Ratusan Imigran Gelap Diselamatkan dari Perairan Antara Libya-Italia

Libya dan organisasi internasional menyelamatkan ratusan imigran dalam sebuah operasi di perairan antara Libya - Italia pada Sabtu, 10 Maret 2018.

oleh Rizki Akbar HasanLiputan6.com diperbarui 12 Mar 2018, 07:48 WIB
Diterbitkan 12 Mar 2018, 07:48 WIB
Imigran Libya
Pengungsi dan migran menunggu untuk diselamatkan oleh LSM Spanyol Proactiva Open Arms di atas sebuah kapal karet, 60 mil sebelah utara Al -Khum, Libya (18/2). Para pengungsi dan migran ini meninggalkan Libya untuk ke Eropa. (AP Photo/Olmo Calvo)

Liputan6.com, Tripoli - Penjaga Pantai Libya dan kapal organisasi internasional menyelamatkan ratusan imigran -- diduga korban penyelundupan manusia -- dalam sebuah operasi pencegatan maritim di perairan antara Libya - Italia pada Sabtu, 10 Maret 2018.

Saat operasi penyelamatan, ratusan imigran itu tengah berada di tiga kapal yang berbeda, ujar Juru Bicara Penjaga Pantai Libya, Ayoub Qasem, seperti dikutip dari VOA Indonesia (11/3/2018).

Pertama, sebuah perahu karet yang disesaki 125 orang dicegat di lepas pantai Zawiya, barat Ibu Kota Tripoli

Perahu kedua yang membawa 112 orang, dicegat di lepas pantai Garabulli, timur Tripoli.

Sedangkan perahu ketiga yang membawa 98 orang dicegat di lepas pantai Abu Kamash, dekat perbatasan Libya - Tunisia.

Lebih dari separuh imigran di dalamnya adalah orang-orang Nigeria, beberapa orang dari negara kawasan sub-Sahara Afrika, dan dua orang Palestina.

Kapal-kapal kelebihan muatan itu tengah memberangkatkan para imigran menuju Italia.

Libya adalah titik keberangkatan utama bagi imigran yang hendak menuju Eropa melalui laut.

Lebih dari 600 ribu imigran telah melintasi Laut Tengah ke Italia dalam empat tahun ini. Mereka dijadikan objek mata pencaharian oleh para sindikat penyelundup manusia -- yang memanfaatkan keamanan di Libya yang vakum.

Bukan Perdagangan Manusia

Imigran Libya
Petugas dari LSM Spanyol Proactiva Open Arms saat menyelamatkan pengungsi dan imigran setelah meninggalkan Libya yang mencoba mencapai tanah Eropa, 60 mil sebelah utara Al -Khum, Libya (18/2). (AP Photo/Olmo Calvo)

Duta Besar Libya untuk Indonesia Sadegh Bensadegh menolak tuduhan dari berbagai pihak Barat yang menyebut negaranya sebagai pihak pendukung praktik perdagangan manusia.

Kendati demikian, Bensadegh membenarkan bahwa praktik yang marak terjadi justru adalah penyelundupan manusia.

"Kami menganggap, kemungkinan bahwa fenomena yang terjadi sebenarnya adalah penyelundupan manusia, bukan perdagangan manusia," kata Dubes Bensadegh di Jakarta, Kamis 30 November 2017 lalu.

"Transaksi uang seperti yang disebut-sebut dalam sejumlah media Barat sesungguhnya merupakan upaya tawar-menawar untuk biaya transportasi dan mobilitas penyelundupan manusia yang dikelola oleh kelompok organsisi kriminal lintas negara," tambahnya.

Bensadegh menambahkan, praktik penyelundupan itu merupakan dampak dari imigrasi, pengungsi, dan eksodus massal warga dari beragam negara di Afrika yang hendak keluar dari Benua Hitam menuju Eropa.

Libya sendiri termasuk dalam negara yang warganya melakukan eksodus massal selama beberapa tahun terakhir. Perpindahan warga besar-besaran itu dipicu oleh bara gejolak sosial-politik yang masih menyala usai Revolusi Libya 2011.

Kendati demikian, sang Dubes menyampaikan bahwa pemerintah interim Libya (Government of National Accord of Libya) telah memulai penyelidikan, yang dipimpin oleh Kementerian Negara untuk Urusan Imigran dan Pengungsi Libya.

"Otoritas Libya telah mengerahkan aparat yang kompeten untuk melakukan investigasi terkait tuduhan tersebut, berlandaskan pada hukum di Libya. Hasil investigasi akan dipaparkan kepada domestik dan internasional, dan akan dijadikan dasar untuk menghukum mereka yang terlibat," papar Bensadegh.

Libya, Gerbang ke Eropa

Imigran Libya
Seorang wanita saat diselamatkan petugas dari LSM Spanyol Proactiva Open Arms, setelah meninggalkan Libya yang mencoba mencapai tanah Eropa di atas sebuah kapal karet yang penuh sesak, 60 mil sebelah utara Al-Khums, Libya (18/2). (AP Photo/Olmo Calvo)

Setiap tahun, puluhan ribu orang dari beragam negara di Afrika melintasi perbatasan Libya, negara yang dipandang oleh para imigran Benua Hitam sebagai "gerbang awal menuju Eropa".

Para imigran itu kebanyakan merupakan pengungsi yang melarikan diri dari konflik atau krisis ekonomi di negara asalnya, seperti Eritrea, Ethiopia, Sudan, Sudan Selatan, Niger, Algeria, dan bahkan dari dalam Libya sendiri.

Sebagian besar para imigran itu telah menjual semua yang mereka miliki untuk membiayai perjalanan melalui pantai Libya menuju pintu gerbang Eropa di Mediterania.

Namun, sejak rute perlintasan itu diperketat oleh otoritas Libya, banyak di antara para imigran dan pengungsi itu terjerumus dalam sindikat jasa penyelundupan manusia.

Pemerintah Libya, hingga saat ini, mengklaim tengah mendalami, menyelidiki, dan mencari pihak-pihak yang bertanggung jawab atas sindikat penyelundupan serta dugaan praktik penyelundupan manusia tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya