Liputan6.com, London - Meningkatnya nasionalisme global disertai dengan menurunnya harga minyak dunia telah membawa perubahan signifikan dalam ekonomi global, khususnya satu tahun belakangan. Hal ini pun membawa dampak, salah satunya sejumlah kota yang dulunya dikenal memiliki biaya hidup mahal kini berada dalam kondisi sebaliknya.
Sebut saja Ibu Kota Inggris, London. Peringkat kota yang memiliki ikon Big Ben ini secara dramatis turun dalam daftar Cost of Living Index atau Indeks Biaya Hidup yang dirilis Economist Intelligence Unit.
Nilai mata uang pound sterling dilaporkan melemah terhadap mata uang asing. Kondisi ini otomatis menguntungkan para ekspatriat yang dipekerjakan oleh perusahaan asing mengingat biaya hidup menjadi lebih murah.
Advertisement
Seperti dikutip dari BBC, Selasa (27/6/2017) berikut lima kota yang mengalami penurunan biaya hidup cukup dramatis:
1. London
Referendum Brexit (Britis Exit) tahun 2016 yang memutuskan Inggris keluar dari Uni Eropa memiliki dampak negatif langsung terhadap pound sterling dibanding mata uang lainnya. London, selama ini selalu berada di posisi atas dalam peringkat Indeks Biaya Hidup, namun Brexit membuat kota ini turun 18 poin hanya dalam kurun satu tahun!
Wisatawan asing dikabarkan berbondong-bondong datang ke London untuk berbelanja barang mewah. Sebuah laporan menyebutkan, pengeluaran turis asing telah melonjak lebih dari 36 persen dari tahun ke tahun.
Salah satu langkah cerdas untuk hidup murah di London adalah menemukan tempat tinggal terbaik. Umumnya, tinggal di wilayah selatan dan timur London lebih terjangkau dibanding di wilayah barat atau utara.
Wright, seorang warga yang tinggal di Abbey Wood di tenggara London mengatakan, London merupakan sebuah kota yang sangat terbuka dan multikultural.
"London memiliki wilayah kantong etnis yang jauh lebih sedikit dibanding kota-kota di Amerika Serikat sehingga Anda akan menemukan ekspatriat dan imigran dari seluruh dunia hidup berdampingan. Menurut saya, itu adalah salah satu hal terbaik dari kota ini," terang Wright.
Advertisement
2. Beijing
Sejumlah kota di China juga mengalami penurunan dalam peringkat Indeks Biaya Hidup tahun ini, termasuk salah satunya Beijing yang terjun bebas 16 poin. Meski demikian, laporan Economist Intelligence Unit tidak menyebutkan spekulasi tentang penyebabnya.
Sumber-sumber lain menyatakan, pemicunya adalah menurunnya permintaan atas ekspor China dan anjloknya yuan terhadal dolar.
Sama seperti di London, untuk menikmati biaya hidup murah sangat tergantung di mana Anda tinggal.
"Taruhan terbaik Anda sebagai orang asing adalah menemukan kamar lebih dekat ke pusat seharga 4.000 yuan di mana Anda dapat menjumpainya di dekat kota Sanlitun dan Gulou," ujar Om Buffalo, seorang warga AS yang tinggal di Beijing.
Secara umum, selatan dan barat Beijing jauh lebih murah dibanding utara dan timur.
Cara lain untuk berhemat adalah dengan cerdas memilih moda transportasi. Pilihlah subway, jangan taksi.
"Untuk perjalanan jarak menengah hingga jarak jauh, naik taksi di Beijing jauh lebih lama dan memakan biaya lebih besar dibanding subway," ujar Josh Ong, direktur pemasaran dan komunikasi global di Cheetah Mobile yang berbasis di Beijing.
"Awalnya (naik subway) menakutkan, terutama saat jam sibuk. Tapi dengan sedikit riset, Anda dapat menyesuaikan diri," tambahnya.
Menurut Ong, memilih menyantap makanan seperti layaknya masyarakat lokal juga sangat membantu menghemat biaya hidup di Beijing. "Makanan Barat di Beijing mahal, namun ada toko mi dan dumpling murah di sekitar Anda".
