Liputan6.com, Kairo - Pasca-serangan terhadap dua gereja Koptik yang menewaskan setidaknya 44 orang, Presiden Mesir Abdul Fattah al-Sisi mengumumkan situasi darurat selama tiga bulan.
Situasi tersebut memungkinkan pihak berwenang untuk melakukan penangkapan tanpa surat perintah dan menggeledah rumah warga. Tentu kebijakan ini harus melalui persetujuan parlemen sebelum diterapkan.
Baca Juga
Seperti dilansir BBC, Senin, (10/4/2017), ISIS telah mengklaim mendalangi ledakan di dua gereja Koptik di Tanta dan Alexandria di tengah perayaan Minggu Palem -- Minggu terakhir sebelum Paskah yang menandai dimulainya Minggu Kudus bagi umat Kristen. Belakangan, kelompok teroris brutal ini telah menargetkan gereja Koptik dan memperingatkan serangan lebih lanjut.
Advertisement
Pengumuman terkait dengan situasi darurat selama tiga bulan disampaikan Presiden Sisi di istana presiden setelah lebih dulu diadakan pertemuan dewan pertahanan nasional untuk membahas teror terbaru yang mengguncang Negeri Piramida itu.
Sisi menegaskan, perang melawan kelompok teroris akan 'panjang dan menyakitkan'. Ia juga menjelaskan bahwa status darurat akan mulai berlaku setelah semua 'langkah hukum dan konstitusi' dilaksanakan. Mayoritas anggota parlemen dikabarkan mendukung kebijakan tersebut.
Sebelumnya, Sisi telah memerintahkan militer di seluruh negeri untuk melindungi infrastruktur vital.
Sementara itu, dalam klaimnya ISIS mengatakan bahwa teror dilakukan oleh dua pengebom bunuh diri. Yang pertama menargetkan Gejera Koptik St George di utara kota Tanta di mana peristiwa ini menewaskan 27 orang.
Selang beberapa jam kemudian, polisi menghentikan pengebom bunuh diri lainnya yang berusaha memasuki Gejera Koptik St Mark di utara kota Alexandria. Namun pelaku meledakkan diri seketika dan menewaskan 17 orang, termasuk di beberapa petugas polisi.
Ledakan tersebut terjadi beberapa minggu sebelum kunjungan Paus Fransiskus. Kedatangan pemimpin tertinggi agama Katolik tersebut untuk menunjukkan dukungannya bagi umat Kristen yang selama ini rentan diserang dan terpinggirkan.
Situasi genting telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir seiring dengan bangkitnya sel-sel teror di Mesir. Kepercayaan umat Kristen terhadap kemampuan dan kemauan negara untuk melindungi mereka saat ini kian merosot pasca-serangan.
Langkah Sisi untuk menerapkan situasi militer kini dikabarkan memancing kekhawatiran kalangan pegiat HAM. Sisi yang merupakan mantan panglima militer selama ini dikritik oleh berbagai kalangan terkait pembatasan hak-hak sipil dan politik di negaranya.
Menurut Human Right Watch, puluhan ribu orang ditangkap dalam tindakan represif menyusul perbedaan pendapat. Aparat keamanan juga dituding telah melakukan pelanggaran termasuk di antaranya penyiksaan, penghilangan paksa, dan eksekusi di luar proses hukum.