Liputan6.com, New York - Kotak hitam (black box) belum ditemukan, penyelidikan soal penyebab pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT 610 juga masih jauh dari kesimpulan. Namun, data satelit yang dimuat situs pemantau lalu lintas udara, FlightRadar24 dijadikan petunjuk awal terkait insiden kapal terbang yang jatuh 13 menit setelah lepas landas itu.
Berdasarkan data yang diungkap FlightRadar24, sejumlah keanehan terpantau dalam pergerakan pesawat yang membawa 189 orang tersebut.
Salah satunya, ketika sebuah pesawat umumnya akan naik dalam beberapa menit pertama penerbangan, Lion Air JT 610 justru mengalami penurunan 726 kaki (setara 221 meter) selama 21 detik.
Advertisement
Dikutip dari CNN pada Rabu (31/10/2018), ahli penerbangan Phillip Butterworth-Hayes mengatakan bahwa data tersebut tidak biasa. Apalagi, saat lepas landas seperti itu, pilot biasanya dibantu oleh kendali otomatis pesawat.
"Ini tidak sesuai dengan profil penerbangan otomatis," kata Butterworth-Hayes saat mempelajari data. "Kecuali, jika sistem pesawat itu memberikan koreksi untuk sejumlah alasan."
Baca Juga
Butterworth-Hayes mengatakan bahwa mengingat pesawat yang digunakan Lion Air JT 610 baru berusia dua bulan, alasan di balik kecelakaan tersebut "sangat tidak mungkin" berasal dari kesalahan mekanis.
"Pesawat terbang tidak jatuh begitu saja dari langit," katanya.
"Saya tidak bisa membayangkan masalah mekanis apa pun selain kehilangan tenaga mesin yang tiba-tiba dan tidak dapat dijelaskan, atau kegagalan listrik menyeluruh. Ini jauh lebih mungkin disebabkan faktor eksternal," lanjutnya menjelaskan.
Dia mengatakan bahwa masalah lingkungan bisa jadi adalah penyebabnya, misalnya ledakan mikro (microburst), atau pesawat yang menabrak sesuatu seperti kawanan burung.
"Ledakan mikro sangat sulit untuk dideteksi, bisa berubah menjadi angin kencang, seperti pusaran, dan Anda tidak bisa melihatnya. Tiba-tiba pesawat tidak berfungsi sebagaimana mestinya, pilot kemudian mulai melakukan segala macam upaya pemulihan dan kemudian sudah terlambat, pesawat jatuh," jelas Butterworth-Hayes.
Ditambahkan olehnya bahwa pilot Boeing 737 MAX 8 meminta izin pada air traffic controller (ATC) melakukan return to base atau kembali ke bandara asal, sekitar 22 kilometer setelah lepas landas. Namun, saat itu belum terlihat pertanda kondisi darurat.
Simak video pilihan berikut:
Masalah Kecil Kemungkinan Tidak Segera Disadari
Butterworth-Hayes mengatakan bahwa laporan pilot tidak menunjukkan ada masalah besar di dalam penerbangan, kecuali beberapa insiden kecil, yang diduga masih bisa mereka kendalikan.
"Tapi status laporan itu berubah cepat, ada kehilangan ketinggian (sebelum penerbangan jatuh) dan hanya setelah itu jelas ada semacam koreksi," kata Butterworth-Hayes sambil melihat data FlightRadar24.
"Apapun yang terjadi pada penurunan ketinggian itu adalah koreksi, tetapi tidak sempat disampaikan secara jelas sebelum pesawat makin dekat dengan risiko jatuh ke laut," lanjutnya.
Berbicara sebelumnya dengan stasiun televisi CNN, David Soucie --mantan inspektur keselamatan pada Lembaga Aviasi Federal AS (FAA) menyoroti tidak adanya laporan kondisi darurat dari awak pesawat.
"Apa yang paling aneh bagi saya adalah mereka (kru pilot) tidak menyatakan keadaan darurat. Mereka hanya mengatakan, 'Kami minta izin kembali', seperti itu," kata Soucie.
"Tapi ketika saya melihat lintasan terbangnya, pesawat melakukan penurunan ketinggian terbang yang sangat curam, dan itu tidak biasa," tambahnya.
"Mereka kemungkinan akan mempertahankan ketinggian itu, berupaya secepat mungkin mengarahkan pesawat kembali ke bandara (terdekat)," ujar Soucie menjelaskan.
Soucie menambahkan bahwa sesuatu yang tidak beres pasti terjadi ketika pesawat kehilangan kendali.
Namun, mengesampingkan faktor cuaca --yang dinilai aman-- sebagai penyebab kecelakaan itu, Souce memperkirakan, para penerbang Lion Air JT 610 tampaknya sudah berusaha untuk kembali ke Jakarta. Namun, terlambat.
Advertisement