Liputan6.com, Beijing - Institusi militer China telah melakukan uji coba rudal balistik DF-26, menanggapi keberadaan armada militer AS yang saat ini kian mendekat. Rudal tersebut diberi nama Guam Killer alias si Pembunuh Guam.
Uji coba dilakukan di bagian barat laut China.
Pemerintah Beijing mengumumkan telah meluncurkan rudal ke sebuah wilayah bergurun awal bulan ini, persis satu hari setelah pelayaran bebas AS di Laut China Selatan.
Advertisement
Dalam sebuah cuplikan video pemerintah, dapat dilihat peluncuran rudal ke udara. Desain rudal juga tampak secara jelas, namun tidak memperlihatkan senjata yang digunakan untuk menyerang musuh. Demikian sebagaimana dikutip dari ABC News pada Selasa (29/1/2019).
Baca Juga
Menurut sebagian ahli, rudal balistik yang diuji-cobakan mampu mengenai kapal induk yang bergerak.
Mereka mengatakan bahwa struktur kerucut ganda yang dimiliki rudal, serta jaringan informasi yang terhubung ke hulu ledak --yang mencakup berbagai sistem radar dan satelit--, akan dapat selalu memperbarui lokasi target yang bergerak.
Sementara itu, Kementerian Pertahanan Nasional China mengatakan bahwa rudal dengan tipe DF-26 tersebut mampu membawa hulu ledak nuklir konvensional.
Sang Pembunuh Guam itu juga dipercaya dapat menyerang target dengan jarak 4500 kilometer. Jarak tersebut sesuai dengan jangkauan yang dibutuhkan China untuk menyerang pangkalan militer AS di teritori Guam, sebuah pulau yang terletak di Samudera Pasifik.
Saksikan video berikut:
Masih Diragukan
Menurut Bates Gill, seorang dosen keamanan Asia Pasifik di Macquarie University mengatakan bahwa uji coba rudal China sebetulnya bertujuan untuk menciptakan efek jera. Meskipun demikian, ia masih meragukan kemampuan DF-26 untuk melakukan penyerangan laut terhadap objek bergerak.
"Itu (rudal) tidak pernah benar-benar diuji dengan kondisi seperti medab yang sebenarnya, di kapal, di laut," katanya.
Beberapa waktu lalu, China juga mengembangkan senjata bertenaga elektromagnetik atau railgun. Negeri tirai bambu berencana memasangnya di kapal perang mereka.
Senjata tersebut menggunakan listrik untuk menghasilkan medan elektromagnetik yang sangat kuat di antara dua rel yang membentuk laras meriam. Alhasil, dapat mempercepat proyektil ke kecepatan yang jauh lebih cepat dibandingkan dengan meriam tradisional.
Meskipun railgun dan rudal DF-26 ini telah diumumkan kepada publik internasional, keduanya masih sama-sama diragukan. Keraguan yang dimaksud berkaitan dengan kemampuan DF-26 untuk benar-benar menyerang objek bergerak di lautan, dan kapan railgun akan benar-benar diimplementasikan.
Advertisement