Umat Muslim Bantu Evakuasi Warga Nasrani Keluar dari Marawi

Dilaporkan 39 umat Nasrani terjebak di antara pertempuran antara teroris Maute yang didukung ISIS dengan militer Filipina.

oleh Arie Mega Prastiwi diperbarui 29 Mei 2017, 12:04 WIB
Diterbitkan 29 Mei 2017, 12:04 WIB
Kota Marawi
Asap hitam membumbung tinggi ke udara usai militer pemerintah Filipina melancarkan serangan udara ke sebuah lokasi yang telah dikuasai oleh militan Maute di kota Marawi, Filipina Selatan, (27/5). (AP Photo / Bullit Marquez)

Liputan6.com, Marawi - Konflik antara militan Maute dengan pemerintah Filipina di Marawi masih berlangsung. Dilaporkan kelompok pro-ISIS itu telah membunuh 19 warga sipil.

Dengan demikian, jumlah korban meninggal semenjak konflik pecah yang berlangsung satu pekan sudah mencapai 85 orang.

Pertempuran di Marawi mendorong Presiden Rodrigo Duterte menetapkan darurat militer di sepertiga bagian selatan Filipina pada 23 Mei 2017 lalu. Menurutnya, langkah tersebut guna menumpas ancaman militan yang berafiliasi dengan ISIS.

Di tengah-tengah konflik itu, banyak warga sipil yang terperangkap. Di antaranya adalah 39 umat Nasrani yang terjebak dalam pertempuran antara tentara Filipina dan teroris Maute.

Dikutip dari Philstar pada Senin (29/5/2017), Wakil Gubernur Lanao del Sur, Mamintal Adiong, membenarkan informasi tersebut.

"Inisiatif untuk membantu evakuasi datang dari salah satu pegawai negeri setempat bernama Salma Jayne Tamano yang juga seorang Muslimah," kata dia. 

PNS tersebut mengetahui bahwa masih ada 39 warga Nasrani yang terjebak di dalam rumah sepasang lansia -- yang masih kerabatnya. 

Salma dan keluarganya kemudian membantu untuk mengevakuasi mereka keluar dari desa. 

Salah satu anggota polisi, Oscar Nantes, yang turut menyelamatkan 39 warga Nasrani mengatakan, aparat menemukan mereka dalam kondisi tiarap di sebuah rumah milik pasangan lansia Muslim. 

Selama 36 jam mereka ada di sana, menahan lapar karena tak makan selama berhari-hari, demi menghindari penyisiran militan. 

Seluruh Umat Islam Bahu-Membahu

Jocelyn Henry, staf komunikasi dari lembaga Humanitarian Emergency Assistance and Response Team (HEART) dari otonomi daerah khusus Muslim di Mindano mengatakan, penduduk yang mayoritas beragama Islam bahu-membahu, menolong menyembunyikan dan mengevakuasi tetangganya yang Nasrani.

Lebih dari 100 umat Kristen di kawasan itu telah pindah ke daerah yang lebih aman selama empat hari belakangan.

"Pemerintah Mindano berterima kasih atas kebaikan penduduk Muslim Marawi karena telah menyelamatkan nyawa warga non-Muslim akibat konflik ini. HEART telah memfasilitasi mereka yang mengungsi ke daerah yang lebih aman," kata Jocelyn.

Marawi yang merupakan ibu kota dari provinsi Lanao del Sur yang terletak di pulau Mindanao adalah sebuah kota yang mayoritas penduduknya adalah Muslim. Kawasan ini merupakan basis bagi kelompok militan Maute yang telah bersumpah setia kepada ISIS.

Krisis Marawi dimulai pada 23 Mei 2017, saat militer melancarkan serangan ke kota itu untuk menangkap Isnilon Hapilon, pimpinan kelompok Abu Sayyaf. Pertempuran tak terelakkan saat pasukan Hapilon melepas tembakan ke arah pasukan gabungan.

Hapilon lantas meminta bala bantuan ke militan Maute, sebuah kelompok yang telah bersumpah setia kepada ISIS. Maute diyakini bertanggung jawab atas pengeboman di Davao pada tahun 2016.

Kelompok Maute dengan cepat datang dan berhasil menduduki sejumlah bangunan di kota tersebut termasuk di antaranya Marawi City Hall, Mindanao State University, sebuah rumah sakit dan penjara. Mereka juga menguasai sejumlah jalan utama dan membakar gereja, sekolah, dan kampus yang dikelola United Church of Christ in the Philippines (UCCP).

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya