Liputan6.com, Melbourne - Stephen Hawking membuat sebuah makalah penelitian yang menghebohkan, dua minggu sebelum ia meninggal. Dalam makalah tersebut, ia mengisyaratkan bagaimana para ilmuwan bisa menemukan alam semesta dan memprediksi akhir dunia alias kiamat.
Menurut rekan penulisnya, Thomas Hertog, ikon ahli fisika tersebut menyelesaikan penelitian itu dari "ranjang kematiannya".
Baca Juga
Hawking menuliskan, dibutuhkan sebuah pesawat ruang angkasa seperti Star Trek agar bisa menemukan bukti eksperimental mengenai "multiverse", hipotesis berupa kemungkinan adanya beberapa kumpulan alam semesta, termasuk alam semesta tempat kita tinggal.
Advertisement
Jika bukti semacam itu ditemukan saat Stephen Hawking masih hidup, mungkin ilmuwan jenius ini bisa kembali menyabet hadiah Nobel, lapor The Sunday Times.
"Inilah Stephen: dengan berani ia pergi ke tempat yang ditakuti Star Trek saat mereka melangkah," kata Hertog yang merupakan profesor fisika teoretis dari KU Leuven University di Belgia.
"Dia sering dinominasikan untuk mendapat hadiah Nobel dan seharusnya kini ia memenanginya, tapi sekarang tidak pernah lagi bisa," lanjutnya, seperti dikutip dari News.com.au, Senin (19/3/2018).
Makalah ini menghadapi sebuah permasalahan yang mengganggu pikiran Stephen Hawking, sejak teori "tanpa batas" dibuat pada 1983 bersama James Hartle.
Dalam teori itu, keduanya menjelaskan bagaimana awal mula Bumi tercipta selama Big Bang atau Ledakan Dahsyat. Teori tersebut juga meramalkan penciptaan multiverse, di mana terdapat sejumlah fenomena yang disertai oleh Big Bang, sehingga menciptakan alam semesta yang terpisah.
Dalam makalah terakhirnya, Stephen Hawking dan Hertog mengeksplorasi penemuan alam semesta dengan menggunakan roket riset (probe) yang ditempatkan dalam pesawat luar angkasa.
Makalah ini juga meramalkan alam semesta kita akhirnya akan pudar, menjadi gelap saat bintang-bintang yang kehabisan energi.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Disebut Kontroversial
Meski demikian, gagasan Stephen Hawking dinilai kontroversial di kalangan ahli kosmologi. Profesor Neil Turok, Direktur Perimeter Institute Kanada dan teman Hawking, adalah salah satu ilmuwan yang tidak setuju dengan teori itu.
"Saya masih tak habis pikir, mengapa ia menganggap gambaran ini menarik," katanya.
Di satu sisi, ilmuwan lain mendukung teori Hawking dengan menyebut bahwa karya sang ahli mungkin bisa jadi terobosan yang dibutuhkan kosmologi, terutama karena ini adalah teori pertama yang dapat diuji dalam eksperimen.
Makalah hasil pemikiran Stephen Hawking yang berjudul "A Smooth Exit from Eternal Inflation" telah direvisi pada 4 Maret 2018, 10 hari sebelum si profesor jenius itu meninggal dunia.
The Sunday Times melaporkan, makalah Hawking akan diterbitkan oleh jurnal terkemuka setelah ditinjau ulang. Hertog mengatakan kepada The Sunday Times, ia bertemu langsung dengan Hawking demi mendapat persetujuan akhir, sebelum menyerahkan makalah tersebut.
Advertisement