi dalam waktu dekat.

Menanggapi hal tersebut Ilmuwan di California Institute of Technology (Caltech) di Pasadena, Batygin dan Mike Brown, pun menyanggah video yang dikeluarkan oleh New York Post.

Seperti yang dilansir LiveScience, menurut mereka, seandainya Planet 9 benar-benar ada, kita tak perlu takut akan keberadaan benda angkasa luar tersebut.

Lalu apakah benar keberadaan planet yang diduga sebagai penyebab kiamat itu telah ditemukan?

Keberadaan Planet 9 Ditemukan?

Sekelompok fisikawan Prancis  menggunakan model buatan mereka yang digabungkan dengan data dari Cassini--pesawat angkasa luar tak berawak yang dikirim ke Saturnus. Hal tersebut bertujuan untuk mempersempit pencarian lokasi keberadaan planet 9.

Namun, ilmuwan NASA menyanggah klaim yang menyebutkan bahwa orbit Cassini 'diganggu' oleh Planet 9. Walaupun terdapat 'tarikan', kemungkinan tak disebabkan oleh planet tersebut.

Tim peneliti Prancis pun balik menyangkal pernyataan NASA. Mereka menduga bahwa gravitasi yang dimiliki Planet 9 lah yang menyebabkan gangguan pada orbit Cassini.

Cassini, pesawat angkasa luar tanpa awak yang dikirim ke Saturnus (Foto: NASA).

Artikel yang dibuat oleh Ilmuwan Pranics telah dipublikasikan pada bulan Maret dan sekarang telah diterima dalam jurnal Astronomy & Astrophysics menduga, fluktuasi kecil pada orbit Cassini dapat digunakan untuk mempersempit area pencarian Planet 9.

Namun ilmuwan NASA mengatakan bahwa Cassini tak mengalami keanehan dalam orbitnya yang berada di sekitar Saturnus. Hal tersebut dikutip dari Daily Mail, Selasa (12/4/2016).

"Sebuah planet misterius yang terletak di luar orbit Neptunus, memiliki massa 10 kali dari Bumi, akan memberi dampak pada Saturnus, bukan Cassini," ujar ilmuwan planet di JPL--Jet Propulsion Laboratory milik NASA, William Folkner.

"Kami tak melihat ada ciri-ciri yang tak dapat dijelaskan di atas level pengukuran kebisingan di data Cassini yang diambil sejak 2004 hingga 2016," tambahnya dalam pernyataan media yang dikeluarkan JPL NASA.

Seorang ilmuwan yang bergabung dalam penelitian tersebut, Jacques Laskar, menyanggah pernyataan NASA.

"Kami telah melakukan simulasi keberadaan Planet Nine dan melihat efek induksi pada jarak Bumi dengan Saturnus seperti yang telah diukur oleh Cassini," ujar Laskar.

"Keterangan media yang dikeluarkan oleh JPL (NASA) sangat membingungkan dan pada dasarnya salah," tambah Laskar.

iflscience

Menanggapi argumen yang diberikan baik dari NASA maupun ilmuwan Prancis, seorang Profesor Planetary Astronomy di California Institute of Technology (Caltech), Mike Brown, menyatakan bahwa pernyataan keduanya benar.

"Hal tersebut sangat membingungkan, tapi hal itu terjadi karena pernyataan media yang dikeluarkan oleh NASA tak begitu jelas," ujarnya.

Ia mengatakan bahwa data yang dilihat NASA dari Cassini sudah cocok, dengan model yang memprediksi jarak perkiraan antara Saturnus dan Bumi, hal tersebut menyebabkan mengapa NASA mengatakan bahwa mereka tak melihat adanya orbit yang janggal.

"Artikel yang dipublikasikan pada Maret aku kira sangat hebat...," tambah Brown.

"Tak hanya memberi dampak pada Saturnus, namun juga pada setiap bagian di tata surya kita. Hal itu menunjukkan bahwa mereka memberi dampak pada Saturnus secara berbeda, sehingga kita perlu menghitung ulang segala dugaan yang kita tahu tentang di mana seharusnya planet tersebut (Planet 9) berada."

Namun, seorang astronom lain mengatakan bahwa hasil penelitian yang dipublikasi pada Januari sangat teoritis dan tidak mengonfrimasi keberadaan Planet Nine.

"Hasil penelitian tersebut semuanya hanya berupa modeling. Mungkin memang ada dan bisa tidak," ujar Profesor Planetary and Space Sciences di Open University, Monica Grady.

Ia menambahkan bahwa artikel yang dikeluarkan oleh ilmuwan Prancis hanya merupakan hipotesis, dan jika NASA tak melaporkan tarikan aneh pada orbit Cassini kemungkinan besar planet tersebut tak ada.

"Jika planet tersebut berada di sabuk kuiper--sebuah wilayah berbentuk lingkaran yang berada di sekitar orbit Neptunus--, teleskop kita tak begitu kuat untuk dapat melihatnya," tambah Grady.

Sabuk Kuiper yang berada di dekat orbit Neptunus (Foto: NASA).

NASA juga mengatakan artikel tersebut memprediksi jika data Cassini akan keluar pada 2020 dan dapat digunakan untuk mengungkap lokasi paling memungkinkan dari Planet 9. Namun, Laskar mengatakan bahwa hal tersebut tak benar dan timnya telah meminta koreksi untuk dikeluarkan.

"Hasil dari perpanjangan simulasi misi Cassini hingga tahun 2020 tak bertujuan untuk menemukan lokasi Planet Nine, yang pada faktanya tak mudah dan nyaris tak mungkin dilakukan...," ujar Laskar.

"Simulasi yang kami lakukan adalah untuk memperluas zona yang tak mungkin terdapat Planet 9," tambahnya.

"Dan apa yang telah dikatakan oleh NASA tak ada yang bertentangan dengan hasil ini. Kami sangat yakin jika tim navigasi JPL melakukan simulasi yang sama, maka mereka akan menemukan hasil yang sama."

Sementara itu, Cassini dijadwalkan akan diberhentikan pada akhir 2017 karena bahan bakar yang terlalu rendah untuk melanjutkan misi lain.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya