Unjuk Rasa Imigran Sambut Presiden Afghanistan di Australia

Kunjungan Presiden Afghanistan ke Australia tuai protes dari kelompok imigran Afghan-Hazara di Canberra, Australia.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 04 Apr 2017, 16:12 WIB
Diterbitkan 04 Apr 2017, 16:12 WIB
Presiden Afghanistan Ashraf Ghani
Presiden Afghanistan Ashraf Ghani (AP/Wakil Kohsar)

Liputan6.com, Canberra - Kunjungan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani ke Australia tuai aksi protes. Demonstrasi itu dilakukan oleh ribuan etnis Hazara, kelompok pencari suaka Afghanistan yang berimigrasi ke Australia.

Aksi protes itu terjadi di Yarralumla, sebuah wilayah distrik di selatan Canberra, dan jalan-jalan arteri Canberra, Australia, seperti yang diwartakan The Guardian, Rabu, (4/4/2017).

Aksi protes itu bertepatan dengan pertemuan Presiden Ghani dengan Gubernur Jenderal Australia, Peter Cosgrove, sebagai agenda pertama kunjungan kenegaraannya ke Negeri Kanguru.

Aksi protes itu dilakukan warga Hazara, sebuah komunitas etnis minoritas imigran Afghanistan yang mencari suaka di Australia akibat persekusi selama beberapa generasi di negara asalnya. 

Dilaporkan sekitar 7.000 ribu anggota Hazara dan pendukungnya yang berasal dari Canberra, Sydney, dan Perth, berdemonstrasi di luar Gedung Parlemen di Canberra. 

Perdana Menteri Australia, Malcolm Turnbull menjelaskan bahwa Australia dan Afghanistan memiliki hubungan yang solid selama berabad-abad. Hubungan itu dapat ditelusuri sejak tahun 1860, saat gembala unta Afghanistan menginjakan kaki di Negeri Wool, hingga pada Abad ke-21 saat Australia memberikan bantua kontra-terorisme di Negeri Makam Para Raja.

"Pada kunjungan ini, kami akan mendiskusikan kerjasama pada bidang keamanan dan kesejahteraan untuk Afghanistan, agar mereka mampu kembali berdikari," ujar Turnbull.

"Kami juga akan menjalin kerjasama pada bidang pemberdayaan anak dan perempuan, pengembangan sektor publik, serta agrikultur," tambahnya.

Presiden Ashraf Ghani telah memimpin negeri krisis Afghanistan sejak tahun 2014. Ia dikritik gagal dalam meningkatkan ekonomi dan keamanan Afghanistan. 

Bagi etnis Hazara, Presiden Ashraf Ghani merupakan persona non grata. etnis Hazara--mayoritah Syiah--menilai Presiden Ghani gagal memberikan perlindungan etnis Hazara yang berada di Afghanistan dari serangan kelompok Taliban. Apalagi selama masa-masa insiden pembangkit listrik Tutap. Insiden itu merupakan pemutusan sejumlah tenaga listrik yang dialirkan ke wilayah mayoritas Hazara.

Namun, tujuan utama aksi protes itu didasari atas ketakutan etnis Hazara di Australia yang menuding bahwa agenda kunjungan Presiden Ghani ke Australia turut serta membicarakan pengembalian paksa para pencari suaka Hazara kembali ke Afghanistan.

"Sebagai seorang mantan pengungsi, aku harus menempuh perjalanan yang berbahaya ke Australia menggunakan kapal kecil di laut mematikan...dan Australia telah membuka tangannya untukku," ujar Sajjad Askary, pencari suaka Hazara di Australia.

"Namun, banyak orang-orang seperti aku yang masih terjebak di sana membutuhkan bantuan...dan kini ada ketakutan kami akan dikembalikan. Jika kami kembali, kami akan ditangkap, dipenjara, dan disiksa. Mungkin akan dihukum mati,", tambah Askary. 

Ilustrasi Askary merupakan situasi nyata seperti yang dialami Zainullah Naseri pada tahun 2014. Beberapa jam setelah dideportasi dari Australia kembali ke Afghanistan, ia ditangkap oleh Taliban. Untungnya, ia berhasil melarikan diri setelah dua hari ditangkap.

Australia beserta Inggris termasuk beberapa negara yang telah mendeportasi sejumlah pengungsi Afghanistan kembali ke negara asalnya. Sejak tahun 2014, ada sekitar 10 imigran Afghanistan yang dideportasi dari Australia karena tidak memenuhi syarat dan ketentuan kebijakan pencari suaka pemerintah Negeri Kanguru tersebut. 

Tindakan tersebut dilandasi atas Nota Kesepahaman Bersama antara Afghanistan dengan Australia pada Agustus 2014 tentang deportasi paksa warga negara Afghanistan yang mencari suaka. 

Pada tahun 2015, Menteri Pengungsi dan Repatriasi Afghanistan, Sayed Husaain Alemi Balkhi menganjurkan pemerintah Australia agar tidak memaksa proses repatriasi jika kondisi keamanan Afghanistan sedang tidak aman. Repatriasi dapat dilakukan apabila kondisi keamanan telah stabil di Afghanistan.

Namun nampaknya hal itu masih jauh dari harapan.

Laporan Menteri Luar Negeri AS tahun 2016 tentang kondisi HAM di Afghanistan menjelaskan bahwa etnis Hazara secara eksklusif menjadi target sasaran diskriminasi dan persekusi dari kelompok Taliban dan sayap-sayap militannya. 

"Taliban terus menargetkan dan menculik anggota kelompok Hazara, menjadikan tawanan bahkan membunuhnya," ujar laporan tersebut.

"...ditambah lagi dengan diskriminasi, pemerasan, detensi, pembunuhan, dan bentuk-bentuk kekerasan lain terhadap kelompok Syiah Hazara," ujar salah satu paragraf pada laporan itu.

Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia juga menyematkan status 'hitam' terhadap Afghanistan dan menyarankan agar warga negara Australia tidak menghindari negara itu. 

"Frekuensi serangan dengan tingkat korban luka dan jiwa yang tinggi di Kabul serta sebagian besar wilayah lain membuat kami melarang untuk mengunjungi negara tersebut," ujar laporan Deplu Australia. 

Pemerintah Australia masih berencana untuk secara bertahap mengirim pencari suaka Afghanistan--yang mayoritas dari etnis Hazara--untuk kembali ke negara asalnya, sesuai dengan hukum domestik dan internasional yang berlaku. Meski begitu, pengamat menilai kebijakan itu bukan langkah yang tepat untuk saat ini.

"Jelas-jelas kelompok ekstremis di sana menargetkan mereka (etnis Hazara). Parahnya, mereka minoritas di sana sehingga tak mampu membela diri mereka masing-masing," ujar William Maley, Profesor Diplomasi Australian National University. 

Kunjungan Presiden Ashraf Ghani ke Australia merupakan bagian dari agenda kunjungan kenegaraannya ke negara-negara di Asia-Pasifik. Selepas dari Negeri Kanguru, Presiden Ghani akan bertolak ke Indonesia pada tanggal 5 hingga 6 April 2017 nanti.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya