Liputan6.com, Sana'a - Wabah Kolera yang merebak di Yaman mencapai titik nadir terburuknya.
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae itu telah menginfeksi 1 juta penduduk di Yaman. Komite Palang Merah International (ICRC) mengatakan, angka itu terhitung pada tanggal 22 Desember 2017.
Angka itu merupakan sebuah rekor dunia dan paling buruk dalam sejarah epidemi penyakit tersebut. Demikian seperti dikutip dari ABC Australia, Jumat (22/12/2017).
Advertisement
Sementara itu, terhitung sejak Oktober 2016, kolera telah merenggut sekitar 2.200 nyawa manusia di Yaman.
Baca Juga
Kekurangan air bersih, pasokan makanan dan bahan bakar membuat otoritas kesehatan serta organisasi kemanusiaan tak berdaya untuk menghentikan wabah Kolera di Yaman.
Komite Palang Merah Internasional (ICRC) juga mengatakan, lebih dari 80 persen warga Yaman terdampak atas kekurangan pasokan tersebut.
Minimnya pasokan juga semakin diperparah usai blokade laut dan udara yang dipimpin oleh koalisi Arab Saudi (sebagai bagian dari intervensi Riyadh dalam Perang Saudara Yaman secara keseluruhan) sejak November 2017.
Blokade itu menghambat kiriman suplai bantuan kemanusiaan untuk Yaman.
Mengomentari kondisi nahas tersebut, Shane Stevenson, direktur organisasi kemanusiaan Oxfam di Yaman mengatakan sangat terkejut dengan rekor baru mengerikan negara ber-ibu kota Sana'a itu.
"Sungguh memalukan bahwa di Abad ke-21, Kolera yang sejatinya penyakit kuno dan mudah diobati, dapat menginfeksi lebih dari satu juta orang di satu negara," kata Stevenson.
"Ini adalah wabah terburuk yang tercatat di dunia, sebuah tragedi buatan manusia yang didorong oleh lebih dari 1.000 hari perang, tanpa henti dan ampun," lanjutnya mengomentari Perang Saudara Yaman yang tak kunjung usai.
Perang yang terus berlangsung, lanjut Stevenson, perlahan-lahan semakin menghancurkan seluruh aspek kehidupan di Yaman.
Menurut data Oxfam, lebih dari 16 juta orang di Yaman terkendala kekurangan air bersih dan pasokan makanan. Seiring waktu, angka itu akan terus bertambah, jika Saudi Cs tak segera menghentikan blokade mereka terhadap Yaman.
Di samping wabah kolera, sekitar 8 juta orang Yaman juga berada di ambang kelaparan, dalam apa yang PBB katakan sebagai krisis kemanusiaan terburuk di dunia.
Rumah sakit di ibukota Sana'a dan daerah pedesaan juga telah dipenuhi anak-anak kekurangan gizi yang menghadapi kelaparan.
Sementara itu, ICRC juga melaporkan bahwa wabah Difteri tengah ikut merebak di Yaman.
Melonggarnya Blokade Saudi di Yaman Tak Menjamin Krisis Kemanusiaan Berhenti
Koalisi Yaman - Arab Saudi menerapkan blokade terhadap wilayah yang dikuasai oleh kelompok pemberontak Houthi sejak 6 November lalu.
Blokade itu diterapkan oleh koalisi setelah Houthi menembakkan rudal yang terbang di atas langit Riyadh pada 5 November 2017. Rudal itu berhasil dicegat dan dihancurkan oleh sistem pertahanan udara Saudi. Tak ada korban manusia atas peristiwa itu.
Namun, atas desakan dari berbagai pihak, koalisi Yaman - Saudi pada pekan lalu akhirnya setuju untuk melonggarkan blokade demi membuka jalan bagi bantuan kemanusiaan yang datang ke negara dengan Ibu Kota Sana'a.
Blokade dilonggarkan dengan syarat agar kapal dan pesawat yang merapat ke Yaman hanya membawa suplai bantuan kemanusiaan untuk masyarakat terdampak. Serta tidak mengangkut logistik bagi kelompok pemberontak Houthi.
Kendati demikian, badan PBB untuk kesejahteraan anak, UNICEF menilai bahwa bantuan medis dan kemanusiaan yang sejauh ini telah tiba di Yaman -- usai Saudi Cs melonggarkan blokadenya -- masih jauh dari cukup untuk mengatasi masalah kesehatan secara komprehensif di Yaman.
Direktur World Food Programme (WFP) Stephen Anderson menyambut baik bantuan kemanusiaan tersebut yang dianggapnya sebagai 'perkembangan positif' terhadap situasi yang terjadi di Yaman.
Namun, Anderson menambahkan bahwa, "Bantuan kemanusiaan saja tidak cukup untuk mengatasi semua masalah di Yaman."
Advertisement
Beragam Krisis Kemanusiaan di Yaman
Penduduk Yaman dilanda beragam krisis kemanusiaan akibat perang saudara yang berkecamuk sejak 2014, ketika kelompok pemberontak Houthi mempreteli pemerintahan yang saat itu berkuasa dan menduduki sebagian besar negara dengan Ibu Kota Sana'a.
Tensi meningkat pada 2015 ketika Arab Saudi melakukan intervensi, mendukung kubu pemerintah yang dipimpin Abd Rabbuh Mansur Al-Hadi demi menghancurkan basis pertahanan kelompok Houthi.
Peperangan itu telah menewaskan lebih dari 8.670 orang, menurut perhitungan PBB.
Menurut Komite Palang Merah Internasional, lebih dari 3 juta orang Yaman terpaksa melakukan eksodus massal sejak konflik berkecamuk. Sedangkan, 20 juta orang yang masih bertahan di negara tersebut dilaporkan memerlukan bantuan kemanusiaan.
Salah satu krisis kemanusiaan yang paling buruk melanda Yaman di antaranya berupa isu kesehatan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa dugaan kasus infeksi Kolera di Yaman mencapai sekitar 940.000 jiwa. Informasi itu disampaikan oleh WHO lewat rilis resmi yang dipublikasikan pada Selasa 21 November 2017.
Penyakit itu diduga menginfeksi banyak penduduk di 22 dari total 23 provinsi, dengan dugaan infeksi terbanyak dilaporkan melanda Provinsi Al-Hudeidah di Yaman barat.
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae tersebut telah merenggut sekitar 2.208 nyawa manusia di Yaman. Jumlah kematian tertinggi terkait kolera -- sekitar 416 jiwa -- tercatat di Provinsi Hajjah di Yaman barat laut.
Gizi buruk juga menjadi salah satu momok. Tercatat sekitar 11 juta manusia di Yaman mengalami malnutrisi, dengan 400.000 di antaranya merupakan anak-anak.