Liputan6.com, Vanuatu - Pada 15 Februari setiap tahun, sekelompok orang di pulau Tanna memberikan penghormatan kepada roh suci yang "lebih kuat daripada Yesus".
John Frum seringkali ditampilkan sebagai tentara Amerika Serikat pada Perang Dunia II, kadang-kadang sebagai berkulit hitam, terkadang berkulit putih.
Advertisement
Baca Juga
Dikutip dari The Vintage News pada Sabtu (8/10/2016), kepercayaan yang berfokus pada John Frum mencuat pada 1930-an, ketika Vanuatu masih dikenal sebagai pulau New Hebrides. Tapi, pada 1949, muncul dugaan bahwa agama itu dimulai pada 1910-an.
Pemujaan Keraperamun, dewa di Pegunungan Tukosmera, sangat mempengaruhi gerakan tersebut. Dalam beberapa versi cerita, Manehivi, seorang pribumi yang menggunakan nama John Frum, mulai berkeliaran di Tanna sambil mengenakan mantel bergaya Barat dan mengajarkan akan memberikan makanan, pakaian, perumahan dan transportasi. Sejumlah pihak menyebutkan Frum adalah visi roh yang terpengaruh kava.
John Frum disebut-sebut sebagai manifestasi Keraperamun yang menjanjikan terbitnya masa baru ketika semua orang kulit putih akan pergi meninggalkan New Hebrides dan meninggalkan semua benda serta properti duniawi kepada pribumi Melanesia.
Tapi, supaya ini terjadi, warga Tanna harus menangkal hampir semua aspek dalam masyarakat Barat, termasuk uang, pendidikan Barat, kekristenan, dan pekerjaan di perkebunan kopra. Warga juga harus kembali kepada adat tradisional mereka.
Pada 1941, para pengikut John Frum menghabiskan uang mereka melalui belanja besar, pergi meninggalkan gereja-gereja misionaris, sekolah-sekolah, desa-desa, dan perkebunan-perkebunan.
Mereka pindah ke pedalaman dan mulai turut serta dalam santapan, tarian, dan ritual tradisional. Pihak kolonial ingin menekan gerakan itu, sehingga suatu saat mereka menangkap seorang pria Tanna yang menyebut dirinya sebagai John Frum untuk dipermalukan depan umum.
Ia dipenjara dan akhirnya diasingkan ke pulau lain, bersama dengan beberapa pemimpin lain dalam kultus tersebut.
Tapi, bahkan setelah upaya ini, gerakan itu menjadi semakin populer pada 1940-an, ketika kira-kira 300 ribu tentara di tempatkan di New Hebrides dalam Perang Dunia II.
Bersama dengan kedatangan tentara, bertimbunlah pasokan ke sana. Ketika pihak Amerika meninggalkan tempat itu seusai perang, para pengikut John Frum membangun landasan pacu simbolis untuk membujuk pesawat terbang Amerika Serikat mendarat dan membawakan lagi pasokan bagi mereka.
Ada segelintir pihak dalam kultus itu yang menekankan kaitan dengan Amerika melalui penafsiran "John Frum" sebagai plesetan untuk "John from" Amerika. Kata "from" berarti "dari".
Nakohama, seorang pemimpin gerakan John Frum, mendirikan "Tentara Tanna" pada 1957 sebagai masyarakat ritualistik tanpa kekerasan yang melalukan pawai bergaya militer dengan cat wajah dan T-shirt putih bertuliskan "T-A USA", singkatan dari "Tanna Army USA"
"Hari John Frum" dirayakan setiap 15 Februari dalam parade. Tanggal itu dipercaya sebagai tanggal kembalinya John Frum.
Para pengikut Frum menolak pembentukan bangsa merdeka Vanuatu di akhir 1970-an. Mereka terang-terangan keberatan dengan pemerintah terpusat yang dikhawatirkan menguntungkan modernitas Barat dan kekristenan yang dapat merusak adat setempat. Gerakan Frum memiliki partai politik mereka sendiri yang dipimpin oleh Song Keaspai.
Pada 15 Februari 2007, partai itu merayakan ulang tahun ke 50. Pemimpin mereka, Isaak Wan Nikiau mengatakan kepada BBC bahwa John Frum adalah "Tuhan kami, Yesus bagi kami" yang akan datang kembali pada suatu saat.
Laporan Radio New Zealand International pada Desember 2011 menyebutkan bahwa 'presiden' gerakan John Frum adalah Thitam Goiset, wanita keturunan Vietnam yang adalah saudari perempuan dari pebisnis Dinh Van Than. Kebanyakan para pemimpin gerakan adalah kaum pria.
Tapi, pada 2013, Thitam Goiset dipecat dari tugasnya sebagai duta besar Vanuatu untuk Rusia dengan tuduhan korupsi.