Liputan6.com, Salomon - Lima pulau kecil di kepulauan Pasifik menghilang dari peta akibat meningginya permukaan laut dan erosi. Menghilangnya pulau itu merupakan bukti pertama dampak dari perubahan iklim yang terjadi di garis pantai Pasifik, menurut peneliti dari Australia.
Pulau-pulau kecil itu merupakan bagian dari Kepulauan Salomon yang dalam 2 dekade terakhir mengalami kenaikan permukaan air hingga 10mm. Hal itu terungkap dalam sebuah riset yang dirilis pada Mei lalu.
Baca Juga
Â
Advertisement
Baca Juga
Pulau-pulau yang hilang itu berukuran 1 hingga 5 hektar. Untungnya, tidak ada dihuni oleh manuisa.
Namun, 6 pulau lainnya sebagian telah rata dengan laut. Dua di antaranya dihuni oleh penduduk telah benar-benar rusak sehingga memaksa mereka hengkang dari situ.
Salah satunya adalah Pulau Nuamtambu, rumah bagi 25 keluarga. Mereka kehilangan 11 rumah dan setengah dari pulau itu tenggelam semenjak 2011. Demikian dilansir Liputan6.com dari The Guardian, Selasa (10/5/2016).
Hilangnya pulau-pulau itu mengonfirmasi riset yang mengatakan akan ada beberapa titik di sepanjang Pasifik secara dramatis hilang karena dampak perubahan iklim.
Para ilmuwan menggunakan data satelit tahun 1943 terhadap 33 pulau di wilayah itu. Termasuk, pengetahuan tradisional dan data karbon dari pohon.
Kepulauan Salomon adalah negara dengan ratusan pulau dan memiliki populasi penduduk 640 ribu. Letaknya, selemparan batu dari timur laut Australia.
"Ini adalah panggilan darurat bagi seluruh negara-negara tetangga dan bantuan internasional untuk membantu merelokasi kami dengan dana dari Green Climate Fund," kata Melchior Mataki, kepala Solomon Islands’ National Disaster Council.
Green Climate Fund adalah bagian dari program UN Framwork Convention on Climate Change yang bertujuan untuk membantu negara-negara yang terdampak dengan perubahan iklim.
Kepulauan Salomon adalah salah satu dari 175 negara yang pada April lalu menandatangani perjanjian global yang dicapai di konvensi perubahan iklim di Paris.
Para penduduk pulau terpaksa pindah ke pulau tetangga atau tinggal di perbukitan.
"Air laut mulai memenuhi daratan. Itu bukan sekedar air pasang lagi...sehingga memaksa kami pindah ke perbukitan dan membangun desa kami menjauh dari laut," tutur Sirilo Sutaroti yang desanya tenggelam.