Berkerudung dan Ucap Asalamualaikum, Solidaritas Pembaca Berita Selandia Baru ke Korban Penembakan

Para perempuan pembaca berita di Selandia Baru kompak berkerudung dan mengucapkan salam Islam untuk hormati seluruh korban penembakan Christchurch.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 25 Mar 2019, 15:51 WIB
Diterbitkan 25 Mar 2019, 15:51 WIB
Para perempuan di Selandia Baru mengenakan kerudung sebagai bentuk solidaritas terhadap korban penembakan Christchurch (AFP)
Para perempuan di Selandia Baru mengenakan kerudung sebagai bentuk solidaritas terhadap korban penembakan Christchurch (AFP)

Liputan6.com, Wellington - Banyak wanita di seluruh Selandia Baru ramai-ramai berkerudung sebagai bentuk solidaritas terhadap para korban muslim dalam tragedi penembakan dua masjid di Christchurch.

Perdana Menteri Jacinda Ardern bergabung dengan presenter televisi, polisi, perawat, dan perempuan lainnya dari berbagai latar belakang, untuk kompak mengenakan kerudung di sepanjang akhir pekan lalu, demikian sebagaimana dikutip dari Independent.co.uk pada Senin (25/3/2019).

Sementara banyak stasiun televisi dan radio Selandia Baru kompak memulai berbagai program siaran mereka dengan ucapan "asalamualaikum", yakni salam pembuka di kalangan muslim.

Sebelumnya, pada Jumat 22 Maret, azan dan sesi salat Jumat disiarkan untuk pertama kalinya pasca-penembakan berlatar supremasi kulit putih, yang menewaskan total 50 orang di Masjid Al Noor dan Linwood City Mosque, dua-duanya berada di Christchurch.

Samantha Hayes, seorang pembaca berita dalam program televisi Newshub, mengatakan: "Pekan ini, seorang wanita muda Auckland dilecehkan di kereta karena menjadi muslim, dan mengenakan kerudung. Ini terjadi setelah 50 orang terbunuh di Christchurch."

"Hari ini, saya mengenakan kerudung untuknya, dan untuk keluarga serta teman-teman mereka yang terbunuh di Christchurch, lebih dari sepekan lalu," lanjutnya pada hari Sabtu.

Bentuk solidaritas lainnya ditunjukkan oleh seorang dokter di Auckland, Thaya Ashman, menyerukan para perempuan mengenakan kerudung pada Jumat lalu, setelah seorang muslimah merasa takut keluar rumah karena kahwatir penutup kepalanya menjadi target terorisme balasan.

Ashman berkata: "Saya ingin mengatakan, kami bersama Anda, kami ingin Anda merasa seperti di rumah sendiri saat berjalan di luar, kami mencintai, mendukung, dan menghormati Anda."

Gerakan Berkerudung di Media Sosial 

Ketika Christchurch menggelar agenda mengenang korban penembakan di sebuah taman di depan masjid Al-Noor, tempat sebagian besar korban terbunuh, perempuan di seantero Selandia Baru mengunggah foto diri mereka mengenakan kerudung di media sosial.

Bell Sibly, di Christchurch, mengatakan: "Alasan utama saya (mengenakan kerudung) adalah jika ada orang yang melambaikan pistol, saya ingin berdiri di antara dia dan siapa pun yang menjadi sasaran."

"Saya tidak ingin dia (teroris) bisa membedakannya, karena tidak ada perbedaan, kami sama-sama warga Selandia Baru yang saling mencintai," lanjut Sibly.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

Menuai Pro dan Kontra

Jacinda Ardern
Perdana Menteri (PM) Selandia Baru Jacinda Ardern sambangi Canterbury Refugee Centre di Christchurch, 16 March 2019. (MARTY MELVILLE / AFP)

PM Ardern mendapat pujian luas pada pekan lalu karena mengenakan kerudung hitam saat menyambangi komunitas muslim pasca-tragedi penembakan.

Dalam sambutannya pada hari Jumat, PM Ardern mengatakan bahwa banyak perempuan muslim menutup kepala mereka dengan kerudung sebagai tanda kesederhanaan.

Solidaritas dalam mengenakan kerudung di Negeri Kiwi mendapat dukungan dan apresiasi dari Dewan Perempuan Islam dan Asosiasi Muslim Selandia Baru.

Meski begitu, aksi solidaritas tersebut tetap mendapat kritik dari beberapa pihak.

Dalam sebuah opini anonim untuk situs berita Stuff.co.nz, penulisnya menyebut wanita muslim sebagai sosok dengan "tipu muslihat yang sangat tidak menyenangkan".

Kritik serupa disampaikan oleh seorang profesor jurnalistik asal AS, yang telah berkamapnye untuk reformasi muslim, mendesak perempuan tidak mengenakan kerudung sebagai solidaritas terhadap tragedi penembakan di Selandia Baru.

"Ini adalah simbol budaya murni yang bertentangan dengan nilai-nilai feminis. Kami memiliki wanita di penjara dan meninggal, karena menolak interpretasi Islam yang Anda promosikan," tulisnya di Twitter.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya