Liputan6.com, Gaza - Hamas dan kelompok militan Palestina lainnya mengklaim telah menerima perjanjian yang diperantarai oleh Mesir untuk menghentikan dua hari pertempuran sengit dengan Israel.
Perang ini diduga bermula karena pasukan khusus Israel, IDF, gagal menyerang markas dan bangunan-bangunan milik Hamas yang berada di dekat Jalur Gaza.
Baca Juga
Pengumuman yang disampaikan secara mendadak pada Selasa dini hari, 13 November 2018 waktu setempat, memunculkan jeda terhadap pecahnya kekerasan tersebut --di mana kedua belah pihak meluncurkan sejumlah pemboman dan serangan balasan.
Advertisement
Penduduk Israel bersembunyi selama satu malam di tempat perlindungan di kediaman mereka, sedangkan warga Palestina meringkuk di ruang bawah tanah di rumah mereka. Demikian seperti dikutip dari The Guardian, Rabu (14/11/2018).
Earlier this evening, an IDF soldier was severely injured when an anti-tank missile fired from #Gaza hit this bus. We have notified the family and hope for a speedy recovery. pic.twitter.com/ZH2axwADKY
— Israel Defense Forces (@IDFSpokesperson) November 12, 2018
Hamas dan kelompok militan kecil lainnya di Palestina merilis pernyataan yang mengatakan bahwa mereka telah menerima kesepakatan yang ditengahi oleh PBB dan Mesir.
Meski demikian, pihak Israel belum berkomentar apa pun. Namun, malam itu juga, serangan roket dan serangan udara yang dikirim oleh IDF telah berhenti.
Militer Israel menyebut, sekitar 400 roket dan mortir telah ditembakkan dari Jalur Gaza sejak Senin sore. Kemungkinan, senjata peperangan tersebut diluncurkan dari daerah kantong (enclave). Sebagai bentuk balasan, pesawat tempur Israel telah melakukan lebih dari 100 pengeboman.
Petugas medis di Jalur Gaza mengatakan, 5 orang tewas. Dua di antaranya adalah militan. Sedangkan di kota pesisir Israel, Ashkelon, seorang warga sipil, berjenis kelamin laki-laki dan berusia 40 tahun, meninggal saat ia berada di dalam gedung yang dihantam roket Hamas.
"Pria itu adalah penduduk Palestina dari Tepi Barat, dan kini tinggal di Israel. Lalu, dua puluh warga Israel juga terluka dalam pertumpahan darah tersebut," ujar petugas medis yang tak diketahui namanya itu.
Shahira al-Rayes (39) yang tinggal di Gaza, menceritakan bahwa dia sedang tidur di rumah bersama suami dan dua anaknya, saat tiba-tiba mereka terbangun lantaran mendengar dentuman keras di gedung yang ada di sebelah kediamannya.
"Ketika bangunan itu dibom, kami merasakan ada kematian. Saya dan anak-anak berteriak dan menjerit," katanya melalui saluran telepon. "Setelah kami menyadari bahwa penembakan itu berakhir, saya pergi ke apartemen, berusaha keras untuk menenangkan buah hati dan membuat mereka kembali tidur. Sedangkan saya dan suami berjaga hingga pagi."
Airstrikes from Israel are raining down, killing at least 7 civilians since November 12 in Gaza. pic.twitter.com/I3KoFAcN3x
— AJ+ (@ajplus) November 14, 2018
Di Ashkelon (yang berada di sebelah utara Gaza) seorang konselor sekolah bernama Revital Steinberg, mengatakan bahwa dia tidur di ruang tamu dengan kedua putrinya yang masing-masing berusia 8 dan 11 tahun, untuk bersembunyi di ruangan yang aman.
"Kami pura-pura berkemah di ruang tamu. Itu seperti permainan," kenangnya. "Malam itu mengerikan. Anak saya yang berusia 11 tahun benar-benar mengkhawatirkan teman-teman sekelasnya, mengirim pesan kepada mereka via WhatsApp, memastikan kondisi mereka."
Israel dan Hamas telah saling serang secara berkelanjutan dan terus menerus selama beberapa bulan terakhir. Militan Hamas mengaku meluncurkan roket sebagai bentuk respons terhadap tembakan yang dimuntahkan tentara Israel selama aksi protes di perbatasan dua negara ini.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Â
Qatar Bantu Palestina?
Operasi darat di Jalur Gaza jarang terjadi dan kemungkinan besar akan meningkatkan ketegangan.
Bentrokan itu terjadi setelah kekacauan mematikan di sepanjang perbatasan Gaza-Israel mulai mereda dalam beberapa bulan terakhir. Tel Aviv bahkan mengizinkan Qatar untuk menyediakan bantuan jutaan dolar AS bagi garis kawasan konflik itu untuk penyaluran gaji, serta subsidi bahan bakar guna membantu meringankan krisis listrik.
Pada Jumat 9 November, pegawai sipil Palestina akhirnya menerima pembayaran, setelah berbulan-bulan penahanan gaji secara sporadis akibat kekurangan uang, yang disebabkan oleh konflik di Gaza.
Pembayaran gaji senilai US$ 15 juta (setara Rp 221 juta) merupakan bagian dari total saluran dana US$ 90 juta (setara Rp 1,3 triliun) dari Qatar, yang didistribuskan via kantong-kantong wilayah Israel.
Qatar juga mengatakan akan menyerahkan US$ 100 (setara Rp 1,5 juta) kepada masing-masing 50.000 keluarga miskin, serta jumlah yang lebih besar untuk warga Palestina yang terluka dalam bentrokan di sepanjang perbatasan Gaza-Israel.
Emirat di Teluk Arab itu juga dikabarkan mulai membeli bahan bakar tambahan untuk pembangkit listrik tunggal Gaza, yang memungkinkan pengurangan krisis listrik dalam beberapa tahun ke depan.
Advertisement