Liputan6.com, Colombo - Sri Lanka mengumumkan lowongan pekerjaan untuk posisi algojo, setelah menyatakan hendak mengembalikan hukuman mati.
Menurut iklan di sebuah surat kabar, negara itu mengharuskan pengeksekusi hukuman mati adalah pria, berumur 18 hingga 45 tahun, memiliki karakter yang baik, serta fisik dan mental yang sehat.
Iklan dipasang di media sesaat setelah Presiden Maithripala Sirisena mengatakan akan memberlakukan kembali hukuman mati dalam dua bulan, berkaitan dengan kasus narkoba.
Advertisement
Sebagaimana yang diketahui, meskipun moratorium hukuman mati telah ada sejak 1976 di Sri Lanka, belum pernah ada terdakwa yang benar-benar dijatuhi sanksi eksekusi. Kasus berat seperti pembunuhan, pemerkosaan, dan pengedaran narkoba biasanya hanya berhenti pada hukuman seumur hidup, dikutip dari CNN pada Kamis (14/2/2019).
Baca Juga
Meskipun demikian, Presiden Sri Lanka berkeputusan meniru "hukum besi" seperti yang dilakukan oleh Filipina. Dalam sebuah kunjungan kenegaraan beberapa waktu lalu, Presiden Sirisena mengapresiasi kebijakan Presiden Roderigo Duterte memerangi obat terlarang.
"Perang melawan kejahatan dan narkoba yang Anda lakukan adalah contoh bagi seluruh dunia, secara pribadi bagi saya", kata Sirisena dalam sebuah perjamuan negara bagian.
"Ancaman narkoba merajalela di negara saya dan saya merasa bahwa kami harus mengikuti jejak Anda untuk mengendalikan bahaya ini," lanjutnya.
Simak pula video berikut:
Dikecam Aktivis HAM Internasional
Biraj Patnaik, Direktur Asia Tenggara untuk Amnesty International --sebuah organisasi nirlaba untuk hak asasi manusia-- menyatakan kecaman dalam sebuah kiriman di Twitter pribadinya.
This is one job advert that should never have been put out. The government of Sri Lanka advertising for an executioner. There is no place for the death penalty in a civilised society. #SLdeathpenalty pic.twitter.com/4l98Yc66Kd
— Biraj Patnaik (@birajpat) February 12, 2019
"Ini adalah iklan (lowongan) pekerjaan yang seharusnya tidak pernah ada. Pemerintah Sri Lanka mengiklankan untuk (posisi) pengeksekusi. Tidak ada tempat untuk hukuman mati di negara yang beradab."
Dalam kiriman itu, Patnaik juga menyematkan foto dari iklan pekerjaan di surat kabar yang ia maksud.
Sementara itu, Wakil Direktur Amnesty International Asia Selatan, Omar Waraich, juga menyampaikan kecaman dalam sebuah pernyataan .
"Apakah dia ingin melihat Sri Lanka yang paling miskin menjadi tempat di mana ketika masyarakat bangun setiap pagi menemukan mayat-mayat baru tergeletak di jalan-jalan dalam genangan darah?," kata Waraich.
Ia juga mempertanyakan niatannya untuk mengembalikan hukuman mati, yang ia anggap sebagai usaha untuk menjadikan aparatur negara sebagai instrumen pembunuh bagi masyarakat sipil.
"Apakah dia ingin pasukan keamanan direduksi menjadi perusahaan kriminal yang mendukung pembunuhan terhadap sipil?" lanjutnya.
Hingga berita ini terbit, belum ada tanggapan dari pemerintah Sri Lanka terkait kecaman dari aktivis hak asasi manusia internasional itu.
Advertisement