Kunjungi Saudi, Presiden Prancis Bahas Krisis Yaman dan Lebanon

Lawatan Macron ke Arab Saudi terjadi di tengah ketegangan negara pimpinan Raja Salman itu dengan Lebanon dan Yaman.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 10 Nov 2017, 14:01 WIB
Diterbitkan 10 Nov 2017, 14:01 WIB
Presiden Prancis Emmanuel Macron
Presiden Prancis Emmanuel Macron (AP Photo/Kamran Jebreili)

Liputan6.com, Abu Dhabi - Presiden Prancis Emmanuel Macron melakukan lawatan "mengejutkan" ke Arab Saudi. Isu Lebanon akan menjadi salah satu fokus utamanya di negeri pimpinan Raja Salman tersebut.

Macron menegaskan pentingnya stabilitas dan integritas Lebanon, negara yang saat ini terlibat seteru dengan Saudi.

Kunjungan Macron ke Saudi ini terjadi setelah PM Lebanon Saad Hariri mengumumkan pengunduran dirinya dengan alasan ia takut menjadi target pembunuhan.

Hariri menyatakan mundur saat ia tengah berada di Arab Saudi. Hal ini memicu kecurigaan bahwa keputusannya dibayangi tekanan Riyadh.

"Harapan saya adalah agar semua elite politik Lebanon hidup bebas di negara mereka...yang berarti saya menentang siapa saja yang dapat mengancam setiap pemimpin," ujar Macron di Uni Emirat Arab sebelum bertolak ke Saudi seperti dikutip BBC pada Jumat (10/11/2017).

Presiden berusia 39 tahun tersebut menuturkan pula bahwa ia telah menjalin kontak informal dengan Hariri.

Selain Lebanon, Macron juga akan mengusung isu Yaman. Koalisi yang dipimpin Saudi memblokade seluruh rute penyaluran bantuan ke Yaman setelah sejumlah rudal ditembakkan ke Riyadh dari wilayah negara itu.

Macron dikabarkan akan bertatap muka dengan sejumlah petinggi Saudi, termasuk Putra Mahkota Mohammed bin Salman.

Misteri Pengunduran Diri Hariri

Hariri melalui pernyataan yang ditayangkan stasiun TV Arab Saudi mengungkapkan, alasannya mundur karena ia khawatir menjadi target pembunuhan. Dalam kesempatan yang sama, ia juga menyerang Hizbullah yang secara politik dan militer memiliki kekuatan di Lebanon dan Iran.

Ayah Hariri yang juga mantan PM Lebanon, Rafic Hariri, tewas dalam sebuah serangan bom pada 2005. Hizbullah disebut bertanggung jawab atas peristiwa itu.

Sejauh ini, Hariri belum pernyataan lebih lanjut. Namun kantor PM Lebanon menyebutkan bahwa ia telah bertemu dengan sejumlah diplomat asing di Riyadh.

Teranyar, Arab Saudi, Kuwait, Bahrain dan Uni Emirat Arab mengeluarkan pernyataan yang meminta agar warga negara mereka meninggalkan Lebanon dan tidak bepergian ke sana. Langkah ini dinilai akan memicu ketegangan lebih lanjut.

Pada hari Senin, Arab Saudi terang-terangan menuduh Hizbullah meluncurkan rudal dari Yaman yang dicegat di dekat Ibu Kota Saudi, Riyadh. Kemudian satu hari berikutnya, Putra Mahkota Mohammed bin Salman menuding Iran melancarkan "agresi militer langsung" dengan memasok rudal ke pemberontak Houthi di Yaman.

Teheran menolak tuduhan tersebut dan menyebutnya palsu serta berbahaya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya