NASA Berhasil Abadikan Penampakan Manusia Salju di Ruang Angkasa, Seperti Apa?

Wahana NASA berhasil menangkap citra objek berbentuk menyerupai manusia salju di ruang angkasa.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 03 Jan 2019, 13:03 WIB
Diterbitkan 03 Jan 2019, 13:03 WIB
Obyek menyerupai manusia salju berhasil ditangkap oleh wahana NASa pada awal pekan ini (NASA)
Obyek menyerupai manusia salju berhasil ditangkap oleh wahana NASa pada awal pekan ini (NASA)

Liputan6.com, Washington DC - Ultima Thule, sebuah objek es di ruang angkasa yang berjarak sekitar 6,4 miliar kilometer dari matahari, tampak berbentuk seperti manusia salju raksasa.

Citra terjelas dari objek tersebut baru saja berhasil ditangkap oleh misi New Horizons besutan NASA pada Selasa 1 Januari, dan kemudian diumumkan ke publik via konferensi pers, sehari setelahnya.

Dikutip dari The Straits Times pada Kamis (3/1/2019), para ilmuwan kini yakin bahwa Ultima Thule merupakan benda angkasa, di mana dahulu kala, adalah dua benda angkasa berbeda, yang kemudian menyatu sebagai "kontak biner".

 

Peneliti utama pada misi tersebut, Profesor S Alan Stern, mengatakan bahwa bentuk manusia salju tersebut hampir tidak pernah berubah pada fisik Ultime Thule sejak kurang lebih 4,5 miliar tahun lalu.

"Mempelajari Ultima Thule dapat memberi wawasan baru tentang bagaimana Bumi dan planet-planet lain terbentuk," ujar Profesor Stern.

Dalam rilis citra resminya, para ilmuwan menunjukka sebuah gambar buram tentang manusia salju ruang angkasa itu dari jarak 800 ribu kilometer.

Pengambilan citra objek ruang angkasa dengan nama lain MU69 itu dilakukan selama tidak lebih dari 6 menit sebelum terbang menajuh (flyby).

Rangkaian informasi visual pertama dari objek yang juga menyerupai pin bowling itu tiba di Bumi pada Selasa sore.

Perhatian Banyak Ilmuwan Antariksa

Lebih dari 100 ilmuwan, termasuk Heidi B. Hammel, seorang ilmuwan planet dan penghubung media untuk tim sains, berkumpul pada pukul 8 malam --di hari yang sama-- untuk melakukan pengamatan segera.

"Semua orang ada di sana. Mereka semua ingin melihatnya. Ketika citra tersebut muncul, kami semua bertepuk tangan senang, dan diskusi pun segera dimulai setelahnya," kata Hammel.

Seluruh Ilmuwan planet mengaku belum pernah melihat secara jelas objek Ultima Thule yang bentuknya menyerupai manusia salju.

Diperkirakan bahwa objek ruang angkasa itu adalah fragmen sedingin es yang menyatu lebih dari 4,5 miliar tahun silam, dan yang tetap membeku di sabuk Kuiper tata surya sejak setelahnya, sekitar 6,4 miliar kilometer dari Matahari.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

Ilustrasi Andromeda dan Galaksi Bima Sakti di langit malam
Ilustrasi Andromeda dan Galaksi Bima Sakti di langit malam (NASA)

Beberapa Faktor yang Membuat Ultima Thule Istimewa

Beberapa faktor membuat Ultima Thule, dan domain tempat ia bergerak, begitu menarik bagi para ilmuwan.

Salah satunya, sebagaimana dikutip dari situs berita BBC, adalah bahwa Matahari sangat redup di wilayah terkait sehingga suhunya turun mendekati 30-40 derajat di atas nol mutlak, atau ujung bawah skala suhu dan atom serta molekul terdingin mungkin yang bisa didapat.

Akibatnya, reaksi kimia pada inti dasarnya terhenti. Ini berarti Ultima berada dalam kondisi sangat beku, sehingga objek tersebut mungkin terawetkan sempurna dalam kondisi pembentukannya.

Faktor lain adalah bahwa Ultima Thule berukuran kecil (diameter sekitar 33 kilometer dalam dimensi terpanjang), yang berarti ia tidak memiliki tipe "mesin geologis" pada objek lebih besar untuk mereka ulang komposisi mereka.

Adapun faktor ketiga adalah terkait sifat lingkungannya yang sangat tenang di sabuk Kuiper.

Tidak seperti di Tata Surya bagian dalam, mungkin ada sangat sedikit tabrakan antara objek, sehingga komposisi Sabuk Kuiper hampir tidak ada perubahan.

Sementara itu, para ilmuwan akan terus meneliti lebih lanjut raihan berbagai data tentang Ultima Thule, dan juga akan meminta NASA untuk mendanai perpanjangan misi tersebut.

Harapannya adalah bahwa perjalanan pesawat ruang angkasa dapat diubah sedikit untuk mengunjungi setidaknya satu objek sabuk Kuiper pada dekade berikutnya.

Untuk mewujudkan harapan tersebut, wahana New Horizons harus memiliki cadangan bahan bakar dan listrik yang cukup untuk terus mengoperasikan instrumennya hingga tahun 2030-an.

Saat ini, baterai plutonium yang dimiliki oleh New Horizons hanya mampu membawanya pulang kembali ke Tata Surya

Umur panjang baterai plutonium New Horizons bahkan memungkinkannya merekam keluarnya dari Tata Surya.

Meskipun New Horizons adalah wahana antariksa tercepat yang pernah diluncurkan pada 2006 lalu, wahana ini terus kehilangan landasan untuk misi yang lebih lama.

Alasannya adalah karena proyek ruang angkasa ini hanya mampu bergerak dengan kecepatan 14 kilometer per detik, lebih lambat dari wahana ruang angkasa tercanggih saat ini, Voyager-1 yang mencapai kecepatan 17 kilometer per detik.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya