Liputan6.com, The Hague - Badan pengawas senjata kimia internasional, Organisation for the Prohibition of Chemical Weapons (OPCW), akan mengirim tim pencari fakta ke Douma, Suriah, guna menyelidiki laporan serangan di negara konflik tersebut.
Langkah ini dilakukan setelah adanya permintaan dari Moskow dan Damaskus untuk meluncurkan penyelidikan internasional, demikian seperti dikutip dari Russia Today, Rabu (11/4/2018).
Baca Juga
"Hari ini, OPCW Technical Secretariat telah meminta Suriah untuk membuat rencana yang diperlukan guna menyelidiki tuduhan penggunaan senjata kimia di Douma. Selain datang dari Suriah sendiri, permintaan ini juga datang dari Rusia. Tim sedang mempersiapkan diri untuk diberangkatkan ke Suriah dengan segera," tulis OPCW melalui keterangan resmi yang dikeluarkan pada hari Selasa, 10 April 2018.
Advertisement
#OPCW will deploy the Fact-Finding Mission (FFM) to #Douma, #Syria. Learn more: https://t.co/ban2xukAKx pic.twitter.com/MyMyQgr4R2
— OPCW (@OPCW) April 10, 2018
Sejak 2014, OPCW memiliki hak untuk menyelidiki dugaan serangan senjata kimia di Suriah. Misi ini dirancang guna menemukan fakta seputar penggunaan bahan kimia beracun yang kabarnya kerap beredar sejak perang di Suriah terus memanas.
Meski demikian, ruang lingkup OPCW hanya sebatas untuk menentukan adanya zat terlarang yang digunakan di Suriah, bukan untuk menyalahkan sejumlah pihak yang terlibat perang.
Laporan dugaan penggunaan senjata kimia datang dari beberapa kelompok aktivis terkait dengan pemberontak, serta organisasi sukarelawan penyelamat dan medis White Helmets, yang menuduh pasukan Suriah menjatuhkan amunisi berisi kaporit di pinggiran Damaskus, Douma, pada hari Sabtu pekan lalu.
Akibat serangan mematikan tersebut, sedikitnya 70 orang warga sipil dilaporkan tewas, termasuk anak-anak.
Lewat Twitter, White Helmets mengunggah gambar dan video memprihatinkan yang menunjukkan beberapa jenazah dan korban luka tergeletak di ruang bawah tanah usai diselamatkan. Demikian seperti dikutip dari BBC, 8 April 2018. Mulut korban meninggal mengeluarkan busa.
OPCW menyatakan, keputusan ini ditetapkan sebelum Dewan Keamanan PBB mengadakan pertemuan darurat pasca serangan mematikan di Suriah. Sementara itu, Rusia dan Amerika Serikat diperkirakan akan meluncurkan rancangan resolusi yang menyerukan penyelidikan internasional.
Pada hari Senin, DK PBB mengatakan belum bisa memverifikasi tuduhan penggunaan senjata kimia itu secara independen.
"Kami tidak berada dalam posisi untuk memverifikasi tuduhan itu secara independen, tetapi tentu saja setiap adanya laporan mengenai serangan penggunaan senjata kimia, adalah hal yang sangat mengganggu," kata Stephane Dujarric, jurubicara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres.
OPCW adalah organisasi antar pemerintah dan badan pelaksana Konvensi Senjata Kimia, yang mulai berlaku pada 29 April 1997. OPCW, dengan 192 negara anggotanya, bermarkas di Den Haag, Belanda, dan mengawasi upaya global untuk penghapusan senjata kimia secara permanen.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Tim Medis Laporkan Serangan Senjata Kimia Hantam Suriah
Organisasi sukarelawan penyelamat dan medis di Suriah White Helmets melaporkan, sedikitnya 40 - 70 orang tewas akibat dugaan serangan senjata kimia berupa gas di Douma, kota terakhir yang dikuasai pemberontak di Ghouta Timur.
Lewat Twitter, sukarelawan White Helmets mengunggah gambar dan video memprihatinkan yang menunjukkan beberapa jenazah dan korban luka serangan senjata kimia tergeletak di ruang bawah tanah usai diselamatkan. Demikian seperti dikutip dari BBC, 8 April 2018.
White Helmets juga menyebut, jumlah korban tewas kemungkinan akan meningkat.
Sementara itu, korban luka diperkirakan kurang-lebih mencapai 500 orang, laporan CNN yang mengutip sumber informasi dari Union of Medical Care and Relief Organizations (UOSSM).
Kendati demikian, belum ada verifikasi independen atas seluruh laporan tersebut, ujar BBC dan CNN.
Di sisi lain, pemerintah Suriah telah menyebut tuduhan serangan senjata kimia itu sebagai "fabrikasi" alias laporan yang dibuat-buat.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat mengatakan masih memantau laporan "yang sangat mengganggu" tersebut.
Kendati demikian Kemlu AS telah melontarkan tuduhan awal. Washington menyatakan bahwa Rusia, yang bertempur bersama dengan pemerintah Suriah, harus bertanggung jawab. Jika sekiranya bahan kimia mematikan telah terbukti digunakan dalam laporan White Helmets tersebut.
"Rezim Suriah (yang didukung Rusia) punya sejarah menggunakan senjata kimia terhadap rakyatnya sendiri dalam konflik," kata Kemlu AS.
Hingga berita ini turun, berbagai pihak pemerintah serta tim pemantau dan media independen masih berusaha mengonfirmasi laporan serangan senjata kimia di Douma, Ghouta, Suriah tersebut.
Advertisement