Filipina Selatan Memanas, WNI Diminta Waspada

Pertempuran antara kelompok militan melawan milier pecah di Marawi, Pulau Mindanao.

oleh Andreas Gerry Tuwo diperbarui 24 Mei 2017, 16:30 WIB
Diterbitkan 24 Mei 2017, 16:30 WIB
20150831-bentrok
Ilustrasi bentrok.

Liputan6.com, Mindanao - Kondisi di Filipina Selatan mendadak mencekam. Pertempuran antara kelompok militan melawan militer pecah di Marawi, Pulau Mindanao.

Pertempuran tersebut jadi perhatian khusus pemerintah Indonesia. Sebab, beberapa WNI yang masih disandera oleh kelompok Abu Sayyaf berada di Filipina Selatan.

Merespons kabar tersebut Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhamad Iqbal menyebut sandera asal Tanah Air atau WNI di Mindanao tidak ada yang menjadi korban.

"Kondisi di Mindanao secara umum normal. Pertempuran terkonsentrasi di sekitar Marawi. Marawi bukan daerah konsentrasi WNI," ucap Iqbal kepada Liputan6.com, Rabu (24/5/2017).

"Martial Law hanya diberlakukan di Mindanao. Sejak beberapa bulan lalu KJRI Davao sudah mengeluarkan seruan kepada WNI di Fililipina Selatan untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap situasi keamanan. Seruan tersebut belum dicabut," papar dia.

Untuk kondisi sandera, Iqbal menegaskan, Pemerintah Indonesia tetap teguh pada pendiriannya: para sandera harus segera bebas.

"Sejauh ini 7 sandera dalam keadaan baik. Komunikasi dan upaya pembebasan terus berlangsung. Harapan kita status martial law di Mindanao ini tidak mempengaruhi kondisi para sandera WNI," jelasnya.

Presiden Filipina, Rodrigo Duterte memberlakukan darurat militer di Marawi dan seluruh Pulau Mindanao.

Menurut laporan Philippines News Agency (PNA), Duterte mempersingkat kunjungan resminya ke Rusia akibat bentrokan yang terjadi di Marawi.

Darurat militer akan berlaku di Mindanao, Filipina yang mayoritas berpenduduk muslim selama 60 hari. Menurut Juru Bicara Presiden, Ernesto Abella, status itu diberlakukan untuk menekan kekerasan dan pemberontakan serta demi keamanan publik.

Dikutip dari CNN, Rabu (24/5/2017), bentrokan yang terjadi antara pasukan pemerintah dan kelompok militan Islam yang berbasis di Mindanao, Maute, bermula di Marawi, yakni kota dengan 200.000 penduduk.

Menurut Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana, dua tentara dan seorang polisi tewas dalam peristiwa itu.

Pihak berwenang menuduh Maute terlibat dalam pengeboman di kampung halaman Duterte, Davao, pada September 2016 yang menewaskan 14 orang.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya