Liputan6.com, Hong Kong - Seorang penulis berkebangsaan ganda, Yang Hengjun, resmi ditahan pemerintah China atas dugaan spionase.
Ia ditangkap setelah melakukan perjalanan ke China dari New York, pada 17 Januari 2019. Saat itu, ia bersama istri bermaksud mengambil visa Amerika Serikat milik anak angkatnya.
Advertisement
Baca Juga
Berita tertulis penahanan Hengjun, baru saja diberikan oleh pemerintah China, setelah berhari-hari tidak ada kabar. Menurut penuturan Watson Meng, salah satu kerabat, Hengjun tidak membaca pesannya berhari-hari sejak kedatangannya di China, dikutip dari CNN pada Jumat (25/1/2019).
Selain seorang penulis, Hengjun yang saat ini berusia 53 tahun juga merupakan mantan diplomat China. Meski demikian, warga negara Australia sekaligus China ini, menghabiskan lebih banyak waktunya di Amerika Serikat. Ia bahkan pernah menjadi dosen tamu di Columbia University.
Â
Simak video berikut:
Dianggap Mengancam Keamanan Nasional
Yang Hengjun juga merupakan pengguna media sosial yang aktif. Akun Twitternya diikuti oleh lebih dari 130.000 warganet. Ia sering menulis twit pribadi dan kritikan terhadap pemerintah yang dipimpin oleh Xi Jinping.
Juru bicara Kementeri Luar Negeri China, Hua Chunying, mengatakan bahwa penahanan dilakukan karena terduga dianggap membahayakan keamanan nasional. Meskipun demikian, Chunying menyampaikan bahwa hak-hak Hengjun tetap akan dijamin.
Di sisi lain, Menteri Luar Negeri Australia mengatakan bahwa kasus ini tidak memiliki hubungan dengan penolakan negeri kanguru beberapa waktu lalu, terhadap teknologi 5G yang diproduksi oleh Huawei --salah satu perusahaan China.
Ia berharap kasus ini dapat diselesaikan oleh China secara transparan. Ia juga berencana bertemu dengan Wei Fenghe, pejabat Kementerian Pertahanan China, agar permasalahan segera selesai.
"Kami menyerukan kepada pemerintah China untuk memastikan bahwa kasus ini ditangani dengan transparan dan adil," katanya.
Pemerintah China memang beberapa kali merasa terancam oleh aktivitas warga negaranya. Sebagai contoh, China pernah mencurigai aktivitas serikat pekerja, pengacara hak asasi manusia, dan blogger internasional.
Advertisement