Liputan6.com, Caracas - Pengalaman mengerikan itu serasa terjadi baru kemarin bagi Annettette Hertkens, seorang korban selamat satu-satunya dalam kecelakaan pesawat di Vietnam.
Kala itu, 13 November 1992, bersama dengan tunangannya, Willem van der Pas, dan 28 penumpang serta awak kabin, Annette bertolak dari Ho Chi Minh City, Vietnam, menuju Nha Trang, Laut Cina Selatan, dengan pesawat Vietnamese Airlines.
Perempuan itu rencananya akan liburan romantis selama 5 hari bersama dengan sang tunangan yang dia panggil Pasje. Perjalanan itu merupakan sebuah kejutan bagi Annette.
Advertisement
Baca Juga
Awalnya perempuan itu hanya berencana mengunjungi tunangannya yang selama 6 bulan terakhir menetap di Vietnam.
Pasje lalu mengatakan bahwa mereka akan berangkat ke Laut Cina Selatan. Melihat indahnya pemandangan di tempat itu.
"Aku menjalin hubungan dengannya sudah 13 tahun. Sejak pertama kali kami bertemu di kampus. Saat itu kami percaya bahwa kami ditakdirkan untuk saling memiliki," kata Annette mengingat kekasih masa lalunya.
Waktu keberangkatan liburan romantis pasangan kekasih itu pun tiba. Setelah berkeliling kota, mereka pun akhirnya sampai di bandara.
"Saat tiba di bandara, aku tiba-tiba merasa resah. Aku tidak tahu mengapa," kata ibu dua anak itu.
Keraguan tak beralasan Annette itu dia sampaikan kepada Pasje. "Aku minta kami naik mobil saja. Tapi dia mengatakan jalanannya jauh dan akan memakan waktu berhari-hari," kata dia.
Akhirnya mereka tetap memutuskan untuk naik Vietnamese Airlines dengan nomor penerbangan VN474. Annette duduk di bangku tengah tepat di pinggir lorong kabin.
Baru lima menit setelah Vietnamese Airlines lepas landas, mereka merasakan turbulensi. Masker udara keluar dari bagian atas kabin.
Namun, beberapa saat setelah itu pesawat menukik turun. Lampu mati, semua orang berteriak. Suasana kabin sangat gelap. Beberapa detik kemudian pesawat yang ditumpangi oleh Annette menabrak sesuatu.
Ia tidak ingat apa yang terjadi setelah itu. "Aku tak ingat. Mungkin aku 'terbang' dalam pesawat, saat itu aku satu-satunya yang tidak mengenakan sabuk pengaman," ujar Annette.
"Tak tahu bagaimana, aku kemudian terselip di bawah tempat duduk, kaki duluan, lalu tersangkut. Kemudian kami menabrak sesuatu yang menyebabkan pesawat terbelah dua," kata dia mengingat kejadian nahas itu.
9 Hari Dalam Hutan untuk 'Hidup'
Perjuangan untuk Hidup
Sekitar tiga atau empat jam setelah kecelakaan itu, Annette terbangun. Seluruh tubuhnya sakit, dia bahkan tidak bisa merasakan kakinya.
"Saat bangun, aku melihat Pasje di seberang lorong. Dia berbaring di kursinya, namun dalam keadaan terbalik. Aku melihat senyuman dari bibirnya. Manis. Tapi aku tahu dia tewas, paru-parunya tertusuk tulang rusuk yang rusak karena sabuk pengaman," kata Annette lirih.
Entah bagaimana dia keluar dari puing-puing pesawat itu. Saat sadar Annette sudah berada di luar, berada di lereng gunung. Ia duduk di bawah sebuah pohon yang rindang.
"Entah jam berapa aku tak ingat. Aku bisa merasakan tulangku keluar dari bagian bawah kakiku. Setelah beberapa hari, kakiku mulai mengalami gangren -- matinya jaringan tubuh yang mengalami luka," kata Annette.
Annette juga mengatakan bahwa kala itu dia bersama dengan seorang warga Vietnam. Pria itu mengalami luka parah, sama seperti dirinya.
