Buruh Korea Utara di Luar Negeri dalam Kondisi Memprihatinkan?

Menurut lembaga pegiat HAM, lebih dari 50 ribu buruh migran Korea Utara di berbagai belahan dunia dalam kondisi memprihatinkan.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 17 Jul 2017, 09:36 WIB
Diterbitkan 17 Jul 2017, 09:36 WIB
20170117- Kaum Wanita Dominasi Pabrik Benang Sutera di Korea Utara -AP Photo
Kesibukan pekerja wanita saat melakukan pekerjaannya di Kim Jong Suk Silk Mill, Pyongyang, Korea Utara (6/1). Di pabrik penghasil benang sutera ini, pekerjanya didominasi oleh kaum wanita. (AP Photo/Wong Maye-E)

Liputan6.com, Seoul - Menurut laporan dari lembaga penggiat hak asasi manusia (HAM) yang berbasis di Korea Selatan, sekitar 50 ribu buruh migran Korea Utara di Rusia berada dalam kondisi yang memprihatinkan. Kesimpulan itu disampaikan oleh Database Center for North Korean Human Rights (NKDB) di Seoul.

Firma itu menambahkan, kondisi memprihatinkan yang dialami para buruh migran Korut di Rusia adalah jam kerja yang tidak manusiawi dan upah di bawah minimum. Demikian seperti diwartakan oleh Foxnews.com, Minggu (16/7/2017).

"Pemerintah Korea Utara mempertahankan kontrol ketat atas keuntungan pekerja mereka. Dalam beberapa kasus, mereka mengambil sekitar 90 persen dari upah buruh migrannya. Situasi itu telah berjalan sejak lama," jelas Scott Sydner, direktur Program Kebijakan AS - Korea dari Council Foreign Relations, firma kajian asal Negeri Paman Sam.

Dari dugaan skema itu, Korea Utara diestimasi memperoleh keuntungan US$ 120 juta per tahun. Uang itu bersumber dari upah buruh migran yang penghasilannya dipotong untuk kas negara.

Sejumlah laporan sempat menyebutkan bahwa buruh migran Korea Utara --yang kebanyakan bekerja di sektor nonformal-- bekerja di bawah kondisi yang buruk. Setidaknya ada tiga laporan kasus pekerja migran Korut yang tewas di Rusia.

Selain itu, selama bertahun-tahun, sejumlah buruh migran Korea Utara bekerja di bawah waktu dan kondisi kerja yang berat di industri penebangan kayu terpencil di Rusia. Media Barat menilai bahwa para pekerja Korut di sana nampak seperti 'tahanan Gulag (kamp kerja paksa) di masa Uni Soviet'.

Bulan lalu, Kementerian Luar Negeri AS juga sempat mengeluarkan sebuah laporan tentang dugaan perdagangan manusia dari Korea Utara ke Rusia. Laporan itu juga menyebut bahwa para buruh migran bekerja dalam kondisi eksploitatif dengan karakteristik menyerupai kasus perdagangan manusia, seperti pemalsuan dokumen keimigrasian, upah yang tidak dibayarkan, kekerasan fisik, minimnya jaminan keamanan dan keselamatan kerja, serta kondisi kehidupan yang buruk.

"Menlu Rex Tillerson meminta semua negara untuk menerapkan sepenuhnya resolusi Dewan Keamanan PBB terkait isu Korea Utara, seperti memutus atau membatasi hubungan diplomatik, isolasi finansial, penerapan sanksi, pemutusan hubungan dagang, atau pemulangan atase perwakilan," jelas pejabat Kemlu AS.

Di Rusia, para buruh Korea Utara bekerja di sektor konstruksi, khususnya untuk membangun atau meremajakan stadion sepak bola untuk mempersiapkan Piala Dunia 2018. Kasus serupa juga terjadi di Qatar, untuk persiapan Piala Dunia 2022. China juga dilaporkan memiliki buruh asal Korut.

Kondisi buruk kerap dialami para buruh migran Korea Utara di pelabuhan Vladivostok. Menurut laporan The New York Times, upah para buruh Korut dipotong 80-90 persen. Sekitar 20 persen untuk agen ketenagakerjaan dan 50 hingga 60 persen lain masuk ke kas Worker's Party of North Korea, partai petahana pemerintah.

Meski begitu, tiap tahunnya, banyak buruh migran dari Korut yang kerap bersedia untuk dikirim ke Rusia, mengingat situasi ekonomi yang buruk di dalam negeri.

Saksikan juga video berikut ini

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya