Liputan6.com, Tel Aviv - Mantan ahli strategi politik Israel, Moti Morel, tewas dalam sebuah kecelakaan pada Selasa 17 April 2018. Insiden tersebut terjadi saat Morel mengendarai sepeda listriknya di jalan raya Tel Aviv. Ia dihantam oleh sebuah truk.
Paramedis dari Magen David Adom yang tiba di lokasi kejadian, Jalan Menachem Begin, menyatakan Morel meninggal di tempat. Ia mangkat pada usia 66 tahun.
Baca Juga
Sebagai seorang politikus, Morel pernah bekerja untuk Likud pada 1988, membantu Yitzhak Rabin memenangkan kursi perdana menteri pada 1992, menyusun strategi untuk Partai Yisrael B'Aliya milik Natan Sharansky pada 1999, membawa Amir Peretz meraih kemenangan melalui Partai Buruh pada 2005, dan bekerja untuk Kadima pada 2013.
Advertisement
Tapi pencapaian terbesarnya bisa dibilang ketika pemilu Israel tahun 1996 yang memenangkan Benjamin Netanyahu, mengalahkan petahana Shimon Peres.
Morel juga pernah bekerja bersama guru strategis Amerika, Arthur Finkelstein dan ahli strategi Israel, Eyal Arad
Ia membantu menciptakan slogan Peres will divide Jerusalem (Simon Peres akan membagi Yerusalem), sehingga terdengar seperti hasutan kepada warga Israel dan memungkinkan Netanyahu menang sebagai perdana menteri.
"Saya sangat sedih mendengar kematian tragis Moti Morel. Moti adalah salah satu ahli strategi politik terbaik di Israel. Dia akan dikenang karena profesionalisme, kebijaksanaannya, ketajaman pikirannya dan kegigihannya," ucap Benjamin Netanyahu dalam ucapan belasungkawa, seperti dikutip dari Jerusalem Post, Rabu (18/4/2018).
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Mantan Presiden Israel Shimon Peres Wafat di Usia 93 Tahun
Dua tahun lalu, tepatnya 28 September 2016, mantan presiden Israel Shimon Peres, meninggal pada usia 93 tahun. Dua minggu sebelum kepergiannya, tokoh politik paling berpengaruh di Israel ini dikabarkan mengalami stroke, demikian seperti dikutip dari BBC.
Peres sudah dua kali menjabat sebagai Perdana Menteri Israel dan kemudian menjadi presiden ke sembilan negara itu. Ia mengembuskan napas terakhir di sebuah rumah sakit di dekat Tel Aviv setelah kondisi kesehatannya menurun drastis.
Sosok Peres kerap dihubungkan dengan berdirinya Israel modern dan meninggalkan banyak jejak dalam sejarah singkat negara itu. Ia juga menjadi salah satu tokoh paling populer di Israel dan menjabat sebagai presiden selama tujuh tahun, yakni dari 2007 hingga 2014.
"Di mata rakyatnya, ia berhenti menjadi politikus. Dia menjadi tokoh bersejarah, lebih besar dari politik, lebih besar dari urusan sehari-hari, seorang tokoh dalam persatuannya sendiri," ujar kolumnis di Yediot Ahronoth, Nahum Barnea.
Walaupun sudah tak menjabat sebagai presiden, Peres tetap menjadi sosok high-profile yang terus mengintervensi arah politik Israel dan berusaha untuk terus aktif, khususnya melalui kegiatan yang terkait dengan Peres Centre for Peace.
Tahun lalu Peres mengkritik keras arah pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, meskipun ia tak menyebut nama Netanyahu secara langsung.
Selama berkiprah dalam karirnya selama puluhan tahun, ia menduduki hampir setiap posisi yang signifikan dalam kehidupan politik Israel. Pada usia 20-an, ia sudah menjabat sebagai Direktur Jenderal Kementerian Pertahanan Israel.
Peres adalah arsitek perjanjian damai Oslo 1993 dan pada 1994, ketika menjabat sebagai menteri luar negeri, ia meraih Nobel Perdamaian bersama Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin, dan Yasser Arafat, ketua Organisasi Pembebasan Palestina.
Advertisement