Liputan6.com, Bangkok - Asia Pasifik adalah kawasan yang dihuni lebih dari setengah populasi manusia di dunia. Beberapa di antaranya adalah negara-negara dengan ekonomi yang berkembang cepat.
Dikutip dari laman Voice of America, Sabtu (9/9/2017), meski demikian, sekitar 12 juta orang diperkirakan meninggal lebih dini setiap tahunnya karena lingkungan yang tidak sehat.
"Sekitar tujuh juta di antaranya meninggal karena polusi udara. Hal ini menjadikan polusi sebagai 'pembunuh terbesar kemanusiaan'," kata Erik Solheim dalam Pertemuan Menteri Asia Pasifik untuk Masalah Lingkungan Hidup di Bangkok.
Advertisement
Baca Juga
Solheim juga mengatakan, manusia telah menyebabkan polusi dan manusia yang bisa memperbaikinya.
Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pembangunan di wilayah ini telah diikuti juga dengan memburuknya polusi udara, air, dan tanah.
Emisi karbon dioksida yang memicu pemanasan planet berlipat ganda sejak 1990 dan 2012, dan penggunaan sumber daya seperti bahan tambang mineral, logam, dan biomassa telah bertambah tiga kali. ​
Data-data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan, Asia memiliki 25 dari 30 kota paling berpolusi di dunia dalam hal partikel halus di udara yang berisiko mengancam kesehatan manusia. Sumber polusi berasal dari pembakaran bahan bakar fosil yang kebanyakan untuk transportasi dan pembangkit listrik.
Solheim juga mengatakan, Asia penyumbang utama sampah plastik yang mencemari lautan-lautan di dunia.
Â
Batu Bara Tidak Lagi Menjadi Raja?
Solheim mengatakan, memerangi polusi dengan beralih ke sumber-sumber energi terbarukan, seperti tenaga angin dan matahari, juga akan menguntungkan. Hal ini juga dijadikan sebagai upaya menghambat perubahan iklim yang menurut para ahli akan memicu gelombang panas, banjir, dan kenaikan permukaan laut yang lebih mematikan di seluruh dunia.
Namun, para aktivis lingkungan hidup khawatir permintaan batu bara Asia, bahan bakar yang paling mencemari di antara semua bahan bakar fosil, diperkirakan akan terus tumbuh pada tahun-tahun mendatang.​
Data dari sebuah forum yang diadakan oleh Pusat Studi dan Riset Perminyakan Raja Abdullah di Singapura menunjukkan, 273 gigawatt kapasitas pembangkit listrik batu bara sedang dibangun, walaupun lebih banyak lagi sedang dalam penundaan.
Pada Juli, para analis mengatakan bahwa Jepang, China, dan Korea Selatan sedang mendanai pembangunan pembangkit listrik batu bara di Indonesia. Meskipun, mereka sudah berjanji mengurangi emisi pemanasan planet yang tercantum dalam Perjanjian Iklim Paris.
Â
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement