Liputan6.com, London - Pada 6 September 1997, Pangeran Harry berdiri tegar di samping kakaknya, Pangeran William; sang ayah, Pangeran Charles; kakek, Duke of Edinburgh; dan pamannya, Earl Spencer. Usianya kala itu baru 12 tahun.
Mengenakan setelan jas hitam, pangeran kecil itu kemudian berjalan di belakang peti jenazah sang ibu, Lady Diana, pada upacara pemakaman Princess of Wales.
Kepergian Putri Diana yang tewas dalam kecelakaan mobil di Paris, Prancis, 31 Agustus 1997 mengguncang jiwa pangeran kecil itu.
Dan sejak itu, Harry memilih bungkam. Belakangan, pada usianya yang kini menginjak 31 tahun, ia menyesali sikap diamnya itu.
Ia mengaku menyesal tidak pernah membicarakan tentang bagaimana kematian sang ibu mempengaruhi jiwanya.
Harry mengatakan hal tersebut dalam sebuah acara amal untuk para penderita gangguan jiwa, Heads Together.
Putra kedua pasangan Pangeran Charles dan Diana itu terekam kamera sedang membicarakan hal itu dengan mantan pemain bola Manchester United, Rio Ferdinand.
Baca Juga
Kate Middleton Bersiap Menjadi Ratu Inggris Setelah Melewati Pengobatan Kanker Setahun Terakhir
Pangeran William dan Kate Middleton Menyentuh Hati dengan Kartu Natal 2024 bersama Anak-anak
Pangeran William dan Kate Middleton Dipastikan Tak Ikut Makan Siang Jelang Natal Bersama Raja Charles III, Imbas Persaingan Pengaruh?
"Aku sungguh menyesal tak pernah membicarakan soal itu," kata Harry pada Ferdinand seperti dikutip dari BBC, Selasa (26/7/2016). "Selama 28 tahun pertama dalam hidupku, aku tak pernah membicarakannya."
Acara Heads Together digelar di Istana Kensington. Sejumlah bintang olahraga hadir. Mereka diundang untuk mengungkapkan secara terbuka tentang pengalaman traumatis pada masa lalu.
Harry mendirikan acara amal tersebut bersama dengan kakak dan saudara iparnya, Pangeran William dan Kate Middleton.
"Pesan kuncinya adalah bahwa setiap orang bisa menderita gangguan jiwa," kata Harry kepada BBC Breakfast.
"Tak peduli apakah Anda anggota keluarga kerajaaan, tentara, atau bintang olahraga, itu semua tak terlalu penting. Setiap orang bisa menderita karenanya," kata dia.
Pangeran Harry menambahkan, penting bagi mereka yang berduka untuk bicara dan membuka diri tentang perasaannya.
"Tak masalah jika mengalami gangguan kejiwaan, selama kita mau terbuka. Itu bukan sebuah kelemahan. Yang bisa disebut lemah adalah jika seseorang punya masalah, namun tak mengakuinya, dan tidak berusaha memecahkannya."
Pangeran Harry baru-baru ini mengikuti jejak sang ibu, berkampanye dalam upaya mengakhiri epidemi AIDS.
"Ketika ibuku memegang tangan seorang pria yang sekarat akibat AIDS di rumah sakit di London Timur, tak ada seorang pun yang membayangkan bahwa hanya dalam waktu seperempat abad, akan tersedia perawatan bagi mereka yang positif HIV, yang memungkinkan pasien menjalani kehidupan relatif baik dengan penuh rasa syukur," kata dia dalam Konferensi AIDS Internasional ke-25 di Durban, Afrika Selatan.
Serupa dengan Harry, Pangeran William juga tak pernah menitikkan air mata di depan publik, sesakit apa pun perasaannya ditinggal sang ibu.
Kala itu William baru berusia 15 tahun. Menurut buku Prince William: Born To Be King, pengarangnya Penny Junor mengatakan, rahasia di balik ketegaran pewaris nomor dua takhta Kerajaan Inggris adalah karena, "ia memiliki kemampuan khas Windsor (dinasti) untuk menyembunyikan emosinya."
Seperti dikutip dari Telegraph, itu adalah cara William melindungi dirinya sendiri.
Selain itu, kehadiran sang adik, Harry , juga membantunya mengatasi rasa duka. Hubungan keduanya kian erat sejak saat itu.
Advertisement