Liputan6.com, Washington, DC - Pemerintah Amerika Serikat menarik lebih dari separuh staf di kedutaan besarnya di Kuba. Langkah itu dilakukan setelah terjadi serangan misterius yang membuat diplomatnya mengalami gangguan kesehatan.
AS mengatakan, hanya 'staf darurat' yang akan tetap tinggal di sana. Sementara itu staf lain beserta keluarganya harus meninggalkan Kuba.
"Hingga Pemerintah Kuba dapat menjamin keselamatan warga kami, kami akan mengurangi hingga hanya staf darurat," ujar pejabat Kementerian Luar Negeri AS seperti dikutip dari BBC, Sabtu (30/9/2017).
Advertisement
Baca Juga
Langkah itu dilakukan setelah sedikitnya 21 staf Kedubes AS di Kuba melaporkan telah mengalami gangguan kesehatan, mulai dari trauma otak ringan, kehilangan pendengaran, hingga pusing dan mual. Selain AS, dua warga Kanada juga terdampak serangan itu.
AS juga memperingatkan warganya agar tak mengunjungi Kuba karena beberapa serangan itu terjadi di hotel.
Menggambarkan keputusan AS sebagai hal yang tergesa-gesa, Kuba mengatakan bahwa hal itu akan mempengaruhi hubungan bilateral. Meski demikian, kerja sama kedua negara masih terus berlanjut.
Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson mengatakan, kedua negara terus bekerja sama dalam menyelidiki serangan tersebut. Ia juga menyebut bahwa hubungan diplomatik akan dipertahankan.
Menurut sejumlah laporan, serangan ultrasonik menjadi penyebab timbulnya gangguan kesehatan itu. Namun, Kuba membantah telah melakukannya.
Meski telah dilakukan penyelidikan yang melibatkan FBI, Royal Canadian Mounted Police, dan pemerintah Kuba, masih belum ada penjelasan lengkap mengenai insiden yang telah terjadi sejak akhir 2016 itu.
"Kami tidak tahu cara, metode, atau bagaimana serangan dilakukan," ujar pejabat Kemenlu AS.
Â
Serangan Siluman
Sejak sejumlah gangguan kesehatan dirasakan oleh staf Kedubes AS di Kuba, serangan ultrasonik disebut-sebut sebagai penyebabnya.
Seorang ahli di bidang bio-elektromagnetik, Denis Bedat, mengatakan bahwa serangan ultrasonik adalah hal yang bisa dipertimbangkan menjadi penyebab gangguan kesehatan itu.
Ia mengatakan, dari sudut pandang teknis cukup masuk akal menggunakan perangkat suara yang tak terdengar untuk serangan siluman.
"Gelombang ultrasonik, di luar kapasitas akustik manusia, bisa dipancarkan dengan amplifier, dan perangkat tak perlu berukuran besar, atau ditempatkan di dalam atau luar rumah," ujar Bedat.
Terkait kasus itu Bedat memberi contoh, yakni Active Denial System. ADS adalah sebuah senjata anti huru hara yang digunakan polisi AS untuk memancarkan gelombang elektromagnetik yang menghasilkan sensasi terbakar tak tertahankan.
Meski demikian, AS tak menyalahkan Kuba atas dugaan serangan itu. Menurut pejabat Kemenlu AS, baik pihaknya maupun pemerintah Kuba belum mengidentifikasi pihak yang bersalah.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement