Komisioner Tinggi PBB Prihatin dengan Kondisi HAM di Indonesia

Komisioner Tinggi HAM PBB prihatin dengan kondisi penjaminan HAM di Indonesia saat ini. Tapi, ia tetap optimis untuk tahun-tahun ke depan

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 07 Feb 2018, 18:40 WIB
Diterbitkan 07 Feb 2018, 18:40 WIB
(kedua dari kanan) Komisioner Tinggi HAM PBB Zeid Ra'ad Al Hussein di UN Information Center Jakarta (7/2/2018) (Rizki Akbar Hasan/Liputan6.com)
(kedua dari kanan) Komisioner Tinggi HAM PBB Zeid Ra'ad Al Hussein di UN Information Center Jakarta (7/2/2018) (Rizki Akbar Hasan/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia PBB Zeid Ra'ad Al Hussein telah melaksanakan misi kunjungannya ke Indonesia, dalam rangka memperingati 70 Tahun Deklarasi Universal HAM.

Sejak tanggal 5 - 6 Februari 2018, Al Hussein melakukan diskusi mendalam dengan Presiden RI, pemerintah serta, organisasi aktivis HAM Indonesia guna membahas keberlangsungan hak asasi manusia di Tanah Air.

Usai diskusi tersebut, Al Hussein prihatin dengan sejumlah isu seputar HAM di Indonesia saat ini. Keprihatinan itu ia utarakan saat menggelar konferensipers hasil misi kunjungannya ke Indonesia, di UN Information Center, Jakarta (7/2/2018).

Isu HAM yang menjadi keprihatinannya meliputi; belum terpenuhinya hak ekonomi-sosial bagi seluruh masyarakat di Indonesia, maraknya diskriminasi dan persekusi, serta tumbuhnya gerakan masyarakat religius-ekstremis.

Selain itu, Al Hussein juga prihatin dengan proses penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu di Indonesia -- seperti Peristiwa 30 September 1965 dan Krisis 1998 -- yang belum akuntabel, penegakan hukum dan sistem peradilan pidana yang belum sesuai dengan prinsip HAM, serta perlindungan HAM yang belum menyeluruh bagi seluruh masyarakat RI.

Belum Terpenuhinya Hak Ekonomi-Sosial bagi Seluruh Warga

Miris, Begini Kondisi Anak-Anak Asmat yang Dilanda Gizi Buruk dan Wabah Campak
Seorang anak menjalani perawatan di rumah sakit setempat di Agats, Asmat, provinsi Papua Barat (26/1). Sebanyak 86 pasien anak gizi buruk dan campak di Kabupaten Asmat masih dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) setempat. (AFP/Bay Ismoyo)

Krisis Kesehatan di Papua merupakan salah satu isu yang digunakan oleh Al Hussein untuk menarasikan keprihatinannya terhadap tak terpenuhinya hak ekonomi-sosial bagi seluruh masyarakat di Indonesia.

Berdasarkan pengamatannya, sang Komisioner Tinggi HAM PBB menilai, bahwa pemerintah Indonesia masih belum mampu menciptakan sebuah perlindungan dan pemenuhan hak ekonomi-sosial warga negara, terutama bagi kelompok masyarakat yang rentan dan termarjinalkan -- seperti masyarakat Papua.

Dan, kondisi tersebut justru menciptakan kondisi kesenjangan ekonomi dan sosial yang santer di Tanah Air.

"Masih ada kesenjangan serius dalam perlindungan hak ekonomi-sosial bagi rakyat Indonesia. Contohnya, kondisi gizi buruk, kemiskinan, dan penyakit yang parah dilaporkan terjadi di wilayah terpencil di negara ini, termasuk di Papua," tegasnya.

Kekhawatiran Akan Tumbuhnya Diskriminasi hingga Kriminalisasi

Sementara itu, Al Hussain juga prihatin dengan proses diskusi yang dilakukan oleh pemerintah dan kelompok masyarakat mengenai revisi KUHP Indonesia.

Menurutnya, proses diskusi revisi tersebut justru akan semakin menyuburkan 'kekhawatiran akan pandangan ekstremis di arena politik' serta meningkatkan 'hasutan terhadap diskriminasi, kebencian, atau kekerasan' di berbagai wilayah di Indonesia.

"Amandemen yang diusulkan menyebabkan kriminalisasi, menyuburkan diskriminasi dan stigma terhadap sebagian besar masyarakat miskin, rentan dan terpinggirkan, komunitas LGBTI ... dan kelompok etnis serta pemeluk agama minoritas," tegasnya.

Pelaksanaan Penegakan Hukum yang Belum Sesuai Prinsip HAM

West Papua Demo di Kantor PBB
Petugas kepolisian mengawal unjuk rasa yang dilakukan Massa aksi Front Rakyat Indonesia untuk West Papua di depan Kantor PBB, Jakarta, Selasa (19/12). Setelah bergiliran orasi, mereka melanjutkan aksinya menuju Istana Negara. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sang komisioner juga menggarisbawahi keprihatinannya terhadap aksi ekstra-yudisial dan kekerasan berlebih yang dilakukan oleh aparat penegak hukum di Indonesia, terkhusus pada isu pemberantasan narkoba dan operasi penanggulangan gerakan masyarakat separatis di Papua.

"Semestinya, semua orang berhak mendapatkan proses peradilan yang adil ... tanpa perlu ada penggunaan kekuatan penegakan hukum yang berlebihan dan mematikan," kata Al Hussain.

Pidana hukuman mati yang masih diterapkan dalam sistem peradilan di Indonesia juga turut disorot oleh Al Hussain.

"Tidak ada pengadilan yang luput dari kesalahan. Dan, penelitian menunjukkan bahwa hukuman mati tidak efektif sebagai upaya penggentarjeraan. Penggunaannya pun seringkali tidak proporsional. Saya mendesak pemerintah RI untuk menghentikan penggunaan hukuman mati," tambahnya.

Mendorong Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu

Dalam kesempatan tersebut, Al Hussain juga mendesak pemerintah Indonesia untuk 'mengambil langkah-langkah menuju akuntabilitas atas pelanggaran berat HAM di masa lalu.'

"Indonesia masih terjebak pada proses penyelesaian Peristiwa 30 September 1965 yang tak kunjung usai -- dimana pemerintah Anda tidak dapat memperhitungkan kerugian nyawa dari kejadian yang mengerikan tersebut,"

"Saya mendesak Jaksa Agung untuk menangani kasus-kasus ini, khususnya dengan membawa pelaku ke pengadilan dan memprioritaskan pemberian ganti rugi yang sudah lama tertunda kepada para korban."

Tetap Optimis dengan Kelanjutan Penjaminan HAM di Indonesia

Komisaris HAM PBB Lakukan Pertemuan dengan Komnas HAM
Komisaris HAM PBB, Zeid Ra'ad Al Hussein tersenyum usai melakukan dengan Komnas HAM dan Komnas Perempuan di Jakarta, Senin (5/2). Pertemuan tersebut dilakukan secara tertutup. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Meski ada banyak hal yang menjadi keprihatinan Al Hussain terkait kondisi HAM di Indonesia, namun, sang komisioner masih optimis terhadap kelanjutan penjaminan hak asasi manusia di Tanah Air.

Al Hussain mencatat mengenai berbagai macam pertumbuhan positif di Indonesia yang dapat mendukung keberlangsungan penjaminan HAM, seperti pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, penegakan demokrasi yang semakin mumpuni, serta komitmen pemerintah memprioritaskan Sustainable Development Group (SDG) HAM dalam agenda nasional -- seperti tercermin dalam Rencana Aksi HAM Nasional Indonesia.

"Ada awan gela yang menggantung di cakrawal, tapi saya positif, bahwa Indonesia akan kuat dan menang demi memajukan hak-hak masyarakatnya, serta mampu mengalahkan populisme serta oportunisme politik," kata Al Hussain.

Ia juga berkomitmen bahwa lembaganya akan 'terus menjalin kemitraan dengan Indonesia guna membantu RI dalam mengkonsolidasikan serta mengembangkan capaian hak asasi manusianya'.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya