Pemimpin Suriah Umumkan Sejarah Baru Usai Tandatangani Deklarasi Konstitusi

Apa saja poin-poin dari deklarasi konstitusi tersebut? Berikut ulasannya.

oleh Khairisa Ferida Diperbarui 14 Mar 2025, 09:17 WIB
Diterbitkan 14 Mar 2025, 09:17 WIB
Presiden sementara Suriah, Ahmed al-Sharaa, menerima konstitusi sementara Suriah dalam upacara penandatanganan.
Presiden sementara Suriah, Ahmed al-Sharaa, menerima konstitusi sementara Suriah dalam upacara penandatanganan. (Dok. Omar Albam/AP)... Selengkapnya

Liputan6.com, Damaskus - Pemimpin Suriah Ahmed al-Sharaa menyambut dimulainya "sejarah baru" bagi negaranya setelah menandatangani deklarasi konstitusional yang mengatur masa transisi lima tahun dan menetapkan hak-hak bagi perempuan serta kebebasan berekspresi.

Deklarasi ini muncul tiga bulan setelah pemberontak menggulingkan pemerintahan Bashar al-Assad, memicu seruan untuk membentuk Suriah baru yang inklusif dan menghormati hak-hak warganya. Selain itu, deklarasi ini juga datang setelah terjadi gelombang kekerasan di pesisir Mediterania Suriah pekan lalu.

Menurut pemantau perang, pasukan keamanan menewaskan hampir 1.500 warga sipil, sebagian besar dari mereka adalah anggota minoritas Alawi, kelompok yang menjadi latar belakang keluarga Assad. Sharaa berjanji akan menindak tegas para pelaku di balik pertumpahan darah itu dan pihak berwenang dilaporkan telah melakukan sejumlah penangkapan.  

Sharaa, presiden sementara Suriah, menyatakan harapannya bahwa deklarasi konstitusional ini akan menjadi awal "sejarah baru bagi Suriah, di mana penindasan digantikan dengan keadilan dan penderitaan digantikan dengan belas kasihan." Pernyataan ini disampaikannya saat menandatangani dokumen tersebut di istana presiden pada Kamis, (13/3/2025).

Pemerintah baru sebelumnya telah mencabut konstitusi era Assad dan membubarkan parlemen.

Deklarasi ini menetapkan masa transisi selama lima tahun, di mana sebuah komisi keadilan transisi akan dibentuk untuk menentukan mekanisme pertanggungjawaban, menetapkan fakta, dan memberikan keadilan bagi korban dan penyintas dari kejahatan pemerintah sebelumnya.

Menurut salinan dokumen yang dibagikan oleh kepresidenan, "pengagungan terhadap rezim Assad dan simbol-simbolnya" dilarang, sebagaimana halnya "penyangkalan, pujian, pembenaran, atau pengurangan atas kejahatannya".

Abdul Hamid al-Awak, anggota komite yang menyusun dokumen tersebut, menuturkan bahwa deklarasi ini turut menjamin "hak perempuan untuk berpartisipasi dalam pekerjaan dan pendidikan, serta menjamin semua hak sosial, politik, dan ekonomi mereka".

Deklarasi ini mempertahankan persyaratan bahwa presiden republik harus seorang muslim, dengan yurisprudensi Islam ditetapkan sebagai "sumber utama" legislasi. Deklarasi ini memberikan satu kekuatan khusus kepada presiden: menyatakan keadaan darurat.

Awak menambahkan bahwa majelis rakyat, yang sepertiganya akan ditunjuk oleh presiden, akan bertugas menyusun semua undang-undang.

Menurut deklarasi, legislatif tidak dapat memakzulkan presiden, dan presiden tidak dapat memberhentikan anggota legislatif.

Kekuasaan eksekutif akan dibatasi pada presiden selama masa transisi, kata Awak, menekankan perlunya "tindakan cepat untuk menghadapi kesulitan apa pun".

Dia menyebut bahwa deklarasi ini menjamin "kebebasan berpendapat, berekspresi, dan pers", serta menegaskan kemerdekaan kekuasaan kehakiman.

Awak mengatakan bahwa sebuah komite akan dibentuk untuk menyusun konstitusi permanen yang baru.

Sharaa, sebelumnya dikenal dengan nama perang Abu Mohammed al-Jolani, adalah pemimpin kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS) yang berperan dalam menggulingkan Assad. Dia diangkat sebagai presiden sementara pada akhir Januari dan berjanji untuk mengeluarkan deklarasi konstitusional sebagai "pedoman hukum" selama masa transisi.

Kritik dari Kurdi

Rayakan Tumbangnya Rezim Bashar al-Assad, Warga Suriah di Berbagai Negara Turun ke Jalan
Pemberontak yang dipimpin oleh kelompok Islamis menggulingkan penguasa lama Suriah, Bashar al-Assad. Tampak dalam foto, anggota komunitas Suriah melambaikan bendera Suriah dan menyalakan suar pada tanggal 8 Desember 2024 di Berlin, Jerman, untuk merayakan berakhirnya kekuasaan rezim Bashar al-Assad. (RALF HIRSCHBERGER/AFP)... Selengkapnya

Pemerintahan yang dipimpin Kurdi di timur laut Suriah mengkritik keras deklarasi yang diteken Sharaa, menyatakan bahwa hal ini "bertentangan dengan realitas Suriah dan keragamannya".

Awal pekan ini, Pasukan Demokratik Suriah – pasukan de facto pemerintahan Kurdi – mencapai kesepakatan dengan otoritas di Damaskus untuk diintegrasikan ke dalam lembaga negara.

Namun, pemerintahan Kurdi pada Kamis mengatakan bahwa deklarasi tersebut "tidak mewakili aspirasi rakyat kami" dan "merusak upaya untuk mencapai demokrasi sejati".

Teks deklarasi menyatakan bahwa "seruan untuk memecah belah negara, mendukung separatisme, meminta intervensi asing, atau bergantung pada kekuatan asing akan dianggap sebagai tindakan kriminal", meskipun tidak dijelaskan lebih detail.

Di sisi lain, deklarasi juga menegaskan bahwa pemerintah "akan berkoordinasi dengan negara dan pihak-pihak terkait untuk mendukung proses rekonstruksi Suriah."

Juru bicara PBB mengutip utusan khusus untuk Suriah, Geir Pedersen, yang mengatakan bahwa dia "berharap deklarasi (konstitusional) ini dapat menjadi kerangka hukum yang solid untuk transisi politik yang benar-benar kredibel dan inklusif" seraya menambahkan bahwa "implementasi yang tepat akan menjadi kunci".

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya