Liputan6.com, Naypyidaw - Dalam audiensi umum yang berlangsung pada Rabu, Paus Fransiskus mendoakan pengungsi Rohingya. Paus ke-266 itu juga mengutuk kekerasan terhadap warga Rohingya yang terjadi hanya karena mereka muslim.
"Mereka adalah orang-orang yang baik, mereka bukan umat kristiani, tapi mereka adalah orang-orang yang damai. Mereka saudara-saudara kita dan selama bertahun-tahun mereka telah menderita. Mereka disiksa dan dibunuh," ujar Paus Fransiskus seperti dilansir CNN, Kamis (9/2/2017).
Baca Juga
Paus Fransiskus lantas meminta para hadirin berdoa untuk warga Rohingya yang ditolak pemerintah Myanmar dan melarikan diri dari satu daerah ke daerah lain karena tidak ada yang menerima mereka.
Advertisement
Menurut data PBB, sekitar 69Â ribu warga muslim Rohingya dikabarkan telah melarikan diri dari tempat tinggal mereka di negara bagian Rakhine, Myanmar, sejak kekerasan pecah pada 9 Oktober 2016.
Terdapat kurang lebih 1 juta warga Rohingya di Myanmar, tapi pemerintah tidak mengakui kewarganegaraan mereka. Rohingya dinilai merupakan salah satu kelompok paling tertindas di dunia.
Laporan pembunuhan, pemerkosaan, dan penghancuran rumah warga Rohingya telah menyebar luas. Namun tidak dapat dikonfirmasi lebih lanjut mengingat terbatasnya akses masuk yang diberlakukan pemerintah Myanmar.
Pembunuhan anak di Rakhine
Pernyataan Paus Fransiskus ini mengemuka kurang dari satu pekan setelah PBB merilis laporan yang menyebut terjadi pembunuhan dan pemerkosaan brutal yang meluas di Rakhine. Laporan itu berdasarkan wawancara dengan 220 warga Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh.
Salah seorang perempuan muda menceritakan, ayahnya dibunuh di depan matanya. Sementara sang ibu diperkosa sebelum akhirnya dikurung di dalam rumah untuk selanjutnya dibakar hingga tewas.
Kekejaman diduga juga menimpa anak-anak Rohingya. Merespons laporan ini, juru bicara pemerintah Myanmar, Aye Aye Soe mengatakan, pihaknya sangat prihatin atas tuduhan tersebut.
"Komisi Investigasi yang dipimpin oleh wakil presiden akan menyelidiki laporan tersebut. Jika ditemukan bukti-bukti pelanggaran, kita pasti akan mengambil tindakan," ungkap Aye Aye Soe kepada CNN.
Kekerasan terbaru di Rakhine pecah pada 9 Oktober lalu. Ketika itu, sekelompok orang menyerang pos perbatasan Myanmar dan menewaskan sembilan tentara. Militer menuding, penyerang merupakan warga Rohingya.
Pemerintah pun menanggapi peristiwa itu dengan memulai operasi pembersihan demi menemukan pelaku penyerangan. Namun upaya ini ditengarai telah menyebabkan lebih dari 100 orang tewas.
Komisaris Tinggi PBB untuk HAM Zeid Ra'ad Al Hussein menyebut bahwa aparat keamanan Myanmar mungkin saja telah melakukan "kejahatan terhadap kemanusiaan".