Liputan6.com, Tel Aviv - Serangan ransomware WannaCry memicu kerusakan di lebih dari 150 negara sejak akhir pekan. Namun, saat virus yang disebarluaskan para teroris siber mula-mula menyebar, banyak perusahaan di Israel tak beroperasi.
Momentum tersebut dimanfaatkan pihak negeri zionis untuk mengecek apakah ada beberapa lembaga atau kantor-kantor swasta yang terkena serangan siber massal tersebut.
Baca Juga
Para ahli keamanan siber juga langsung diterjunkan. "Kami tengah mengecek kerusakan," kata Sharon Nimirovski, pendiri dan CEP perusahaan siber White Hat yang bermarkas di Tel Aviv.
Advertisement
"Kami bekerja siang malam dan kami menemukan sejumlah perusahaan di Israel turut diserang, tapi kami yakin, jumlahnya tak begitu banyak," lanjut Nimirovski seperti dikutip dari Times of Israel, Senin (15/5/2017).
"Kami masih menginvestigasi. Sejumlah sistem terinfeksi, tapi kami tak melihat adanya kerusakan. Serangan itu memang telah sampai ke beberapa komputer, tapi berhasil di-blok," ujarnya lagi.
Selain perusahaannya, sejumlah ahli siber di berbagai perusahaan dan independen di Israel kini tengah membantu negara-negara lain yang terdampak serangan itu.
"Klien kami dari berbagai negara dan perusahaan, sejauh ini mereka tak terkena serangan itu. Kini kami diminta turun gunung membantu memperbaiki sejumlah jaringan yang terinfeksi," lanjut Nimirovski lagi.
Sementara itu, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu turut bersuara atas serangan masif hacker ke seluruh dunia itu.
"Kita sedang mengalami serangan siber global, di mana lebih dari 100 negara terkena dampaknya. Hingga sekarang, tak ada kerusakan di infrastruktur siber Israel," kata PM Netanyahu dalam rapat mingguan kabinet di Yerusalem pada hari Minggu 14 Mei 2017.
"Ada kerusakan, tapi minor dan sekarang bisa teratasi," katanya lagi.
Israel adalah negara dengan sistem siber yang cukup kuat, yang didukung lembaga milik negara National Cyber Authority.
Netanyahu meminta warga Israel untuk mematuhi aturan siber negaranya.
Ransomware WannaCry adalah serangan massal siber yang mengunci komputer dan menyandera file pengguna untuk dimintai sejumlah uang. Dipercaya, itu adalah serangan terbesar sepanjang masa.
Para ahli keamanan siber berhasil mengidentifikasi serangan tersebut merupakan malware WannaCry jenis baru. Selain Indonesia, ia juga sudah menyebar ke beberapa negara mulai dari Inggris, Spanyol, Rusia, Taiwan, Perancis, Jepang, dan masih banyak banyak lagi.
Malware itu memanfaatkan kerentanan di Windows yang dikenal sebagai EternalBlue. Sebelumnya, 'lubang' tersebut sempat dibocorkan kelompok bernama Shadow Brokers.
Lewat aksinya bulan lalu, kelompok mengunggah beberapa alat peretasan yang diduga sejatinya adalah milik Badan Keamanan Nasional AS atau National Security Agency (NSA).
Diketahui, laporan insiden serangan siber berawal dari jaringan rumah sakit Inggris atau National Health Service dan beberapa fasilitas kesehatan di seluruh Britania, yang mengalami kegagalan sistem dan beberapa mesin terkunci.
Tampil di layar, sebuah pesan yang meminta tebusan bitcoin setara dengan US$ 300 atau sekitar Rp 4 juta. Tak hanya itu, malware serupa juga menyerang beberapa perusahaan di Spanyol, seperti Telefonica, Gas Natural, dan Iberdrola.