Liputan6.com, Kuala Lumpur - Seorang pejabat kontra-terorisme Malaysia mengatakan, Myanmar tengah menghadapi ancaman serangan dari para pendukung ISIS yang direkrut jaringan Asia Tenggara. Ini dipicu oleh isu kekerasan militer terhadap warga muslim Rohingya.
Otoritas Negeri Jiran itu lebih lanjut menjelaskan bahwa pihaknya telah menahan seorang pengikut ISIS yang diduga akan berangkat ke Myanmar untuk melancarkan serangan. Demikian pernyataan Kepala Divisi Kontra-Terorisme Kepolisian Malaysia, Ayob Khan Mydin Pitchay seperti dilansir Reuters, Rabu, (4/1/2017).
Baca Juga
Pria itu menurut Ayob berasal dari Indonesia. Ia ditangkap di Malaysia pada bulan Desember 2016 dan akan segera disidangkan atas dakwaan terlibat dengan kelompok terorisme.
Advertisement
Menurut Ayob ada lebih banyak lagi anggota ISIS yang mencoba mengikuti jejak pria itu tanpa merinci dasar di balik pernyataannya ini.
"Dia berencana untuk berjihad di Myanmar, melawan pemerintah Myanmar demi warga Rohingya," jelas Ayob.
Sejak Oktober lalu tepatnya setelah terjadi penyerangan terhadap pos keamanan yang menewaskan sembilan polisi, pemerintah Myanmar menggelar operasi militer di Rakhine.
Dunia internasional menuding, dalam misinya, militer Myanmar melakukan pelanggaran HAM berupa pemerkosaan dan pembunuhan hingga mendorong eksodus 34.000 warga Rohingya ke Bangladesh.
Pemerintah Myanmar beberapa kali sempat membantah kabar kekerasan terhadap warga Rohingya. Namun belakangan kantor Aung San Suu Kyi mengakui bahwa anggota polisi telah melakukan penindasan setelah sebuah video beredar mempertontonkan bagaimana warga Rohingya dikumpulkan di satu tempat, dipukul, bahkan ditendang.
Juru bicara pemerintah Myanmar, Zaw Htay mengatakan kepada Reuters bahwa dalam laporan resmi terkait kekerasan pada Oktober lalu di Rakhine tidak ditemukan bukti adanya kehadiran ISIS di sana atau keterkaitan serangan itu dengan ISIS.
Konflik di Rakhine dinilai berisiko membuat simpatisan ISIS datang ke Myanmar mengingat jaringan bayangan kelompok teroris itu terbentang dari Filipina, Indonesia, dan Malaysia dengan sambungan langsung ke Timur Tengah.
Tak sedikit warga dari ketiga negara itu telah bepergian ke Timur Tengah untuk bergabung dengan ISIS. Pada tahun 2016, ISIS mengklaim sebagai dalang sejumlah serangan atau terlibat dengan plot yang digagalkan baik di Indonesia, Malaysia, mau pun Filipina.
"Ada kemungkinan tinggi, baik itu anggota ISIS atau kelompok lainnya akan menemukan cara dan sarana untuk pergi ke Myanmar dan membantu saudara-saudara mereka (Rohingya)," ujar Ayob.
"Pria asal Indonesia termasuk adalah satu dari tujuh yang ditangkap karena diduga terkait dengan ISIS. Dia juga terlibat dalam sebuah rencana penyelundupan senjata ke wilayah Poso di Sulawesi," tambahnya.
Namun Ayob Khan sendiri tidak menjelaskan kelompok mana di Myanmar yang terhubung dengan pria asal Indonesia tersebut.
"Pria itu menjalin kontak dengan Muhammad Wanndy Muhammad Jedi, militan Malaysia yang berbasis di Suriah," ungkap Ayob.
Sementara itu International Crisis Group dalam laporannya pada bulan lalu menyebutkan bahwa serangan terkoordinasi terhadap pos keamanan di Rakhine didalangi oleh kelompok Harakah al-Yakin.
Indonesia dan Malaysia merupakan negara dengan populasi muslim terbesar di dunia. Maka tak mengherankan isu kekerasan terhadap Rohingya menjadi perhatian dua negara tetangga ini.
Di negerinya, Rohingya telah bertahun-tahun diabaikan. Kewarganegaraan mereka tak diakui dan oleh pemerintah mereka dianggap sebagai imigran ilegal dari Bangladesh.
Mereka sering berlayar di sejumlah pantai di Asia Tenggara dengan perahu-perahu ringkih untuk melarikan diri dari kekerasan. Sekaligus mencari suaka.
Setidaknya terdapat lebih dari 50.000 warga Rohingya yang terdaftar sebagai pengungsi PBB di Malaysia. Namun sejumlah LSM memberikan angka mengejutkan, yakni ada 200.000 orang di mana banyak di antara mereka bekerja sebagai pelayan restoran dan pekerja konstruksi.
Para analis memperingatkan besarnya jumlah migran Rohingya ini berpotensi menjadi "kolam besar" untuk merekrut simpatisan baru.
"Jaringan antara Malaysia, Indonesia, Filipina, dan Rohingya ada di sana (kolam besar)," kata Badrul Hisham Ismail, direktur eksekutif kelompok kontra-militansi Malaysia, Iman Research.
Ismail mengatakan, kelompoknya bahkan menemukan fakta bahwa militan asal Malaysia terlibat dalam perekrutan Rohingya dan mengirim mereka ke Poso untuk pelatihan.
Ahli keamanan dari Rajaratnam School of International Studies, Rohan Gunaratna mengatakan, operasi ISIS di kawasan menargetkan serangan baik di dalam Myanmar mau pun perwakilan Myanmar di luar negeri.
"Ancaman tertinggi ke Myanmar berasal dari jaringan ISIS. Konflik Rohingya menjadi isu yang "menghimpun" ISIS. Pada level strategis, Myanmar harus segera menyelesaikan konflik Rohingya untuk menangkal pengaruh dan ekspansi ISIS," pungkasnya.
Advertisement