Liputan6.com, Washington DC - Kabar mengejutkan datang dari seorang astronot Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA). Usai menjalankan misi antariksanya, DNA astronot itu 'mendadak' jadi berbeda dengan yang dimiliki saudara kembar identiknya.
Scott Kelly menghabiskan waktu sekitar 500 hari di angkasa luar (dari Maret 2015 - Maret 2016), dengan 342 hari di antaranya harus ia jalani dengan hidup 24x7 di International Space Station (ISS).
Namun, sepulangnya ia dari misi tersebut, sejumlah tes menguak fakta menarik.
Advertisement
Baca Juga
Ternyata kini, Deoxyribonucleic acid atau DNA Scott Kelly telah berbeda dengan saudara kembar identiknya -- astronot Mark Kelly. Demikian seperti dikutip dari Daily Star, Minggu (11/3/2018).
"Pada 2017, tim -- lewat sebuah pemeriksaan assays and genomic testing berganda -- telah memverifikasi perubahan mengejutkan itu," tulis NASA seperti dikutip dari Daily Star.
NASA melanjutkan, telomeres DNA Scott -- bagian kromosom yang berkontribusi pada proses penuaan manusia -- secara signifikan mengalami pemanjangan selama ia di angkasa luar.
Meski begitu, NASA melaporkan bahwa sebagian besar DNA sang astronot telah kembali normal pascatiba di Bumi.
Namun, Badan Antariksa AS itu melanjutkan, "Beberapa, atau sekitar 7 persen di antara seluruh DNA Scott akan bertahan -- untuk beberapa waktu -- atau permanen seperti pada kondisi ketika Scott di angkasa luar".
Kendati demikian, NASA belum mengetahui secara pasti apa dampak hal tersebut pada tubuh dan kehidupan Scott.
Merespons temuan itu, Scott mengaku kaget.
"Saya membaca laporan yang rilis di sebuah surat kabar. Dan saya menganggap, 'baiklah... itu aneh'," kata sang astronot.
Â
Saksikan juga video pilihan berikut ini:
Berimplikasi pada Proyek Eksplorasi Planet Mars?
Studi terhadap perubahan DNA Scott Kelly itu mungkin akan memberikan implikasi besar terhadap proyek eksplorasi dan kolonisasi Planet Mars.
Riset itu pun -- yang bernama "NASA Twins Study Research" -- sejatinya tengah mengkaji dampak bagi manusia yang menghabiskan waktu lama di angkasa luar.
Subjek penelitian itu adalah Scott dan Mark Kelly, astronot NASA. Scott menjadi subjek yang dipaparkan uji tes, sementara Mark menjadi subjek pembanding.
Penelitian itu dilakukan NASA sebagai salah satu persiapan misi pengiriman manusia ke Mars.
Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) dan SpaceX Elon Musk tengah intens mengkaji potensi tersebut sejak beberapa tahun terakhir.
Perjalanan dari Bumi ke Mars membutuhkan waktu sekitar tiga tahun. Dan, jika nantinya terlaksana, hal tersebut akan menjadi misi di mana manusia menghabiskan waktu terlama di angkasa luar.
Kini, usai temuan pada DNA Scott terkait dampak menghabiskan waktu lama di angkasa luar, sejumlah ilmuwan mulai menaruh kekhawatiran terhadap seberapa jauh tubuh manusia mampu beradaptasi pada durasi yang jauh lebih lama.
Begitu juga dengan dampak jangka panjang dari menghabiskan waktu bertahun-tahun di angkasa luar.
Mengomentari riset itu, NASA menulis, "Masih perlu beberapa tahun lagi guna memahami betul kondisi tubuh manusia yang berada di angkasa luar untuk waktu lama."
"Kami masih terus memprioritaskan aspek kesehatan, fisik dan psikis, serta keselamatan para astronot untuk setiap misi antariksa," jelas NASA.
Advertisement