Liputan6.com, Kairo - Di sebuah pulau di Terusan Kanal terdapat monumen senjata Ak-47 menjulang tinggi ke langit. Itu adalah salah simbol salah satu sekutu Mesir paling dekat, yakni Korea Utara.
Semua berawal pada beberapa dekade lalu. Korea Utara memberikan monumen itu ke Mesir untuk memperingati perang melawan Israel pada 1973. Saat itu, sejumlah pilot Korea Utara bertempur dan gugur karena membantu Mesir.
Kini monumen itu dianggap menandakan aspek lain hubungan Mesir dengan Korea Utara, yakni perdagangan senjata ilegal yang menyulut hubungan Presiden Abdel Fattah el-Sisi dengan dengan Amerika Serikat, memicu pemotongan yang menyakitkan dalam bantuan militer dan pemeriksaan yang tak henti-hentinya dari inspektur PBB.
Advertisement
Baca Juga
Dikutip dari New York Times pada Senin (5/3/2018), selama ini Mesir telah membeli senjata dari Korea Utara. Sementara, diplomat Korea Utara menggunakan kedutaan mereka di Kairo sebagai basis penjualan alat-alat militer di kawasan itu. Demikian, kata pejabat AS dan PBB.
Transaksi senjata di Mesir adalah sangat penting bagi Korea Utara untuk mendapatkan uang tunai. Namun, The Hermit State itu telah melanggar sanksi internasional dan melanggar sanksi internasional dan bikin marah pelindung militer utama Mesir, Amerika Serikat, sehingga memotong atau menghentikan bantuan militer senilai US$ 291 juta pada Agustus.
Ketegangan mungkin akan meledak kembali dalam beberapa minggu mendatang dengan publikasi laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang berisi informasi baru tentang muatan kapal kargo Korea Utara yang berkarat yang dicegat di lepas pantai Mesir pada tahun 2016
Kapal tersebut membawa 30.000 granat berpeluncur roket seharga sekitar US$ 26 juta.
Laporan tersebut, yang akan dirilis bulan ini, mengidentifikasi pelanggan senjata tersebut adalah Arab Organization for Industrialization, konglomerat senjata utama negara Mesir. Presiden Sisi mengepalai komite yang mengawasi kelompok tersebut.
Â
Saksikan video menarik berikut ini soal Korea Utara:
Mesir Menolak 'Mesra' dengan Korut
Sebelumnya, Mesir menolak menjadi penerima senjata di kapal itu. Negara itu juga menolak anggapan bahwa mereka melanggar sanksi internasional.
Menanggapi pertanyaan tentang temuan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Dinas Informasi Negara mengatakan pekan lalu: "Otoritas Mesir yang relevan telah melakukan semua tindakan yang diperlukan sehubungan dengan kapal Korea Utara dalam transparansi penuh dan di bawah pengawasan pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa."
Setelah pemerintah Trump mengurangi bantuan pada musim panas lalu, pejabat Mesir mengatakan bahwa mereka memotong hubungan militer dengan Korea Utara, mengurangi ukuran kedutaan besarnya di Kairo dan memantau kegiatan diplomat Korea Utara.
Hubungan dengan Korea Utara "terbatas pada representasi, dan hampir tidak ada wilayah kerja sama ekonomi atau bidang kerjasama lainnya," Menteri Luar Negeri Sameh Shoukry mengatakan dalam sebuah konferensi pers dengan Sekretaris Negara Rex W. Tillerson di Kairo bulan lalu.
Advertisement
Kegiatan Diplomat Korut di Afrika dan Timteng
Kedutaan Korea Utara di Mesir cukup besar, elegan dan bertingkat tiga.
Seperti halnya kedutaan Korut lainnya di luar negeri, tugas para diplomat Pyongyang di Kairo bertindak lebih dari yang mereka kerjakan.
Di Afrika misalnya, diplomat Korut terlibat dalam berbagai macam tipu muslihat dan skema untuk mendapatkan uang tunai, kata beberapa peneliti Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Di Afrika Selatan dan Mozambik, diplomat Korea Utara terlibat dalam perburuan badak. Di Namibia, warga Korea Utara membangun patung raksasa dan sebuah pabrik amunisi.
Di Angola, mereka melatih penjaga kepresidenan seni bela diri.
Di Mesir, bisnis mereka adalah senjata. Inspektur PBB dan pembelot Korea Utara mengatakan bahwa kedutaan Kairo telah menjadi sebuah bazaar senjata yang ramai untuk penjualan rahasia rudal Korea Utara dan perangkat keras militer era Soviet yang dipotong harganya untuk negara-negara Afrika Utara dan Timur Tengah.
Dengan diliputi oleh selubung diplomatik, pejabat Korea Utara telah melakukan perjalanan ke Sudan, yang kemudian terkena embargo perdagangan internasional, untuk menjual rudal berpemandu satelit, menurut catatan yang diperoleh oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Yang lainnya terbang ke Syria, tempat Korea Utara memasok barang-barang yang bisa digunakan dalam produksi senjata kimia.