India Bangun Pangkalan Militer di Seychelles untuk Saingi China, Persiapan Perang Dunia III?

India menanggapi peningkatan kekuatan China di samudera Hindia dengan membangun sebuah pangkalan militer di Kepulauan Seychelles.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 19 Feb 2018, 13:00 WIB
Diterbitkan 19 Feb 2018, 13:00 WIB
Kekuatan Angkatan Laut India - foto resmi Indian Navy untuk siaran pers
Kekuatan Angkatan Laut India - foto resmi Indian Navy untuk siaran pers

Liputan6.com, Seychelles - Kepulauan Seychelles bukanlah kawasan yang berasosiasi dengan isu geopolitik. Namun dalam beberapa waktu terakhir, kepulauan yang terkenal akan pantai berpasir putih dan lebatnya hutan tropis itu, menjadi titik kunci tanggapan balik India dalam menghadapi peningkatan kekuatan militer China di Samudera HIndia.

Ketegangan kedua negara besar Asia itu disebut berisiko memicu terjadinya Perang Dunia III di kawasan Samudera Hindia, kawasan perairan yang selama ini tidak lebih sebagai jalur lintasan perdagangan global.

Dilansir dari laman CNN pada Senin (19/2/2018), akhir bulan lalu, India dan Seychelles meneken sebuah revisi perjanjian, di mana isinya memberi izin kepada India untuk membangun pangkalan militer di salah satu pulau setempat, yang berjarak sekitar 1.650 kilometer dari pesisir timur benua Afrika.

Kesepakatan tersebut, yang telah melaui upaya diplomasi selama bertahun-tahun, akan memberi India sebuah pangkalan militer penting di kawasan yang disebut-sebut sangat strategis di awal Abad ke-21 ini.

Sepanjang 2016 lalu, diperkirakan sebanyak 40 juta barel minyak per hari -- setara hampir setengah total suplai minyak bumi dunia -- dikapalkan melintasi titik-titik keluar masuk di Samudera Hindia, termasuk Selat Hormuz, Selat Malaka, dan Selat Bab el-Mandeb.

India yang memiliki garis pantai lebih dari 7.500 kilometer dan terletak tepat di tengah jalur pelayaran Samudera Hindia, sangat bergantung pada buka-tutup lintasan selat yang melewati kawasan Asia Tenggara dan Timur Tengah.

Rencana pembangunan pangkalan militer India di Kepulauan Seychelles, oleh Perdana Menteri Narendra Modi, disebut sebagai upaya untuk menjaga keamanand an perdamaian di kawasan peraiaran Samudera Hindia yang sibuk.

"Perairan Samudera Hindia membutuhkan stabilitas keamanan guna mendukung kelancaran perdagangan global, dan kami merasa turut bertanggung jawab untuk mewujudkan hal itu," jelas PM Narendra Modi.

 

Simak video menarik tentang ganasnya ombak perairan Samudera Hindia berikut:

China Berekspansi di Samudera Hindia

Kapal induk China Liaoning
Kapal induk China Liaoning (AP)

Sementara itu, China di bawah pemerintahan Presiden Xi Jinping juga mengklaim perlu turut bertanggung jawab serupa, menjaga stabilitas keamanan dan perdamaian di kawasan perairan Samudera Hindia.

Menurut Presiden Xi Jinping, hal itu didasarkan pada peranan China yang cukup krusial dalam peta perdagangan global, termasuk yang melintasi Samudera Hindia, meski pengaruh wilayah teritorialnya sama sekali tidak bersinggungan.

Pada Juli 2017, China meresmikan pangkalan militer internasionalnya di Djibouti, dekat dengan Selat Bab el-manden, yang merupakan salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia, dan juga arteri penting di kawasan Samudera Hindia.

Selat Bab el-Mandeb, yang hanya selebar 29 kilometer, merupakan penghubung penting pelayaran Laut Mediterania melalui Terusan Suez, Laut Merah, Teluk Aden, dan kawasan Samudera Hindia secara luas.

Pembukaan pangkalan militer China di Djibouti itu merupakan kelanjutan dari akuisis kontroversial China terhadap pelabuhan Hambantota di Srilanka, yang hanya berjarak sekitar 22,2 kilometer dari jalur pelayaran yang menghubungkan antara Selat Malaka dan Terusan Suez.

Posisi Penting India di Samudera Hindia

Bendera India
Bendera India (iStock)

Awal Februari lalu, China mengambil langkah tidak biasa untuk menyangkal tuduhan 'perebutan tanah' dengan kedok membantu pemulihan beberapa pelabuhan penting di Samudera Hindia, yang kali ini tertuju pada kawasan Maladewa.

Seperti halnya Sri Lanka, Maladewa telah lama dianggap sebagai ‘teman dekat’ India. Namun dalam beberapa tahun terakhir, negara yang dipimpin oleh Presiden Abdulla Yameen itu justru terlihat makin akrab dengan China, terutama untuk menarik minat investasi besar-besaran China di negara kepulauan atol tersebut.

Fakta ini memicu perhatian cukup besar bagi banyak pihak di Maladewa dan sekitar perairan Samudera Hindia, tidak terkecuali pemimpin oposisi setempat, Mohammed Nasheed, yang menuding China 'membeli Maladewa' di bawah pemerintahan Yameen.

Berbicara di hadapan media pada Januari lalu, Nasheed mengkalim sebanyak 80 persen utang luar negeri Maladewa berasal dari China, meningkatkan potensi -- seperti halnya Srilanka – diambil alihnya penanganan infrastruktur untuk mengurangi beban kredit.

Meskipun pemerintah China telah menyangkal tudingan terkait, namun beberapa pandangan menyebut India akan merasa kian ‘diancam’ oleh India, sehingga sangat memungkinkan bagi negara itu untuk mengembangkan konsolidasi dengan para sekutu regionalnya.

Berbicara kepada stasiun televisi CNN, Gurpreet Khurana, direktur eksekutif Lembaga Maritim Nasional India, mengatakan bahwa Seychelles merupakan bagian dari upaya India untuk mengamankan integritas teritorialnya.

"India merupakan wilayah terpenting di utara Samudera Hindia dan kedua di kawasan di Indo-Pasifik. Kami (India) merasa bertanggung jawab untuk mengantisipasi sejak dini, apalagi dengan melihat kian besarnya pengaruh China, maka kami juga melakukan hal serupa demi tujuan keamanan bersama," jelas Khurana.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya