Liputan6.com, Moskow - Vladimir Putin telah mengungkapkan visinya untuk memodernisasi Rusia, jika dirinya kembali terpilih sebagai presiden pada Pilpres 2018 mendatang. Hal itu ia sampaikan pada Sabtu 23 Desember 2017.
Berpidato di Kongres United Russia -- partai pemerintah yang berkuasa -- pada Sabtu lalu, Putin berjanji akan menawarkan insentif yang lebih luas bagi bisnis, memerangi korupsi, dan mencurahkan lebih banyak sumber daya untuk sistem layanan kesehatan dan pendidikan yang selama ini kurang mendapat suntikan dana. Demikian seperti dikutip dari VOA News, Senin (25/12/2017).
Kendati demikian, pada Pilpres Rusia Maret 2018 mendatang, Putin mengumumkan akan maju sebagai kandidat capres dari kubu independen -- sebuah langkah yang ditujukan untuk menjauhkan dirinya dari partai yang saat ini berkuasa, United Russia.
Advertisement
Baca Juga
Alasan Putin menjaga jarak dari United Russia dipicu oleh maraknya tuduhan korupsi yang belakangan ini merundung berbagai petinggi partai tersebut.
Dengan tingkat dukungan rakyat yang melebihi 80 persen, Vladimir Putin diperkirakan akan menang mudah pada Pilpres Rusia 18 Maret 2018.
Ksenia Sobchak, pembawa acara televisi, juga telah secara resmi mencalonkan diri sebagai Capres Rusia 2018 untuk menyaingi Vladimir Putin. Para analis mengatakan, pencalonan wartawan TV itu merupakan akal-akalan Kremlin untuk mendongkrak legitimasi pemilu dan memecah belah para pendukung oposisi yang liberal.
Pemimpin Kubu Oposisi Putin Dinominasikan sebagai Capres Rusia
Politikus oposisi Rusia Alexei Navalny mengatakan bahwa dirinya telah mengumpulkan cukup banyak dukungan untuk menantang Vladimir Putin dalam pemilihan presiden Maret 2018 mendatang.
Para pendukungnya, yang bertemu di 20 kota di seluruh Rusia akhir pekan lalu, berbondong-bondong untuk membubuhkan tanda tangan sebagai bentuk simbolisasi kolektif guna menominasikan Navalny sebagai kandidat Capres Rusia 2018.
Kendati demikian, Navalny masih belum memungkinkan untuk mencalonkan diri sebagai kandidat, mengingat dirinya masih diterpa dugaan kasus korupsi. Navalny sendiri menilai, tuduhan rasuah itu bermotif politik yang digagas oleh Moskow untuk memboikotnya dari pesta politik 2018.
Berbicara di pertemuan akbar para pendukungnya di Moskow Sabtu 23 Desember, Navalny mengancam akan turut melakukan boikot jika komisi pemilu Rusia menghalangi dirinya untuk maju sebagai kandidat capres.
Dalam kesempatan itu, ia juga menyebut Putin sebagai 'presiden yang buruk'.
Navalny secara luas dianggap sebagai satu-satunya kandidat yang memiliki kesempatan untuk menyaingi Vladimir Putin, yang tengah berniat untuk menjabat selama empat periode -- menjadikannya pemimpin Rusia terlama sejak Joseph Stalin.
Advertisement