Miris, Lautan Es Arktik Penuh dengan Sampah Rokok dan Kemasan Plastik

Polusi plastik kerap membuat 'bingung' hewan laut di Arktik, yang mengiranya sebagai makanan.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 27 Apr 2018, 06:27 WIB
Diterbitkan 27 Apr 2018, 06:27 WIB
20160319-Peselancar-Kepulauan-Lofoten-AFP
Peselancar wanita usai berselancar di pantai bersalju Flackstad di Kepulauan Lofoten, Lingkar Arktik, pada 13 Maret 2016. Suhu dingin memberikan sensasi tersendiri bagi peselancar terlepas dari cuaca yang sangat tidak stabil. (AFP/Olivier Morin)

Liputan6.com, Berlin - Baru-baru ini, peningkatan jumlah sampah plastik dilaporkan kian mengkhawatirkan di perairan Arktik di dekat Kutub Utara.

Menurut tim peneliti dari Alfred Wegener Institute di Jerman, tercatat sebanyak 12.000 fragmen kemasan plastik, nilon, poliester, cat dan bahkan puntung rokok ditemukan dbeberapa titik di wilayah perairan es Arktik.

Dikutip dari NY Daily News pada Kamis (26/4/2018), catatan tersebut merupakan hasil telaah penelitian yang dilakukan selama periode 2014 hingga 2015 lalu.

"Partikel-partikel mikroplastik ditemukan di seluruh sampel inti," kata Dr. Jeremy Wilkinson, seorang fisikawan lautan es kepada harian The Guardian.

Menurutnya, limbah plastik tidak hanya berbentuk fisik yang tampak secara kasat mata. Beberapa lainnya bahkan ada yang partikelnya berukuran 11 mikrometer, dan kerap kali dikira makanan oleh banyak hewan laut berukuran kecil dan sedang.

"Itu kira-kira berukuran seperenam diameter rambut manusia," kata Dr. Gunnar Gerdts, salah seorang penulis studi terkait.

"(Itu) menjelaskan mengapa kami menemukan konsentrasi lebih dari 12.000 partikel per liter lautan es- yang dua sampai tiga kali lebih tinggi dari apa yang kami temukan dalam pengukuran masa lalu," lanjutnya.

Meski belum diketahui dampak langsungnya terhadap kesehatan manusia, fakta tentang polusi sampah plastik telah terbukti menggangu ekosistem laut.

Beberapa hewan laut, seperti anjing laut dan ikan hiu misalnya, kerap menjadi korban karena salah mengira limbah tersebut sebagai makanan.

Lebih lanjut, peneliti menduga fenomena di atas terutama disebabkan oleh degradasi alat pancing nelayan dan polusi plastik yang dihasilkan dari lokasi nun jauh di bawah garis lintang kutub.

"Konsentrasi mikroplastik yang tinggi dalam es laut tidak hanya dapat dikaitkan dengan sumber di luar Samudera Arktik, melainkan juga menunjukkan polusi lokal di Arktikmitu sendiri," jelas Dr. Gerdts.

 

Simak video pilihan berikut:

Enzim Pengurai Limbah Plastik

Badai Seret Sampah ke Pantai Lebanon
Seorang pria memancing dengan tumpukan sampah di belakangnya yang menutupi pantai Zouq Mosbeh di utara Beirut, Lebanon, 22 Januari 2018. Hampir segala limbah termasuk plastik hingga pembalut wanita menumpuk di pantai itu. (AP/Hussein Malla)

Sementara itu, kelompok gabungan peneliti Amerika Serikat (AS) dan Inggris tidak sengaja menciptakan sebuah enzim pengurai plastik.

Hal itu diharapkan mampu mengatasi masalah polusi plastik yang kian membesar di era modern saat ini.

Dikutip dari Asia One pada awal April, lebih dari delapan juta ton sampah plastik mencemari lautan setiap tahun, yang menyebabkan risiko paparan racunnya kian membahayakan kesehatan manusia.

Meski telah dilakukan upaya daur ulang, sebagian besar plastik tetap membutuhkan waktu ratusan tahun agar bisa terurai dengan sempurna oleh tanah.

Atas dasar hal tersebut, para ilmuwan di Universitas Portsmouth, AS, memutuskan untuk fokus pada penelitian bakteri, yang ditemukan secara alami di Jepang beberapa tahun lalu.

Bakteri yang dinamakan Ideonella sakaiensis itu belum pernah ditemukan sebelum komersialisasi plastikdimulai pada dekade 1940-an.

Menurut peneliti Jepang, bakteri tersebut hanya ditemukan di tempat-tempat pengolahan limbah plastik, sehingga kemungkinan bisa lebih efektif untuk mengurai produk turunan minyak bumi itu.

Adapun tujuan penelitian gabungan di atas adalah untuk memahami bagaimana salah satu enzimnya -- yang disebut PETase -- bekerja mencari tahu strukturnya.

"Studi tersebut berjalan lebih dari yang diharapkan, di mana hasil rekayasa enzimnya bahkan berfungsi lebih baik dalam memecah plastik PET," tulis laporan ilmiah yang dimuat di jurnal Prosiding National Academy of Sciences.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya