Melonjaknya jumlah pengungsi yang masuk ke Eropa belakangan ini menjadi ‘jualan’ partai-partai sayap kanan di seluruh benua Eropa. Urusan pengungsi juga menjadi salah satu bahan debat panas terkait Brexit -- keputusan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa.
Pada saat yang sama, serangan-serangan di Paris dan Brussels mengobarkan ketakutan publik tentang terorisme. Dikutip pada Rabu (27/7/2016) dari laporan lembaga Pew Research Center, terungkaplah bahwa, bagi banyak warga Eropa, krisis pengungsi dipandang berkaitan dengan ancaman terorisme.
Advertisement
Baca Juga
Dalam 8 di antara 10 negara tempat berlangungnya survei, lebih dari setengah responden memandang kedatangan para pengungsi telah meningkatkan kemungkinan serangan terorisme di negara mereka.
Survei yang digelar oleh Pew Research Center ini dilakukan di 10 negara Uni Eropa dan Amerika Serikat dan diikuti oleh 11.494 penjawab dari 4 April hingga 12 Mei, sebelum referendum Brexit dan serangan di bandara Atatürk di Istanbul.
Sepuluh negara yang disertakan dalam survei mewakili 80 persen penduduk UE-28 dan 82 persen GDP Uni Eropa.
Urusan Ekonomi Juga
Namun demikian, terorisme bukan satu-satunya yang dipikirkan terkait dengan para pengungsi. Banyak warga Eropa yang juga khawatir dengan beban ekonomi yang harus ditanggung.
Lebih dari setengah warga di 5 negara survei mengatakan bahwa para pengungsi mengambil alih pekerjaan dan manfaat sosial. Bagi warga Hungaria, Polandia, Yunani, Italia, dan Prancis, hal ini menjadi kekhawatiran utama.
Hanya Swedia dan Jerman yang lebih dari setengah penduduknya mengatakan bahwa para pengungsi membuat negara mereka lebih kuat karena pekerjaan dan bakat yang dibawanya.
Ketakutan yang mengkaitkan pengungsi dengan kejahatan tidak sedemikian parahnya, walaupun hampir setengah penduduk Italia dan Swedia mengatakan bahwa para pengungsi lebih dipersalahkan daripada kelompok-kelompok lainnya.
Jurang Ideologis
Di seluruh negara Uni Eropa yang disurvei, krisis pengungsi menegaskan adanya jurang mendalam perbedaan ideologis dalam memandang kelompok minoritas dan keberagaman.
Pada hampir semua pertanyaan yang dianalisa dalam survei, orang yang secara ideologis berada di kanan menyatakan lebih banyak keberatan tentang pengungsi, sikap negatif terhadap kelompok minoritas, dan kurangnya semangat tentang keberagaman masyarakat.
Misalnya, ketakutan bahwa pelonjakan jumlah pengungsi menjurus kepada lebih banyaknya terorisme dan membebani ekonomi lebih meluas di kalangan pendukung UK Independence Party (UKIP) di Inggris dan Partai Nasional di Prancis.
Pendidikan, Usia dan Budaya
Ideologi bukanlah satu-satunya yang membedakan sikap di kalangan warga Eropa. Pada banyak pertanyaan survei, tingkat pendidikan dan usia juga menjadi penentu.
Warga yang lebih tua dan berpendidikan lebih rendah menyatakan pendapat-pendapat yang lebih negatif tentang pengungsi dan kalangan minoritas.
Mengenai kebudayaan, survei ini mengungkapkan pandangan campur aduk tentang keberagaman budaya. Pertanyaan yang diajukan adalah apakah pertambahan orang dari kelompok ras, etnis, dan bangsa yang beragam menjadikan masyarakat mereka lebih nyaman dihuni.
Lebih dari setengah penjawab dari Yunani dan Italia, dan sekitar 40 persen dari Hungaria dan Polandia menganggap keberagaman membuat kehidupan bermasyarakat lebih buruk.
Secara relatif, lebih sedikit warga Eropa yang berpendapat bahwa keberagaman memberi dampak positif di negara mereka. Bahkan, di Swedia, hanya 36 persen yang berpendapat bahwa semakin beragamnya masyarakat membuat negara mereka lebih baik untuk dihuni.
Di banyak negara lain dalam survei ini, keberagaman dipandang tidak membuat perbedaan mutu kehidupan. Artinya, tidak membuat lebih baik ataupun lebih buruk.
Advertisement