Dia mengatakan kepada Annette bahwa sebentar lagi tim penolong akan segera menemukan dan menolong mereka. Namun setelah beberapa hari, regu penyelamat tak kunjung datang. Pria itu pun akhirnya menghembuskan napas penghabisan.
"Selama berhari-hari aku bisa mendengarkan napas berat terengah-engah dari dalam puing kabin pesawat. Namun kemudian suara-suara itu tak terdengar lagi. Aku tahu, hanya aku yang masih hidup," kata dia.
Tidak ingin berlama-lama larut dalam kesedihan, Annette kemudian memikirkan apa yang bisa dilakukannya untuk bertahan hidup.
Dia kemudian menemukan spons bulat di dalam puing pesawat dan menggunakan benda tersebut sebagai alat menampung dan menyimpan air hujan.
"Aku tidak boleh dehidrasi. Aku harus bertahan dalam kondisi apa pun. Aku mencoba bertahan di tempat itu selama beberapa hari. Kemudian aku memutuskan untuk berpindah ke lokasi lainnya," kata Annette.
Advertisement
Sang Penyelamat
Pertemuan dengan Sang 'Penyelamat'
Merayap, Annette melewati ranting-ranting kayu masuk ke dalam hutan. Kala itu dia berpikir mungkin jika dia jalan ke dalam hutan lebih jauh, dia akan menemukan seseorang.
Ternyata dugaannya itu benar. Setelah merayap beberapa lama, dia kemudian mendengar suara ranting diinjak. Tak lama dia melihat seorang warga lokal yang ikut dalam pencarian pesawat mereka.
Saat Annette membuka mulutnya untuk berbicara dengan orang itu, dia malah pergi.
"Aku tak tahu mengapa dia pergi. Aku hanya berkata 'Tolong aku, bisakah kau mendengarku?' Dia lalu pergi," ucap Annette.
Keesokan harinya, orang itu kembali lagi dengan beberapa tim pencarian. Ternyata pria itu menyangka Annette adalah hantu, karena dia tidak pernah melihat orang kulit putih sebelumnya.
"Mereka datang kembali. Hanya membawa kantong mayat. Mungkin mereka tidak menyangka ada yang selamat," ujar korban selamat satu-satunya itu.
Tim penyelamat itu kemudian menggotong Annette menuruni gunung dengan sangat hati-hati.
Setelah itu Annette dibawa ke Ho Chi Minh City dan diterbangkan ke Singapura untuk mendapatkan perawatan intensif. Keluarga dan orang terdekat Annette ada di rumah sakit itu.
"Mereka lega karena aku selamat. Awalnya tak ada yang percaya," kata dia.
Memulai Kehidupan Baru
Sebulan setelah kejadian nahas tersebut, Annette mulai bisa berjalan kembali. Dia bahkan sempat menghadiri pemakan tunangannya di Belanda.
"Aku berjalan menuju peti matinya seperti seorang pengantin yang menemukan mayat kaku suaminya terbujur di altar," kata Annette.
Beberapa tahun setelah itu, perempuan yang berprofesi sebagai pegawai bank itu menikah dengan rekan kerjanya. Pernikahan itu dilakukan secara sembunyi-sembunyi karena mereka bekerja untuk perusahaan yang sama.
Dari pernikahan itu, Annette memiliki dua sepasang anak, Joosje, 19 tahun, dan Max, 17 tahun.
"Max dicurigai memiliki down syndrome. Tapi aku tidak akan menyerah pada keadaannya. Sama seperti aku tidak menyerah untuk berjuang hidup di dalam hutan itu," kata ibu dua anak itu.
Namun sayangnya pernikahan itu kandas di tengah jalan. Dua tahun yang lalu Annette resmi bercerai dengan suaminya. Apapun, perempuan tangguh itu tetap bertahan hidup.
Pengalaman 9 hari di tengah hutan pasca kecelakaan pesawat menjadi pelajaran berharga dalam hidupnya.Â