3. Lagos
Ibu Kota Nigeria, Lagos, turun 16 pon dalam peringkat Indeks Biaya Hidup tahun 2017. Penyebabnya adalah turunnya harga minyak mentah dunia yang merupakan salah satu komoditas ekspor utama negara tersebut.
Peristiwa tersebut mungkin menguntungkan ekspatriat, namun bagi Hashim Zein, seorang warga AS yang merupakan duta untuk komunitas ekspatriat InterNations mengatakan, kondisi tersebut dapat menciptakan tantangan keamanan tambahan. Karena inflasi mata uang terkait telah mendorong kenaikan harga bagi penduduk lokal sehingga dapat memicu kenaikan tindak kriminal pencurian dan kejahatan terkait lainnya.
"Saya merasa betah di Nigeria karena perilaku masyarakatnya. Semangat dan kegembiraan selalu ada. Ditambah lagi, kota ini tahu bagaimana caranya bersenang-senang. Tidak ada pesta seperti di sini -- tujuh hari dalam satu minggu!," ujar Zein.
Lagos terpisah menjadi dua bagian utama, daratan dan pulau. Kebanyakan ekspatriat tinggal di beberapa pulau.
Mereka yang bekerja di bidang manufaktur cenderung lebih butuh tinggal di daratan. Ilupeju dan Ikeja merupakan pilihan terbaik bagi para ekspatriat mempertimbangkan keamanan, infrastruktur, dan lokasinya.
Advertisement
4. Mexico City
Ibu Kota Meksiko ini menduduki peringkat 82 dalam peringkat Indeks Biaya Hidup tahun 2017 dari 132 kota di dunia. Dengan kata lain, kota ini turun 9 poin dari sebelumnya.
Pemicunya adalah mata uang Meksiko melemah atas mata uang asing, inflasi meningkat, dan harga-harga pun naik, termasuk tarif bus yang dipengaruhinya tingginya harga bahan bakar.
Menurut Lauren Cocking yang berasal dari London, bepergian menggunakan metro jauh lebih baik dibanding naik bus. Ia juga memilih untuk menggunakan transportasi publik ketimbang pribadi.
Namun untuk kebutuhan bepergian di malam hari, Cocking merekomendasikan Uber. "Seringkali lebih murah dibanding taksi dan jauh lebih aman dibanding transportasi umum, terutama saat larut".
Berbelanja di pasar lokal juga menjadi pilihan cerdas dibanding pergi ke supermarket. Menurut Cocking, "Perbedaan harganya luar biasa. Makanan adalah bagian yang paling saya sukai ketika hidup di kota ini".
Lebih lanjut Cocking menjelaskan bahwa sebagian ekspatriat berduyun-duyun memilih tinggal di lingkungan Roma dan Condesa.
"Saran saya adalah lingkungan seperti Narvarte atau Del Valle. Keduanya jauh lebih 'lokal', daerah hunian, dan tidak berisiko terkena kerusakan gempa. Sama halnya dengan lingkungan di selatan kota seperti Copilco dan Coyoacán," jelas Cocking.
5. Buenos Aires
Setelah London, Buenos Aires adalah kota yang mengalami penurunan terbesar dalam Indeks Biaya Hidup tahun 2017. Kota ini terjun bebas sebanyak 20 peringkat. Penyebabnya adalah volatilitas ekonomi Argentina.
Menurut Madi Lang, seorang warga AS yang tinggal di kota ini selama 10 tahun, masyarakat lokal terbiasa dengan fluktuasi harga. "Perekonomian selalu cukup gila".
Untuk merasakan denyut kota ini, para ekspatriat dianjurkan tinggal di Puerto Madero atau San Telmo yang bersejarah.
Lang juga menyarankan para ekspatriat untuk memilih pusat kota Almagro sebagai tempat tinggal. "Ini merupakan sebuah pilihan sempurna karena berada di pusat. Dan dekat dengan area turis Palermo...Berada tepat di daerah ini adalah bar, restoran, dan banyak lagi."
Banyaknya aktivitas yang diadakan secara cuma-cuma dan taman membuat kota ini memiliki hiburan terjangkau. "Ratusan plaza dan taman sangat cocok untuk dijadikan tempat menghabiskan waktu minum teh, mengamati orang-orang dan bersantai," ungkap Lang.
Advertisement