Liputan6.com, Washington, DC - Sudah hampir satu tahun, warga negara Amerika Serikat (AS), Otto Warmbier ditahan di Korea Utara (Korut). Tak banyak kemajuan dalam upaya membawa pemuda berusia 22 tahun itu kembali ke negara asalnya.
Warmbier yang merupakan lulusan University of Virginia dijatuhi hukuman 15 tahun kerja paksa setelah ia mengakui perbuatannya mencuri spanduk propaganda dari sebuah hotel di Pyongyang. Ia ditangkap pada tanggal 2 Januari ketika hendak meninggalkan negara itu.
Baca Juga
Seperti dikutip dari Daily Mail, Minggu (25/12/2016), di muka pengadilan, pria itu mengatakan, ia mencuri spanduk tersebut untuk dihadiahkan kepada seorang perempuan kenalannya.
Advertisement
Wanita itu ingin menggantung spanduk tersebut di gerejanya. Namun tuduhan terhadap Warmbier tak hanya itu, ia juga dinilai berusaha mengumpulkan informasi yang dapat digunakan untuk melawan pemimpin Korut.
Sementara itu, penulis buku The Coming Collapes of China, Gordon Chang mengatakan kepada Fox News, "Aku menilai dia merasa terisolasi. Dia mungkin hanya membaca propaganda dan merasa ditinggalkan oleh dunia luar."
Pemerintah AS mengutuk hukuman yang dijatuhkan kepada Warmbier dan menuding negeri pimpinan Kim Jong-un itu menggunakan tahanan AS sebagai pion politik.
Pada April lalu, Menteri Luar Negeri Korut, Ri Yong-su membalas pernyataan Washington dengan mengatakan bahwa Warmbier telah digunakan sebagai taktik untuk membuat hidup Korut lebih sulit dengan menciptakan gangguan internal.
Ri juga menegaskan bahwa pemerintah Korut selama ini memungkinkan para tahanan warga negara AS meninggalkan negara itu setelah pejabat senior AS datang menjemput mereka.
Memang, pada tahun 2009, eks presiden AS, Bill Clinton melakukan perjalanan ke Korut dan bertemu dengan otoritas Korut. Setelah itu diketahui, Kim Jong-il mengampuni wartawan AS, Euna Lee dan Lisa Ling. Keduanya pernah dijatuhi hukuman kerja paksa selama 12 tahun.
Bill Richardson, eks gubernur New Mexico belum lama ini mengatakan, kemajuan terkait upaya pembebasan Warmbier berjalan sangat lambat. Menurutnya, Korut telah menolak delegasi yang dikirimkan yayasannya yang berpengalaman dalam membawa pulang tentara AS dari penjara di seluruh dunia.
"Kemajuan berjalan lambat. Saya sudah usulkan kepada Korut bahwa saya yang akan berbicara dengan mereka. Gedung Putih menyadari ini. Mereka sangat mendukung, namun ini bukan persoalan antara pemerintah dengan pemerintah, karena kami memiliki hubungan yang sangat buruk dengan Korut," kata Richardson.
"Kami tengah mengupayakan ini dengan berlandaskan kemanusiaan, bukan dari pemerintah ke pemerintah. Di masa lalu kita bisa bicara dan membuat kesepakatan dengan Kim Jong-il, tapi beda dengan sekarang. Tak ada tanggapan," tambahnya.
Pada bulan Juni, media pemerintah Korut mengatakan, negara itu tidak akan bernegosiasi dengan AS menyangkut Warmbier dan tahanan AS lainnya sampai eks tahanan Kenneth Bae berhenti bicara mengumbar pengalamannya di penjara Korut.
Bae yang merupakan seorang misionaris AS ditangkap pada November 2012 dan dijatuhi hukuman 15 tahun kerja paksa atas pasal kejahatan terhadap negara. Dua tahun kemudian ia dibebaskan. Dan tak lama ia pun merilis sebuah memoar.
Sejak saat itu, Bae tampil bicara di hadapan publik dan diundang untuk wawancara dalam rangka mempromosikan bukunya.
Pada Agustus lalu, AS melalui Juru bicara Kementerian Luar Negeri, John Kirby sendiri telah mendesak Korut untuk mengampuni dan melepaskan Warmbier atas dasar kemanusiaan. Lantas, pada November, Korut mengatakan pihaknya membahas isu terkait tahanan AS dan Kanada dengan Duta Besar Swedia untuk Korut.
Seorang pejabat Kementerian Luar Negeri Korut membenarkan telah terjadi pertemuan dengan Dubes Swedia pada 24 November untuk membicarakan akses konsuler bagi tahanan Kanada, Hyeon Soo Lim, seorang pastur yang dijatuhi hukuman kerja keras seumur hidup. Demikian menurut kantor berita Korut, KCNA.
Dalam pertemuan tersebut pun, Dubes Swedia berusaha mengangkat isu kekonsuleran bagi tahanan AS. Namun upaya itu gagal, karena Korut lebih memilih untuk menangani Warmbier melalui hukum perang sebagai balasan atas sanksi Washington yang menargetkan Kim Jong-un.
Para ahli mengartikan hukum perang tersebut memungkinkan Korut menjatuhkan hukuman yang lebih keras bagi Warmbier.
Sementara itu seorang warga AS keturunan Korea, Kim Dong-chul dilaporkan juga tengah menjalani hukuman 10 tahun kerja paksa. Kim yang merupakan seorang pastur di the Light Korean Presbyterian Church di Toronto, dihukum karena dituduh menggunakan agama untuk menghancurkan sistem Korut dan membantu AS serta Korsel menculik dan membujuk warga Korut untuk membelot.
Korut selama ini kerap dituduh menggunakan tahanan asing sebagai cara untuk mendapat konsesi dari negara lain. Dan sejak beberapa tahun terakhir, hubungan AS dan Korut memasuki kebuntuan yang belum menemukan jalan keluar.
Simak juga video berikut ini: