Ahok Masuk Daftar Global reThinkers 2017

Selain Ahok sejumlah nama-nama besar dunia masuk dalam daftar, termasuk Presiden Korea Selatan dan Pemimpin Prancis.

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 05 Des 2017, 23:19 WIB
Diterbitkan 05 Des 2017, 23:19 WIB
Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok masuk dalam daftar Global reThinkers 2017.
Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok masuk dalam daftar Global reThinkers 2017 (Foreign Policy)

Liputan6.com, Washington, DC - Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok masuk dalam daftar Global reThinkers 2017.

Nama-nama yang masuk dalam daftar 'Pemikir Ulang Global' 2017 tersebut adalah para pemimpin terkemuka dan intelektual dunia hasil pilihan majalah Foreign Policy dari Amerika Serikat.

"Tahun ini, Foreign Policy dengan bangga mempersembahkan Global reThinkers -- para legislator, teknokrat, komedian, advokat, pengusaha, pembuat film, presiden, provokator, tahanan politik, periset, ahli strategi, dan visioner -- yang secara bersama-sama menemukan cara yang luar biasa, tak hanya untuk memikirkan kembali dunia kita yang baru dan aneh ini, tapi juga membentuknya kembali. Mereka adalah orang-orang yang bertindak, yang mendefinisikan 2017," demikian dikutip dari situs Foreign Policy.

Selain Ahok sejumlah nama-nama besar dunia masuk dalam daftar. Ada Presiden Korea Selatan Moon Jae-in, Presiden Prancis Emmanuel Macron, Presiden Gambia Adama Barrow, juga Dubes AS untuk PBB, Nikki Haley.

Ada pula dalam daftar mantan tangan kanan Donald Trump, Steve Bannon; prajurit transgender yang membocorkan rahasia AS, Chelsea Manning; seniman Ai Wei Wei; juga Leila de Lima, senator Filipina yang menjadi pengkritik terdepan Presiden Rodrigo Duterte.

"Untuk tetap berdiri di tengah fundamentalisme yang sedang bertumbuh di Indonesia," demikian alasan Foreign Policy memilih Ahok.

Dalam narasinya, associate editor di Foreign Policy, Benjamin Soloway menyebut, saat terjun ke dunia politik di Jakarta pada 2012, Ahok tak sesuai dengan profil politikus pada umumnya.

"Ia bermulut tajam, keturunan Tionghoa, dan seorang Protestan di negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia," kata Soloway.

Pada awalnya, dia menambahkan, latar belakang Ahok tak menjadi masalah. Namun, situasi berbalik pada 2017.

Gara-gara sebuah pidatonya, Ahok dinyatakan bersalah dalam kasus penistaan agama, kalah dalam pilkada, dan akhirnya dipenjara.

Di sisi lain, Soloway menyoroti apa yang dilakukan dalam tiga tahun Ahok memerintah di Jakarta. Ia melawan korupsi, memperluas akses warga pada layanan kesehatan dan sosial lainnya, mengeruk kanal, memperbaiki transportasi publik, dan melakukan kampanye untuk membersihkan birokrasi yang membuatnya mendapatkan tingkat penerimaan publik yang tinggi.

Meski prestasinya diakui, kebiasaan memarahi birokrat yang tidak kompeten mendapat pujian luas, di sisi lain ia punya banyak musuh. Terutama mereka yang digusur untuk membuka jalan bagi reklamasi dan proyek pembangunan lain.

Soloway menambahkan, saat Ahok divonis pidana, para pendukungnya menggelar aksi protes, tak hanya di seluruh Indonesia, tapi juga di sejumlah titik dunia. PBB dan organisasi HAM Human Rights Watch juga mengutuk pemidanaan tersebut.

Mengutip perkataan Andreas Harsono dari Human Rights Watch, pemenjaraan Ahok dianggap sebagai seruan yang membangunkan (wakeup call) bagi rakyat Indonesia: bahwa ada masalah serius soal kebebasan beragama dan diskriminasi terhadap kaum minoritas di Tanah Air.

Dengan kehilangan kebebasannya, Ahok mungkin mendorong orang lain untuk mengarahkan negara kembali ke 'jalan tengah'.

Sebelumnya, pada 2013, Joko Widodo alias Jokowi juga masuk ke dalam daftar The Leading Global Thinkers of 2013 versi Foreign Policy.

Kala itu, Jokowi masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Ahok menjadi wakilnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

Pengkritik Duterte

Tak hanya Ahok, tokoh lain dalam daftar Global reThinkers 2017 kini juga ada di dalam penjara.

Senator Filipina, Leila de Lima ditahan atas tuduhan mendapatkan uang dari para bandar narkoba yang meringkuk di balik jeruji besi. Ia menolak tuduhan itu, dan menyebut kasusnya politis.

Seperti dikutip dari Manila Bulletin, politikus perempuan itu selama ini dikenal vokal mengkritik perang brutal melawan narkoba yang dilakukan atas perintah Presiden Rodrigo Duterte -- meski akhirnya de Lima harus membayarnya dengan kebebasannya.

"Sejak awal, Senator de Lima tahu betapa bahayanya kritikan yang ia arahkan pada penguasa," tulis Benjami Soloway.

De Lima dengan berani menolak untuk dibungkam oleh serangan terang-terangan dan tak henti-hentinya yang diluncurkan kepadanya oleh sekutu Presiden, tetap tegak berpijak pada kakinya sendiri, bersumpah bahwa dia tidak bersalah atas tuduhan yang diarahkan kepadanya.

De Lima saat ini ditahan di markas besar Kepolisian Nasional Filipina (PNP) di Quezon City

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya