Liputan6.com, Manila - Parlemen, aktivis, dan ahli kesehatan menyebut jumlah kasus penyebaran human immunodeficiency virus (HIV) di Filipina sudah melewati ambang batas, dan memasuki keadaan darurat nasional.
Hal itu mengemuka dari laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menunjukkan tingkat penyakit di negara itu yang tertinggi di kawasan Asia Pasifik.
Baca Juga
Atas dasar itu, pemerintah Presiden Rodrigo Duterte didesak untuk mengambil tindakan segera setelah laporan UNAIDS menunjukkan bahwa Filipina mengalami peningkatan 140 persen jumlah infeksi HIV baru. Antara tahun 2010 dan 2016, tercatat 4.300 kasus menjadi 10.500.
Advertisement
"Pemerintah harus memfokuskan waktu dan sumber dayanya untuk masalah mendesak, soal hidup dan mati. Kita tidak bisa kehilangan orang muda kita atas epidemi ini," kata Senator Risa Hontiveros selaku wakil ketua Komisi Kesehatan Senat seperti dikutip dari Asian Correspondent, Rabu (2/8/2017).
Menurut Data Departemen kesehatan Filipina, pada Mei 2017 saja tercatat lebih dari 1.000 kasus baru HIV-AIDS dilaporkan -- jumlah tertinggi sejak kasus pertama di Filipina tercatat pada tahun 1984.
Sekitar 97 persen kasus baru ditularkan melalui hubungan seksual. Mayoritas, di antara pria yang berhubungan seks dengan pria.
"Pendidikan tentang seksualitas dan seks aman terbengkalai, hal itu berdampak pada kesehatan anak-anak mudanya. Sebagian besar kasus baru berasal dari kalangan usia 15 sampai 24 tahun," kata Hontiveros, seperti dikutip oleh Philippine News Agency.
Kepala Kelompok Riset AIDS, Research Institute for Tropical Medicine, Dr Rossana Ditangco mengatakan dalam waktu kurang dari sepuluh tahun, lebih dari 90 persen orang dengan HIV di Filipina berada di kelompok usia di bawah 30 tahun.
"Kami tidak dapat mengendalikan peningkatan pesat infeksi HIV," jelas Ditangco seperti dilansir dari Rappler. "Sudah saatnya pemerintah memperlakukan HIV sebagai darurat nasional."
Peneliti Human Rights Watch, Carlos H. Conde pada Selasa 1 Agustus mengatakan bahwa pemerintah Filipina harus "menghapus hambatan resmi saat ini terhadap akses dan penggunaan kondom, serta memastikan sekolah-sekolah memiliki pendidikan seks termasuk pencegahan HIV yang lebih aman dalam kurikulumnya."
"Demikian juga, pemerintah perlu meningkatkan upaya untuk menghilangkan stigma dan diskriminasi yang merupakan faktor kunci dalam mengecilkan hati atau mencegah populasi yang terkena dampak utama yang sedang diuji atau diobati," jelas Conde.
Pekan lalu, Filipina mengumumkan sebuah proyek percontohan dua tahun untuk menawarkan obat anti-HIV ke komunitas gay dan transgender. Sebuah langkah yang disambut baik oleh aktivis LGBT.
Saksikan juga video menarik berikut ini: