Paus Fransiskus Siap Lakukan Kunjungan Bersejarah ke Korea Utara

Paus Fransiskus dikabarkan akan segera berkunjung ke Korea Utara dalam waktu dekat.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 16 Okt 2018, 07:31 WIB
Diterbitkan 16 Okt 2018, 07:31 WIB
Paus Fransiskus menyapa umat Katolik Roma saat berkunjung ke China pada pertengahan September 2018 (AFP)
Paus Fransiskus menyapa umat Katolik Roma saat berkunjung ke China pada pertengahan September 2018 (AFP)

Liputan6.com, Vatikan - Pemimpin Vatikan dan Gereja Katolik, Paus Fransiskus, dikabarkan ingin mengunjungi Korea Utara dalam beberapa bulan mendatang. Demikian informasi seorang politisi Korea Selatan pada Senin 15 Oktober 2018.

Hal itu, kata pejabat Korsel tersebut, mengindikasikan keterbukaan lebih lanjut pemerintahan Korea Utara terhadap komunitas internasional.

Kunjungan itu juga dinilai bersejarah dan signifikan, mengingat, Vatikan dan Korea Utara tak memiliki hubungan diplomatik. Dan jika terlaksana, kunjungan tersebut menandai lawatan pertama seorang paus ke negera tertutup itu, demikian seperti dikutip dari Al Jazeera, Senin (15/10/2018).

"Saya mendengar pembicaraan bahwa Paus Fransiskus ingin mengunjungi Korea Utara musim semi mendatang (kemungkinan awal tahun 2019)," kata Lee Hae-chan, ketua Partai Demokrat Korea Selatan, seperti dikutip oleh kantor berita Yonhap pada Senin 15 Oktober 2018.

Konstitusi Korea Utara menjamin kebebasan beragama selama tidak melemahkan negara, tetapi di luar segelintir tempat ibadah yang dikendalikan negara, tidak ada kegiatan keagamaan terbuka yang diizinkan oleh Pyongyang. Maka, rencana kunjungan Paus Fransiskus --petinggi Gereja Katolik dunia-- mengindikasikan langkah Korea Utara yang mungkin hendak mengizinkan kegiatan keagamaan di ranah publik.

 

Simak video pilihan berikut:

Presiden Moon Jae-in Sebut Korea Utara Sedang Bermasalah

Presiden Korea Selatan Ambil Air Gunung Sakral di Korea Utara
Presiden Korea Selatan Moon Jae-in (dua kanan) dan sang istri Kim Jung-sook (kanan) foto bersama Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un (dua kiri) dan sang istri Ri Sol Ju (kiri) di Gunung Paektu, Korea Utara, Kamis (20/9). (Pyongyang Press Corps Pool via AP)

Di lain kabar, dalam sebuah wawancara terbaru dengan surat kabar Prancis Le Figaro, Presiden Korea Selatan Moon Jae-in mengatakan bahwa Pyongyang tengah terlibat masalah baru, yang berkaitan dengan komitmennya terhadap denuklirisasi penuh.

Bukan tentang keengganan Korea Utara untuk meneguhkan komitmennya, melainkan menurut Presiden Moon, adalah soal kesulitan ekonomi negara itu akibat kebijakan politik tertutupnya, demikian sebagaimana dikutip dari Time.com pada Senin 15 Oktober.

Berbicara sebelum bertemu dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron di Paris, Sabtu 13 Oktober, Moon Jae-in memastikan bahwa rekannya di Korea Utara, Kim Jong-un, akan terus berkomitmen dengan semangat denuklirisasi.

"Perekonomian Korea Utara mengalami kesulitan besar karena sanksi internasional," kata Presiden Moon. "Jika melanggar perjanjian, mereka tidak akan mampu membayar sanksi dari AS dan komunitas internasional."

Sementara ekonomi Korea Utara dinilai miskin selama beberapa dekade, masyarakat internasional penasaran tentang berita terkait dampak dari putaran sanksi dari PBB. Tahun lalu, negara komunis itu diperkirakan telah mengalami kemerosotan ekonomi terbesar sejak 1997.

AS ingin menjaga sanksi terhadap Korea Utara di tempatnya sampai Kim Jong-un benar-benar membuka program nuklirnya. Sementara di lain pihak, Rusia dan China menentang pendekatan garis keras ini.

Korea Selatan mengatakan akan mempertimbangkan untuk meringankan sanksi mereka terhadap tetangganya itu, guna membangun kolaborasi di jalur kereta api dan jalan raya.

Meski begitu, Presiden Moon menegaskan bahwa pihaknya tidak melemahkan upaya global untuk menekan pengembangan senjata nuklir Korea Utara.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya